Aku Berguna Karena Aku Berharga

Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya. (Efesus 2:10)

Salah satu penghayatan dihadirkannya Bulan Keluarga di lingkungan GKI (termasuk GKI Kota Wisata) dimaksudkan untuk berefleksi dan mengambil langkah nyata sejumlah peningkatan atau perbaikan relasi kita dengan anggota keluarga masing-masing. Bahkan, juga untuk mengingatkan kita kembali secara pribadi terkait bagaimana kita memandang, bersikap, dan bertindak kepada sesama.

Nah, pada bagian refleksi tak jarang muncul pemikiran untuk mencermati, membandingkan (kalo dalam lingkup organisasi kerap dikenal istilah “benchmarking”) dengan apa yang dilihat dan didengar dari tindakan atau kondisi yag dialami pihak lain. Contoh kalau ingin belajar membenahi sikap sabar dalam berelasi di tengah keluarga, salah satu pihak (entah bapak atau ibu atau anak) berkomentar “tuh, contoh keluarga si A. Semua anggota keluarganya sabar. Tak pernah sedikitpun terdengar nada marah atau keluhan atau terjadi perselisihan”. Seringkali juga melakukan benchmarking di antara keluarga itu sendiri. Sebagai contoh, ketika menasihati anak tak jarang muncul pernyataan dari orang tua: “Kamu ini memang susah kalau disuruh belajar, tuh lihat kakakmu yang rajin belajar. Nilainya bagus-bagus semua.”

Membandingkan untuk perkara-perkara yang baik memang bukan hal tabu untuk dilakukan. Sekalipun demikian, tidak setiap hal baik yang dilakukan pihak lain akan sesuai dengan kondisi hidup yang kita jalani, baik secara pribadi maupun bersama keluarga. Salah satunya disebabkan oleh beraneka ragamnya latar belakang hidup masing-masing keluarga, bahkan individu dalam satu keluarga. Mulai dari suku dan budaya, didikan orang tua yang ditanamkan dalam diri masing-masing pasangan sebelum pernikahan terjadi, situasi komunitas yang setiap hari dihadapi, dan banyak konteks yang membuat perbedaan tersebut sangat mungkin terjadi. Anak dalam keluarga nyatanya juga tumbuh sebagai pribadi yang berbeda sekalipun orang tua tak jarang beranggapan kalau dalam proses pendidikan tidak membeda-bedakan anak-anaknya.

Lantas kalau memang banyak perbedaan, buat apa mengambil contoh-contoh tindakan positif yang ditunjukkan pihak lain untuk diteladani dan diterapkan dalam kehidupan pribadi dan keluarga kita? Sebelum menjawab hal ini, silahkan dijawab dulu pertanyaan berikut: “Apakah Bapak/Ibu/ Saudara meyakini, bahwa masing-masing kita dihadirkan Tuhan ke tengah dunia ini dengan keunikan masing-masing (sekalipun kita dilahirkan sebagai anak kembar)?” Saya yakin hampir semua jawaban Bapak/Ibu/Saudara adalah “ya” dengan berbagai tambahan argumentasi.

Nah, keyakinan bahwa kita diciptakan dengan segala keunikan tentu akan mendasari cara kita untuk memandang dunia termasuk di dalamnya menyerap pembelajaran atas berbagai teladan (perilaku benchmarking) yang dicontohkan oleh banyak pihak. Sekuat apapun kita mencoba meneladani panutan tersebut, pasti akan ada perbedaan cara, tindakan dan hasil yang diperoleh. Mengapa? Karena saya bukan dia, masing-masing kita tetaplah makhluk yang berbeda satu dengan yang lain.

Pertanyaan lanjut: “kalau begitu buat apa meneladani perilaku panutan?” Sederhana jawabannya: “untuk memahami, menyerap, dan memberlakukan nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung atas contoh-contoh tindakan yang dilakukan oleh panutan tersebut”. Nilai tentang saling menghargai/menghormati, mengasihi, nilai pentingnya melatih kesabaran, bermurah hati alias tidak egois, nilai kesetiaan dalam berrelasi, serta nilai pengendalian diri atas berbagai godaan yang kerap menghampiri, dan lain-lain.

Salah satu cermin untuk berefleksi atas nilai pembentukan karakter hidup kita adalah sebagaimana dinyatakan sebagai Buah Roh (Gal. 5:22) “Namun buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri.” Yuk bercermin… Sudahkah hal ini mewujud dalam hidup kita?

Terakhir, landasan utama untuk terus menerus belajar dan bersedia menata kehidupan kita agar menghasilkan buah roh, adalah kesadaran akan keberadaan kita di dunia ini. Sebagaimana kutipan ayat pengantar di atas (Efesus 2:10), ada dua hal penting mengapa kita dihadirkan Allah di dunia ini.

Proses penciptaan kita sedemikian berharganya. Rasul Paulus menekankan, bahwa kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus (Sang Firman). Ingat! Hanya manusia yang diciptakan segambar dengan Sang Pencipta itu sendiri (Kej. 1:26-27). Pernahkah kita ambil waktu sejenak untuk menyadari hal ini? Masihkah kita menyesali keberadaan hidup karena merasa kenyataan tidak sebagaimana kita impikan? Masihkah kita berandai-andai membandingkan hidup dengan pihak lain yang kita nilai lebih ideal hidupnya? Ingat, setiap kita dihadirkan Allah dengan keunikan karena Allah menginginkan kita menyadari dan menghargai keberbedaan itu sebagai kreasi agung-Nya.

Kita dihadirkan ke dalam dunia dengan maksud dan tujuan untuk menjadi mitra Allah dengan melakukan “pekerjaan-pekerjaan” yang sudah Allah persiapkan sebelumnya. Ketika kita menyadari bahwa kehadiran kita sudah dipersiapkan Allah, tentunya (dan seharusnya) cara pandang dan perlakuan kita kepada sekeliling hidup kita akan lebih menunjukkan sikap hormat, penghargaan dan kesediaan untuk menghasilkan kebaikan-kebaikan bagi kehidupan itu sendiri. Dengan demikian apa yang sudah Allah persiapkan bagi hidup kita tidak sia-sia karena melalui hidup kita kemuliaan Allah dinyatakan. Satu hal yang Allah mau, yakni “kita hidup di dalamnya (di dalam skenario Allah) untuk terlibat dalam menjalankan pekerjaan-pekerjaan baik yang Allah persiapkan sebelumnya”.

Teruslah memilih, memutuskan, dan mewujudkan panggilan menerima pekerjaan-pekerjaan baik dari Allah dalam kehidupan nyata karena kita dicipta sebagai makhluk berharga. Tuhan Yesus menolong dan memampukan kita. (WSE)

KEBAKTIAN MINGGU (HIJAU)

KASIHILAH TUHAN ALLAHMU

Ulangan 6:1-9; Mazmur 119:1-8; Ibrani 9:11-14; Markus 12:28-34

Kebaktian 3 November 2024 oleh Pdt.Gordon S. Hutabarat

Pendahuluan

Pada inti kehidupan rohani umat Allah, kita menemukan panggilan untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan kita. Perintah ini bukan sekadar hukum yang harus ditaati, melainkan undangan untuk mengalami kedekatan yang tulus dengan Sang Pencipta. Melalui berbagai bacaan Alkitab, kita diajak untuk memahami arti, bentuk, dan penerapan dari kasih yang sungguh-sungguh kepada Allah.

1. Kasih sebagai Hukum Utama (Ulangan 6:1-9)

Di dalam Ulangan 6:1-9, Musa mengajarkan hukum terpenting bagi umat Israel: “Dengarlah, hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu” (Ulangan 6:4-5). Kasih kepada Tuhan bukan hanya satu dari sekian banyak perintah, melainkan yang utama, yang menjadi dasar bagi semua hukum lainnya. Kasih ini menuntut kesetiaan, komitmen, dan kesungguhan yang bukan hanya bersifat emosional, melainkan mencakup seluruh aspek kehidupan.

Pentingnya perintah ini bagi generasi selanjutnya juga terlihat dari anjuran untuk mengajarkan hukum ini kepada anak-anak. Artinya, kasih kepada Tuhan harus menjadi budaya keluarga, gaya hidup, dan bagian dari percakapan sehari-hari.

2. Kasih yang Mengalir dalam Ketaatan (Mazmur 119:1-8)

Mazmur 119 adalah salah satu mazmur yang mengagungkan firman Tuhan sebagai sumber kebahagiaan dan kesukaan bagi mereka yang setia. Di dalam ayat-ayat pertama, pemazmur menyatakan kebahagiaan orang yang hidup tanpa cela dan yang berjalan dalam Taurat Tuhan. Pemazmur ingin agar hati umat Tuhan dipenuhi oleh firman-Nya, karena hanya dengan merenungkan dan menaati firman itulah kita dapat semakin mengasihi Tuhan.

Ketaatan ini adalah bukti kasih yang tulus. Ketika kita mengikuti jalan-Nya, kita semakin mengenal hati Tuhan. Kasih kepada Tuhan yang sejati bukan hanya perasaan, tetapi diwujudkan dalam langkah-langkah kehidupan yang terarah kepada kehendak-Nya.

3. Kasih yang Diwujudkan melalui Pengorbanan Yesus (Ibrani 9:11-14)

Ibrani 9:11-14 memberikan perspektif yang lebih dalam tentang kasih yang kita miliki kepada Tuhan, yaitu sebagai respons atas kasih Tuhan yang besar. Yesus Kristus, Imam Besar yang sempurna, mengurbankan diri-Nya sendiri untuk membersihkan hati nurani kita dari perbuatan yang sia-sia. Pengorbanan Yesus bukan hanya simbol penghapusan dosa, tetapi sebuah pembaruan hubungan kita dengan Tuhan, memampukan kita untuk mengasihi-Nya dengan tulus.

Ketika kita merenungkan pengorbanan Yesus, kita disadarkan betapa besar kasih Tuhan yang telah diberikan kepada kita, dan kita dipanggil untuk merespons kasih itu dengan penuh hormat dan ketaatan.

4. Kasih kepada Tuhan dan Kasih kepada Sesama (Markus 12:28-34)

Dalam Injil Markus, seorang ahli Taurat bertanya kepada Yesus mengenai hukum yang paling utama. Yesus menegaskan bahwa kasih kepada Allah adalah hukum yang pertama dan terbesar, tetapi juga menambahkan bahwa kasih kepada sesama adalah yang kedua dan sama pentingnya. Kasih kepada Tuhan tidak dapat dipisahkan dari kasih kepada sesama. Bahkan, kasih kepada sesama adalah ekspresi nyata dari kasih kita kepada Tuhan.

Menariknya, ahli Taurat itu menyadari bahwa mengasihi Tuhan dan sesama adalah lebih penting dari semua persembahan dan korban. Pernyataan ini menunjukkan bahwa kasih sejati kepada Tuhan tidak berhenti pada ritual atau ibadah semata, tetapi harus tercermin dalam tindakan kasih kepada sesama.

Kesimpulan

Mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan berarti memberikan hidup kita sepenuhnya kepada-Nya. Kasih ini ditunjukkan dalam ketaatan, kesetiaan, dan kehidupan yang mencerminkan nilai-nilai Kristus. Kasih yang kita miliki bukan sekadar emosi, tetapi suatu komitmen yang nyata, diwujudkan dalam cara kita menghormati Tuhan dan memperlakukan sesama.

Marilah kita merenungkan, apakah hidup kita sudah menjadi bukti kasih kepada Tuhan? Sudahkah kita mendasarkan seluruh keputusan, tindakan, dan tujuan hidup kita pada kasih ini? Melalui pengorbanan Yesus, kita telah diberikan kesempatan untuk mendekat kepada Allah dan untuk mengasihi-Nya dengan kasih yang tak terbatas. Mari kita jadikan kasih kepada Tuhan sebagai prioritas utama dalam hidup kita, yang diwujudkan dalam setiap langkah dan tindakan kita, agar nama Tuhan semakin dipermuliakan.

Jadwal Kebaktian GKI Kota Wisata

Kebaktian Umum 1   : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian Umum 2  : Pk. 09.30 (Hybrid)

Kebaktian Prarem 8 : Pk 07.00 (Onsite)

Kebaktian Prarem 7 : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian ASM 3-6  : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian ASM 1-2   : Pk. 09.30 (Onsite)

Kebaktian Batita, Balita: Pk. 09:30 (Onsite)

Kebaktian Remaja  Pk 09.30 (Onsite)

Kebaktian Pemuda Pk. 09.30 (Onsite)

Subscribe Youtube Channel GKI Kota Wisata dan unduh Aplikasi GKI Kota Wisata untuk mendapatkan reminder tentang kegiatan yang sedang berlangsung

 

 

GKI Kota Wisata

Ruko Trafalgar Blok SEI 12
Kota Wisata – Cibubur
BOGOR 16968

021 8493 6167, 021 8493 0768
0811 94 30100
gkikowis@yahoo.com
GKI Kowis
GKI Kota Wisata
: Lokasi

Nomor Rekening Bank
BCA : 572 5068686
BCA : 572 5099000 (PPGI)
Mandiri : 129 000 7925528 (Bea Siswa)

Statistik Pengunjung

378356
Users Today : 638
Users Yesterday : 1288
This Month : 2950
This Year : 206118
Total Users : 378356
Who's Online : 8