Berjaga-jagalah dan Berdoalah
Dalam suatu peperangan, sekelompok tentara yang mempertahankan wilayahnya berusaha untuk menjaga perimeter yang menjadi tanggung jawabnya siang dan malam. Hal tersebut sudah pasti melelahkan, namun tetap dilakukan demi kelang- sungan hidup rekan-rekannya dan orang banyak di wilayahnya terhadap serangan musuh. Ketika pandemi virus Covid-19 mulai teridentifikasi di Wuhan, Tiongkok, seluruh negara di dunia juga melakukan hal yang sama yaitu memperketat bahkan menutup perbatasannya guna menjaga kelangsungan hidup warga negaranya. Di Indonesia, diberlakukan berbagai pembatasan, penutupan wilayah, jam malam, dan langkah-langkah yang dianggap perlu untuk melindungi diri dan orang ba- nyak. Semua hal tersebut merupakan aksi nyata dari berjaga-jaga agar terluput dari marabahaya, penyakit dan musuh sampai dengan kemenangan tercapai.
Sebagai orang Kristen, kita juga dituntut untuk selalu berjaga-jaga. Di era perjanjian lama, bangsa Israel dituntut untuk berjaga-jaga sampai kedatangan Mesias yang akan membebaskan dan memberikan kehidupan yang tentram (Yer. 33:15-16). Di masa perjanjian baru, Tuhan Yesus mengingatkan akan tanda-tanda akhir zaman sehingga murid-murid-Nya harus selalu berjaga-jaga dan waspada terhadap kedatangan hari penghakiman tersebut (Luk. 21:25-36). Tuhan Yesus menegaskan bahwa hal itu pasti akan terjadi pada waktunya sehingga Ia tidak ingin murid-murid jatuh melainkan memperoleh kekuatan untuk luput dari semua itu.
Berjaga-jaga identik dengan melakukan sesuatu dan tidak pasif. Wujud nyata dari berjaga-jaga adalah menjaga hati agar tidak mengutamakan kepentingan duniawi dan selalu mengutamakan Tuhan dalam hidup kita. Berjaga-jaga juga berarti tidak mementingkan kepentingan diri sendiri (self centered life) seperti tertulis dalam Lukas 21:34. Berjaga-jaga juga berarti berpegang pada perjanjian- Nya dan peringatan-peringatan-Nya (Mzm. 25:10). Kesemuanya merupakan aksi nyata yang harus dilakukan dan dilatihkan seperti sekelompok tentara yang mempertahankan wilayahnya dari ancaman musuh. Seperti pemerintah yang berusaha mengatasi pendemi Covid-19. Seperti jemaat mula-mula yang selalu hidup dalam ancaman persekusi.
Namun, kesemua itu harus juga didukung dengan doa. Doa merupakan sarana komunikasi kita dengan Bapa di Surga. Dalam berdoa pun Tuhan Yesus menginginkan kita untuk berjaga-jaga dan berdoa dalam menanti kedatangan Anak Manusia. Kita berdoa juga agar terluput dari tanda-tanda akhir jaman yang telah dinubuatkan. Pemazmur menyatakan orang yang takut akan Tuhan kepada- nya akan ditunjukkan jalan yang harus dipilihnya dan anak cucunya akan mewarisi bumi (Mzm. 25).
Memasuki minggu Adven I ini, kita diajak untuk berjaga-jaga dan berdoa selalu dalam menanti kedatangan Mesias yang dijanjikan. Marilah kita merenungi jalan hidup yang telah kita pilih. Apakah saya sudah mengutamakan Tuhan dalam hidup? Apakah saya masih mementingkan diri sendiri dalam hidup? Apakah saya sudah mengikuti ketetapan dan perjanjian Tuhan? Apakah saya memelihara jam doa sebagai sarana komunikasi dengan Bapa di Surga? (RCT)