Belajar dari Daniel
BELAJAR DARI DANIEL
Menarik meyaksikan film “The Tuskegee Airmen’’ yang bercerita mengenai perjuangan sekelompok anak muda menjadi penerbang kulit hitam pertama dalam Angkatan Udara Amerika dan kiprah mereka dalam Perang Dunia II. Sungguh suatu perjuangan yang sangat berat mengingat masih kentalnya diskriminasi rasial di Amerika. Beruntung mereka memiliki tekad sangat kuat untuk menjadi pilot. Kelompok calon penerbang berkulit hitam ini akhirnya berhasil menyelesaikan pendidikan dan menjadi pilot di AU Amerika.
Selanjutnya dibentuk 332nd Fighter Group yang seluruh anggotanya berkulit hitam. 332nd
Fighter Group kemudian ditempatkan di Ramitelli Italia dengan tugas mengawal pesawat pembom kelas berat Boeing B-17 Flying Fortress (dalam film digambarkan seluruh awaknya berkulit putih). 332nd Fighter Group terbukti mampu melakukan tugasnya dengan sangat baik. Prestasi ini membuat mereka dihormati bukan hanya oleh kawan tapi oleh pihak yang selama ini memusuhi mereka dan enggan berbagi tempat, serta menghapuskan “keraguan” dari sebagian orang akan kemampuan “negro” bekerja dalam bidang yang rumit seperti menerbangkan pesawat. Bukan itu saja, keberhasilan 332nd Fighter dalam melaksanakan tugasnya membuka kesempatan bagi pemuda-pemuda kulit hitam untuk berkiprah di AU Amerika.
Menyaksikan film ini saya teringat akan tulisan Pdt. Eka Darmaputera “Hidup di tengah Kemajemukan” dalam buku “Iman dan Tantangan Zaman”. Di awal tulisannya, Pak Eka memaparkan fakta kemajemukan bangsa Indonesia dan mengingatkan posisi “minoritas” umat Kristen. Pak Eka juga menyinggung masalah pelik hubungan antar umat beragama di Indonesia. Menempatkan diri dalam masyarakat majemuk yang mayoritas bukan Kristen seperti ini merupakan pergumulan tersendiri.
Ada banyak pendekatan yang dapat dilakukan. Dua pendekatan ekstrem dikemukakan Pak Eka yaitu
- Bersikap eksklusif, tidak mau membaur dengan masyarakat karena ingin mempertahankanidentitas Kristen.
- Melebur ke dalam masyarakat sembari menyembunyikan identitas
Kristen kita agar dapat diterima sepenuhnya oleh masyarakat. Setiap perbedaan dianggap sebagai gangguan terhadap penerimaan masyarakat.
Pak Eka tidak menganjurkan kita menggunakan kedua pendekatan ini. Beliau mengingatkan akan tugas dan panggilan orang Kristen menjadi garam dan terang dunia. Kita harus mau bekerjasama dengan golongan masyarakat lainnya dengan tetap mempertahankan identitas Kristen. Penerimaan masyarakat dengan demikian menjadi hal yang penting. Pertanyaannya adalah bagaimana kita tetap dapat diterima oleh golongan masyarakat lainnya ketika kita, karena keKristenan kita, berbeda dengan mereka.
Pak Eka mengajak kita belajar dari Daniel (Daniel 1:3-12). Daniel tidak bersikap eksklusif. Ia bersedia hidup dan bekerja di Babilonia menjadi pegawai raja. Tapi itu tidak berarti Daniel larut 100% dan taat terhadap apapun yang dikatakan Raja. Dalam kisah itu, Daniel menolak menyantap makanan Raja. Bukan karena rasanya tidak enak, tapi karena agama melarangnya. Daniel tahu bahwa penolakannya itu membawa resiko. Prinsip Daniel adalah ia taat sepanjang itu mungkin, tetapi ia harus lebih taat kepada Allah.
Apakah akibat pilihannya ini Daniel dikucilkan dan dipecat? Ternyata tidak. Daniel mampu membuktikan walaupun ia tidak makan makanan raja, ia tetap dapat bekerja dan berprestasi jauh lebih baik dari yang lain. Daniel menjadi pekerja teladan yang dapat diandalkan dan menjadi kesayangan Raja.
Peranan yang dilakukan Daniel ini disebut peranan minoritas yang kreatif (creative minority) dan Pak Eka mengajak kita umat Kristen untuk melakukan peranan yang sama. Tidak sekedar berbeda dengan bagian masyarakat lainnya. Pak Eka mengajak umat Kristen Indonesia, walaupun kecil, untuk berprestasi dan mau memberikan yang terbaik di manapun kita ditempatkan. Jadilah pengusaha, karyawan, pegawai negeri, remaja dan pemuda yang terbaik maka orang akan tetap menghargai dan menerima kita walaupun kita berbeda. Hal ini kemudian memungkinkan kita untuk berkiprah di ladang pelayanan yang lebih luas dan membantu kita dalam menjalankan tugas dan panggilan menjadi garam dan terang.
The Tuskegee Airmen telah membuktikan hal itu. Melalui prestasinya mereka menjawab keraguan banyak orang. Usaha dan komitmen mereka untuk selalu memberikan yang terbaik ketika menjalankan tugas, membuat mereka dihargai dan diterima bahkan oleh orang-orang yang membenci mereka karena perbedaan yang mereka miliki.
-ITS dari berbagai sumber-