Bergaul akrab dengan Alkitab
Bergaul akrab dengan Alkitab
Lebih kurang dua tahun yang lalu, anak saya memutuskan untuk mengikuti saya membaca Alkitab bersama dengan beberapa anggota jemaat yang tergabung dalam group baca Alkitab 5 pasal sehari. Dia mengatakan telah berusaha untuk membacanya sendiri, tetapi sangat sulit untuk terus tekun dan sabar memahami setiap kisah yang terdapat dalam Alkitab. Sebenarnya membaca Alkitab itu hanya persoalan waktu. Kalau kita bisa membaca 5 pasal dalam sehari, kita dapat membaca seluruh Alkitab dari Kejadian sampai Wahyu dalam waktu 8 bulan. Sederhana, bukan? Tapi ternyata tidak sesederhana itu. Seiring berjalannya waktu, kita bisa jadi “mogok” atau bahkan melompati pasal-pasal yang ada dalam Alkitab. Apa yang salah?
Saya mengamati, mungkin ada di antara kita yang menganggap membaca habis Alkitab dalam 8 bulan sebagai sesuatu yang sulit dan luar biasa. Dunia kita sekarang sudah tersaturasi dengan penggunaan gadget, di mana cara kita berinteraksi di media sosial menanamkan sifat short attention span dalam diri kita. Kita enggan, tidak terbiasa, atau bahkan tidak lagi bisa menikmati kegiatan yang memerlukan perhatian cukup lama seperti membaca. Kita lalu memuji saudara seiman yang telah berhasil membaca Alkitab sampai habis. Meski demikian, apakah membaca Alkitab sampai habis memang sebuah prestasi yang hanya bisa dicapai oleh orang Kristen tertentu? Atau, apakah semua orang Kristen juga bisa melakukannya?
Di masa saya dan anak menjalani komitmen ini tentu saja kami sempat jenuh dan pernah dengan sengaja melewatkan satu atau dua perikop. Akan tetapi, Tuhan mengusik hati saya lewat salah satu bacaan dari Mazmur 1 yang membandingkan orang fasik dengan orang benar. Perbedaan utama antara keduanya adalah orang benar menyukai dan merenungkan Taurat Tuhan siang dan malam. Dalam perenungan, saya menyadari bahwa satu-satunya tindakan aktif si orang benar adalah merenungkan firman Tuhan dan bergantung pada-Nya karena tidak mungkin sebuah pohon menanam bibitnya sendiri ke dalam tanah lalu bertumbuh. Saya menyimpulkan bahwa untuk menjadi seorang benar yang hidupnya berkenan di hadapan Allah, kita harus menyerahkan diri sepenuhnya untuk dibentuk dan dididik-Nya lewat pergaulan erat dengan Alkitab.
Allah menyatakan diri-Nya dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dia dinyatakan dalam setiap pasal, paragraf, dan bahkan kitab surat yang paling pendek sekalipun. Yesus mengatakan kepada para pengikut-Nya, “Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi” (Mat. 5:18). Itulah yang membuat Alkitab layak untuk dibaca.
Kita bukannya tidak bisa membaca Alkitab secara konsisten, melainkan kita tidak mau dan tidak merencanakannya. Padahal, Sumber Air Hidup yang akan membuat kita tidak pernah haus lagi telah memberikan diri-Nya untuk kita. Yang perlu kita lakukan hanyalah minum dari-Nya dan menyaksikan bagaimana air itu Dia ubahkan menjadi mata air yang tidak akan pernah habis dalam diri kita (Yoh. 4:14).
Membaca Alkitab secara konsisten bukanlah hal yang mustahil jika kita benar-benar bergantung kepada Tuhan. Memang sebagai manusia yang terbatas, masih ada banyak perikop dalam Alkitab yang belum dapat saya mengerti. Allah yang kita kenal lewat Alkitab adalah Tuhan yang melampaui akal pikiran manusia. Kita tidak mungkin memahami Dia sepenuhnya hanya dengan membaca habis Alkitab satu kali. Tapi saya memegang apa yang Tuhan katakan dan percaya bahwa jika terus membaca dan membaca ulang seluruh Alkitab yang Dia berikan kepada kita, firman-Nya akan mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, dan mendidik kita dalam kebenaran (2Tim. 3:15-17). Dalam ayat ini, Paulus mengatakan “segala tulisan”, bukan hanya tulisan yang menarik saja. Segala tulisan ini mencakup daftar aturan-aturan yang Tuhan berikan kepada bangsa Israel, daftar silsilah yang panjang, dan cerita-cerita lain mungkin kita juga tidak tahu dengan jelas apa tujuannya. Segala tulisan itu diilhamkan Allah, dan segala tulisan itu bermanfaat.
Seperti kata pemazmur, kiranya kita dapat merasakan bahwa firman Tuhan itu “lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah” (Mzm. 19:11). Kiranya kita semakin dimampukan untuk terus membaca Alkitab dan memercayai Tuhan untuk menggunakan segala tulisan dalamnya untuk memperlengkapi kita dalam setiap perbuatan baik. (HBN)