Bergumul Hebat di dalam Keluarga yang Sehat
Bergumul dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan bergulat. Layaknya orang bertanding gulat, kondisinya tidak sekedar bertengkar mulut, atau beradu jurus silat, tetapi sudah saling membelit, membanting bahkan menekan lawan ke dasar permukaan. Begitu pula ketika orang sedang bergumul. Belitan kesulitan,tekanan dan cobaan hidup membuat seseorang terhempas ke dasar tanah dan sulit bergerak bahkan bernapas. Kondisi yang tidak mengenakkan pastinya.
Di dalam kajian psikologis, orang bergumul biasanya akan mengalami beberapa fase pergumulan yaitu: Menyangkal, Marah, Menawar, Depresi lalu diakhiri dengan Berdamai dengan dirinya sendiri. Di fase awal, dia akan menyangkal bahwa sedang bergumul karena sesuatu. Lalu dia akan marah dan bingung dan menyalahkan orang lain. Dilanjutkan dengan fase menawar, mengapa harus aku, kalo bisa lewatkan masalah ini daripadaku, dan lain sebagainya sampai kadang menjadi Depresi. Bila depresi bisa dilalui dengan baik, dia akan terpulihkan dan berdamai dengan diri sendiri, sudah dengan ketenangan batin dan kepercayaan diri bahwa dia dapat melewati pergumulan ini.
Banyak pergumulan meneror kehidupan manusia. Kadang kita memendamnya, menyelesaikannya sendiri, atau ‘lari’ menghindar, namun kegelisahan tetap mengejar. Itulah yang Yakub alami. Ia lari dari Esau karena takut dibunuh. Ia lari dari Laban karena tidak tahan diperlakukan curang. Hingga berniat pulang, ketakutan masih menghantui. Maka dicobanya ‘menyogok’ Esau dengan banyak hadiah. Dicobanya bersembunyi di balik rombongan, agar bisa lari jika Esau menyerang. Lantas ia berjumpa dengan ‘seseorang’ yang bergulat dengannya semalam-malaman. Pangkal pahanya dipukul hingga pincang. Tak bisa ia berlari lagi. Di situ Yakub melihat wajah Allah, dan itu menolongnya melihat siapa dirinya. Kini ia tak lagi melarikan diri dari masalah. Ia menghadapinya dengan janji penyertaan Tuhan. Perdamaian Yakub dengan Esau sesudahnya, justru lahir dari pergumulannya dengan Allah semalaman. Sesudah memandang wajah Allah, Yakub dapat berdamai dengan dirinya. Ketika orang bisa “melihat wajah Tuhan,” ia pun bisa memandang diri secara benar dan akhirnya mampu mengasihi sesama.
Melewati masa pergumulan sulit seperti itu, peran keluarga menjadi sangat penting. Komunitas terkecil adalah Keluarga, yang terbentuk karena anugerah Allah. Cinta Kasih yang Tuhan izinkan ada di dalam ikatan suami istri melalui perkawinan, bila terpelihara dengan baik akan membuat luapan Kasih yang berlimpah. Akhirnya suami istri dapat saling mengasihi dan luapan kasih mereka akan membanjiri anak-anak mereka dan akhirnya anak-anak akan merasakan dan mempraktekkan teladan kasih yang baik. Akhirnya tercipta kondisi saling dukung satu sama lain di tengah semua pergumulan hidup. Ingatlah, dasar hidup berkeluarga adalah anugerah kasih dari Allah. Di dalam keluarga di mana Kasih Tuhan menjadi sumber kehidupan mereka, ego menjadi tidak mengemuka, tidak ada rivalitas, tidak akan saling curiga bahkan saling menenggelamkan atau saling beradu superioritas. Inilah ciri keluarga yang sehat secara batiniah.
Keluarga memang sudah seharusnya tempat untuk me-recharge diri. Sehebat apapun pergumulan di luar, di dalam keluarga muncul kesegaran baru dan pemulihan hati. Healing batiniah, atau pemulihan diri agar memperoleh kesegaranbatin yang baru, saat ini sering disalahartikan. Healing saat ini identik dengan rekreasi dan beragam hiburan. Tidak salah memang, tetapi semuanya semu. Samahalnya seperti orang bermabuk alkohol hanya untuk keluar dari masalah.
Healing terbaik adalah ketika kita mampu berdamai dengan diri sendiri lalu kemudian menerima kasih Allah, dan akhirnya Kasih tersebut meluap di tengah keluarga. Ketika momen seperti ini terpelihara di setiap anggota keluarga, percayalah, komunitas keluarga akan menjadi tempat untuk me-recharge diri, merangkul kerapuhan hati, menguatkan batin, bahkan mempunyai daya dorong untuk bangkit di tengah setiap pergumulan yang dihadapi oleh setiap anggota keluarganya.
Sudahkah keluarga anda seperti ini? Refleksi bagi kita semua. Tuhan memampukan kita. Amin. (SAR)