Air, minyak dan sabun
AIR, MINYAK dan SABUN
Siapa yang masih ingat pelajaran kimia di sekolah mengenai air, minyak, dan sabun? Ketiga bentuk cairan ini memiliki sifat yang berbeda-beda meskipun sama-sama berbentuk cairan. Mengingatkan saya kepada kehidupan gerejawi kita. Kita semua sama-sama manusia hanya dengan sifat dan karakter yang berbeda-beda. Mari kita bahas lebih lanjut mengenai hal ini.
Apabila kita mencampur air dengan minyak, kita aduk sampai larut lalu biarkan sebentar. Apa yang terjadi? Mereka akan saling memisahkan diri dan minyak mengambil posisi di atas air. Coba perhatikan lilin-lilin hias di tempat resto atau cafe yang berwarna-warni itu, pasti larutan berwarna akan di bawah dan minyak yg bening ada di atasnya bukan?
Dalam kehidupan pelayanan kita di gereja, sering terlihat adanya pemisahan seperti ini. Ada orang yang bersifat seperti minyak, berkumpul dengan sesama ‘minyak’, terlihat menonjol dengan dengan semua bakat dan talentanya sementara ada sebagian orang seperti air berada di bawah minyak dan tak terlihat.
Sifat minyak lainnya adalah memiliki kekentalan yang lebih baik dibandingkan dengan air dan inilah yang menyebabkan tumpahannya di lantai jauh lebih berpotensi menyebabkan terpeleset.
Dalam hal ini, orang yang terus melayani akan menjadi “kental” dan sangat baik di dalam pelayanannya, tetapi sangat berpotensi menyebabkan “terpeleset” dan menjadi batu sandungan bagi orang lain. (Matius 16: 23 “ Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”)
Coba deh gosok-gosokkan minyak goreng diantara kedua jari, pasti terasa kelembutannya. Sekarang bandingkan dengan air, anda akan kesusahan bahkan untuk menahannya berada di ujung jari. Ia langsung lolos dan jatuh.
Orang yang melayani cenderung berada di pelayanannya dan bertahan cukup lama di bidang pelayanannya seperti minyak goreng, dan ada orang yang mencoba melayani dan menjadi seperti air, yang sangat mudah mundur dari bidang pelayanannya.
Tempe, ayam dan daging kalau digoreng lama-lama akan kering, jika dimakan terasa renyah dan kriuk-kriuk rasanya. Bagaimana dengan air?
Air tidak bisa membuat tempe menjadi kering walaupun direndam lama di dalamnya. Malahan tempe bisa hancur saking lembutnya.
Lalu apa hubungan tempe dan ayam dengan kehidupan gerejawi kita?
Tuhan menciptakan manusia unik, dengan sifatnya yang seperti minyak goreng, mereka mampu membuat dunia lebih indah, memberikan rasa dan dampak positif dalam karyanya, namun bila berlebihan maka akan memberi rasa hangus bahkan bisa menimbulkan kebakaran.
Orang dengan sifat seperti air dalam hal ini memiliki ketenangan yang saking tenangnya perlu waktu lama membuat masakan (karya) matang. Tidak membuat kering, namun bila berlebihan akan memberi rasa tawar pada makanan (karya).
Mari kita lihat gembok pagar rumah kita. jika terkena hujan terus-menerus lama-lama akan berkarat, kuncipun akan sulit diputar di dalamnya. Saatnya miyak beraksi, biasanya kita akan mengolesi gembok tersebut terutama di bagian kuncinya dengan minyak goreng, perlahan karat tersebut akan luruh dan kuncipun dengan mudah bisa diputar kembali.
Analogi ini saya gambarkan sebagai kehidupan gerejawi kita ketika kita menjadi “air” dan memunculkan ketidakmauan kita di dalam melayani, kita cenderung menyebabkan karat dan menutupi karya keselamatan Allah terhadap orang di sekitar kita. Dan ketika kita menjadi “minyak” kita memberikan sumbangsih dan berusaha untuk membagikan karya keselamatan baik dalam bentuk pelayanan maupun kata-kata terhadap orang di sekitar kita
Dilihat dari cara memperolehnya, air sangat mudah kita peroleh. Air muncul dari dalam bumi sebagai mata air, sungai, lautan dan samudra. jumlahnya banyak, tidak terbatas. sedangkan minyak goreng tidak menyembur dari dalam bumi, harus melalui proses yang cukup panjang. Apabila air mau menjadi minyak dapat terjadi melalui proses panjang dengan perantara tumbuhan.
Ketika orang memutuskan lebih aktif melayani dan berkelanjutan, disinilah proses air menjadi minyak terjadi dengan perantara Tuhan sendiri. Ketika orang yang sudah pernah aktif melayani lalu mundur maka disinilah proses minyak menjadi air terjadi.
Lalu bagaimana dengan sabun? Dari tadi hanya membahas air dan minyak saja?
Setelah paham mengenai air dan minyak, saatnya mengenal sabun. Sabun adalah sebuah senyawa yang dapat berupa cairan atau padatan yang berasal dari minyak goreng dan soda disertai dengan panas. Saya menganalogikan dengan “minyak goreng” yang sudah mengalami gelembung – gelembung pelayanan dan “panas” di dalam pelayanan dan tidak menjadi terbakar dan hangus, maka dia akan menjadi sabun. (Ibrani 12:11 “Memang tiap tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya.”) Sifat Sabun yang terbaik adalah dia bisa memposisikan diri menjadi jembatan antara “minyak goreng” dengan karakter yang khusus bersatu dengan “air” yang cenderung pasif dan tenang, menjadi kesatuan di dalam pelayanan demi kemuliaan nama Tuhan. (Ibrani 12: 14 “Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan.”) Amin. (DSU)