Bersandar Penuh Hanya pada Tuhan
Sore itu, tampak seorang ibu paruh baya dengan punggung sudah mulai membungkuk berjalan pelan menuju rumah ibu saya untuk menghadiri ibadah pengucapan syukur. Sontak saya menghampiri beliau, menuntun memasuki rumah seraya bertanya, kemana anak perempuan yang biasa mengantar Ibu Rukmadi, demikian nama beliau. Beliau menjawab dengan penuh senyum, “Mba Nita masih bekerja, belum pulang”. Sesampainya di teras, pertanyaan serupa dilontarkan oleh ibu-ibu yang sudah datang terlebih dahulu, diantar siapa bu? Dan kembali dengan senyum dijawab pelan, namun penuh rasa syukur “Dikanthi Gusti Yesus”… “Dituntun oleh Tuhan Yesus.”
Dalam Yeremia 17:7-8 “Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.”
Seperti pohon yang ditanam di tepi air, tidak akan pernah kekurangan orang yang bersandar kepada Tuhan. Tuhan menyediakan tepat pada waktunya. Pertolongan-Nya tidak pernah terlambat. Seperti pohon tadi, hidupnya penuh dengan berkat, daunnya tetap hijau walau saat kemarau melanda, bahkan terus berbuah sepanjang masa.
Pertanyaannya adalah, apakah kita senantiasa melibatkan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan kita? Ataukah kita datang kepada Tuhan saat kita sudah jatuh terpuruk? Seringkali, kita mengandalkan kekuatan kita sendiri, sehingga saat kerikil kecil menghalangi jalan kehidupan kita, keputusasaan pun menghantui.
Hidup pada zaman instan, memaksa kita untuk melihat dalam ketergesa- gesaan. Di mana Tuhan saat aku berteriak? Di mana Tuhan saat masalah datang bertubi-tubi? Akhirnya hidup kita seakan tidak ada harapan karena pengharapan kita kepada Tuhan pun tidak ada.
Belajar dari Ibu Rukmadi pada awal tulisan ini, dalam keterbatasan fisiknya, beliau tak kehilangan semangat dan sukacita. Walaupun tanpa pertolongan dari putri tercintanya, seperti yang biasa beliau dapatkan, tidak menyurutkan langkah meski tertatih pelan. Beliau menaruh pengharapan dan meyakini penyertaan Tuhan dalam setiap langkahnya. Seperti lirik lagu berikut ini:
Tak ku tahu kan hari esok. Namun langkahku tegap. Bukan surya kuharapkan. Karna surya kan lenyap. O tiada ku gelisah. Akan masa menjelang .Ku berjalan serta Yesus. Maka hatiku tenang. Banyak hal tak kupahami. Dalam masa menjelang. Tapi trang bagiku ini. Tangan Tuhan yang pegang
Mari kita mengambil keputusan, untuk berani mengandalkan Tuhan dan menyerahkan segala hal di bawah kaki salib-Nya. Teruslah melihat dengan mata iman, bagaimana Tuhan akan bekerja luar biasa untuk menolong kita, anak-anak- Nya yang percaya penuh dan bersandar hanya kepada Tuhan. (AWI)