Belajar dari Injil Matius
Menurut tradisi gereja, Injil Matius ditulis oleh Matius, murid Yesus. Sumber utama Injil Matius adalah Injil Markus, ditambah dengan sumber yang oleh para peneliti menyebutnya sebagai sumber “Q”. Injil Matius ditulis sekitar tahun 70 M. Perdebatan kapan persisnya injil ini ditulis, berkisar pada perdebatan apakah sesudah atau sebelum penghancuran Bait Allah di Yerusalem oleh tentara Romawi (bandingkan Mrk. 13:14-23; Luk. 21:20-24 dan Mat. 24:15-29). Namun secara pribadi, penulis lebih memilih pandangan bahwa Injil Matius ditulis sebelum tahun 70 M, yaitu sebelum Bait Allah di Yerusalem dihancurkan oleh tentara Romawi (lihat Mat. 5:23-24; 17:24-27; 23:16-22). Injil Matius sangat “Yahudi”. Pembaca mula-mula Injil Matius adalah orang-orang Kristen Yahudi. Dengan demikian, kita dapat menemukan dalam Injil Matius kaitan yang erat antara Yesus dan Perjanjian Lama, yang merupakan kitab suci orang Yahudi, termasuk orang Kristen Yahudi pada masa itu. Injil Matius paling banyak dalam mengutip Perjanjian Lama dibanding injil lainnya, yaitu sebanyak 52 kali. Hal ini tentu saja secara sadar dilakukan oleh Matius untuk menggambarkan eratnya keterkaitan antara Yesus dan Perjanjian Lama. Melalui Injil Matius kita dapat melihat bahwa Perjanjian Baru merupakan kelanjutan dari Perjanjian Lama.
John Drane mengatakan, “Matius menekankan Perjanjian Lama secara khusus. Kehidupan dan pengajaran Yesus disajikan sebagai penggenapan janjijanji yang dibuat Allah kepada Israel. Hal ini dinyatakan bukan hanya secara umum, Yesus adalah “anak Daud”, tetapi lebih sering dengan rujukan khusus nas Perjanjian Lama.” Keterkaitan Yesus dengan Perjanjian Lama menjadi salah satu struktur utama Injil Matius, di antaranya dalam narasi kelahiran Yesus (Mat. 1-2) dan persiapan pelayanan Yesus (Mat. 3-4).
Dalam narasi kelahiran Yesus (Mat. 1-2), Matius mengawali injilnya dengan menekankan bahwa Yesus adalah keturunan Daud. Hal ini untuk menegaskan bahwa Yesus adalah penggenapan janji Mesias yang akan datang dari keturunan Daud (Yes. 11:1-5). Hal ini semakin ditekankan pada ayat-ayat berikutnya yang menceritakan kelahiran Yesus, yang merupakan penggenapan janji Allah dalam Perjanjian Lama. Sebanyak 5 kali Matius menuliskan bahwa kelahiran Yesus merupakan penggenapan Perjanjian Lama (Mat. 1:22-23; Mat. 2:5-6; 15; 17; 23).
Persiapan pelayanan Yesus juga disampaikan dalam konteks penggenapan Perjanjian Lama. Kehadiran Yohanes Pembaptis yang digambarkan sebagai “pembuka” jalan bagi Yesus, merupakan penggenapan nubuat Yesaya (Mat. 3:3). “Pentahbisan” Yesus yang merupakan kesaksian dari sorga, juga digambarkan sebagai penggenapan Perjanjian Lama (Mat. 3:17).
Refleksi
Allah adalah inisiator perjanjian anugerah. Allah juga yang menepati perjanjian tersebut secara sempurna. Dalam menepati janji-Nya, Allah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Ia tidak membiarkan rencana manusia menggagalkan rencana-Nya. Ia tidak mengijinkan Herodes dan Arkhelaus menggagalkan rencana-Nya. Allah Yang Maha Kuasa adalah Allah yang penuh perencanaan matang sebelum memulai pelayanan-Nya sendiri.
Sebelum memulai pelayanan, para pelayan harus menyerahkan diri-Nya bagi Allah melalui pembaptisan sebagai tanda pertobatan. Pelayanan yang berkenan kepada Allah adalah pelayanan yang mendapatkan otoritas dari sorgawi karena yang berkuasa mengutus hanyalah Allah. Para pelayan harus dapat mengandalkan Tuhan dan firman-Nya dalam melakukan pelayanannya, agar terhindar dari segala pencobaan. Ini adalah teladan perencanaan pelayanan yang diberikan oleh Yesus kepada umat-Nya sebelum melakukan pelayanan. Kepada para aktifis yang hari ini akan dilantik, selamat mengikuti teladan Yesus dalam melakukan pelayanan! (PSI)