Berdiri Teguh dalam Iman
Allah membentuk Abraham secara perlahan-lahan, bagian demi bagian, sampai akhirnya ia disebut bapa orang beriman.
Berbicara tentang ujian, Abraham adalah seseorang yang tidak dapat kita abaikan, ia telah membuktikannya. Barangkali kita bertanya-tanya, jika Allah tahu bahwa Abraham akan taat, mengapa Ia mengujinya?
Allah memberikan ujian, karena Allah ingin agar Abraham belajar dari hal tersebut. Abraham telah lulus dalam beberapa ujian sebelumnya. Misalnya, ketika ia meninggalkan negeri asalnya, ketika ia berkorban dengan memberikan bagian tanah yang terbaik ke- pada Lot, dan ketika ia harus merelakan kepergian Ismael, anaknya. Namun kali ini Abraham berhadapan dengan ujian yang terberat.
Allah memberikan ujian kepada Abraham, bukan supaya Abraham terjebak dan berbuat dosa. Melainkan, agar imannya teruji. Allah tidak akan memberikan ujian melebihi kekuatan kita.
Tiga perintah singkat Allah kepada Abraham adalah ambillah anakmu Ishak, pergilah ke tanah Moria, dan persembahkanlah dia di sana. Alkitab tidak mencatat bagai- mana respon Abraham atau apa yang ada di dalam benaknya pada saat itu, kecuali bahwa Abraham menunjukkan ketaatan penuh. “Keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham, … lalu berangkatlah ia dan pergi ke tempat yang dikatakan Allah kepada- nya” (Kej. 22:3). Ayat ini menunjukkan bahwa Abraham menjalankan perintah Allah tanpa keraguan.
Gambaran ketaatan Abraham ditunjukan dari beberapa peristiwa yang menyertai perintah pertama dari Tuhan. Ketaatannya masih terus berlanjut. Perjalanan bersama Ishak ke Moria membutuhkan beberapa hari. “Ketika pada hari ke tiga Abraham melayangkan pandangnya, kelihatanlah kepadanya tempat itu dari jauh” (Kej. 22:4). Pasal keempat ini bukan sekedar kalimat tambahan, tetapi pasal ini mau menyampaikan kepada kita bahwa di sinilah inti pergumulan seseorang yang sedang dalam ujian iman- nya.
Seandainya kita adalah Abraham, mungkin saja kita akan berpikir untuk balik arah saat “melihat tempat itu dari jauh”. Abraham berkata kepada kedua bujangnya “tinggalah kamu di sini… kami akan sembahyang, sesudah itu kami akan kembali kepadamu” (Kej. 22:5). Kata-kata ini bukanlah merupakan kata-kata yang kosong, tetapi merupakan refleksi kepercayaan imannya kepada Tuhan dan janji-Nya.
Bayangkan juga apa yang ada di dalam pikiran Abraham ketika ia memikulkan kayu pada bahu anaknya atau ketika Ishak bertanya “Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?” Sahut Abraham: “Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku” (Kej. 22:7-8). Dalam menjalani ujian dari Tuhan, Abraham memperlihatkan kualitas imannya, meyakini bahwa Tuhan pasti akan menyediakan.
Keduanya berjalan bersama dan “Sampailah mereka ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya. Lalu Abraham mendirikan mezbah di situ, disusunnyalah kayu, diikatnya Ishak, anaknya itu, dan diletakkannya di mezbah itu, di atas kayu api” (Kej. 22:9). Langkah terakhir yang harus dilakukan Abraham “Sesudah itu, Abraham me- ngulurkan tangannya, lalu mengambil pisau untuk menyembelih anaknya” (Kej. 22:10). Mengapa Abraham dapat melakukannya tanpa ragu? Hal itu karena iman Abraham tidak berubah sampai akhir. Ibrani 11:17, 19, menegaskan “Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia yang telah menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal. Karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati.”
Ketika Abraham mengangkat pisau untuk menyembelih anaknya, Tuhan berseru mencegahnya dan berkata “Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku” (Kej. 22:12).
Iman membuat Abraham bersedia menyerahkan apapun yang Allah kehendaki darinya, termasuk apa yang dianggapnya sangat berharga baginya. Apa yang Abraham katakan kepada Ishak digenapi, Allah menyediakan domba. Lalu Abraham mengorbankan domba tersebut sebagai korban bakaran pengganti Ishak.
Melalui kisah Abraham kita diajarkan untuk berserah penuh kepada Tuhan. Tuhan tidak mengizinkan kita mengetahui sesuatu sebelum kita menaati dan memercayai Dia sepenuhnya. Dalam sekolah biasa, lazimnya kita menerima pelajaran terlebih dulu, baru menempuh ujian. Namun, tidak demikian dalam sekolah kehidupan. Dalam sekolah kehidupan, yang sering terjadi adalah kita harus menempuh ujian dulu, baru mendapatkan pelajaran. Dalam setiap krisis yang kita hadapi, kita harus percaya bahwa Allah mem- punyai tujuan yang baik, yaitu untuk menguatkan dan memurnikan iman kita. CTP