Berserah, bukan Menyerah

Jika Bapak/Ibu/Saudara ditanya “Apa kesusahan atau masalah hidup terbesar yang pernah dialami dalam hidup ini, maka apa jawaban Anda?” Barangkali saat ini pun Anda masih berada dalam kondisi sulit yang diharapkan segera berlalu. Misalnya, mengalami sakit penyakit, kondisi keuangan sedang tidak stabil, tantangan dalam mendukung kelanjutan pendidikan anak, relasi dengan pasangan hidup, atau permasalahan yang lain. Kita merasa sepertinya sedang berada pada titik terendah.

Sebagian orang mungkin menilai dan merasa jika hidupnya tak memiliki harapan atau masa depan yang lebih baik untuk dijalani. Ketika merasa pada titik tersebut, respon orang berbeda-beda. Bisa saja mereka menjadi apatis dan bahkan mengalami depresi. Bagi orang yang merasakan hal itu, kemungkinan akan merasa berat dalam menjalani kehidupannya. Perjalanan waktu dari pagi sampai malam tak lagi dapat dinikmati. Sangat mungkin seseorang yang berada pada situasi sulit secara berkepanjangan pada akhirnya menyimpulkan “hidup tak lagi berarti”.

Semoga Bapak/Ibu/Saudara yang mencerna tulisan ini tak berhenti pada dua alinea di atas. Pernahkah kita melanjutkan pertanyaan-pertanyaan di atas dengan satu pertanyaan lagi “Berapa banyak persoalan sulit yang Anda alami dapat dihadapi dan dilewati?” Bahkan, bisa jadi, berlalunya pun tanpa kita sadari. Sebagai contoh, kita sebagai orang tua mungkin pernah pusing memikirkan dukungan dana dan waktu bagi pendidikan anak. Kita khawatir tidak dapat mengantarkan anak-anak kita dapat menyelesaikan pendidikan hingga jenjang tertinggi sesuai dengan ekspektasi mereka. Saat menghadapi hal itu, tentulah kita pusing memikirkannya dan lebih pusing lagi mengupayakan cara mengatasinya. Namun, tanpa kita sadari, nyatanya hari ini anak-anak yangTuhan percayakan kepada kita sudah menyelesaikan pendidikannya. Bisa jadi, mereka sudah mulai berkarya dalam tugas kerja yang jadi impiannya. Bahkan mungkin dengan kerelaannya, sang anak berganti menopang kehidupan ekonomi orang tua yang secara usia tak lagi seproduktif sebelumnya. Contoh lain adalah ketika kita mengalami sakit penyakit. Contoh ini mungkin dapat menggambarkan mentalitas seseorang, yakni saat mengalami permasalahan, kita bisa menerima, berdamai, dan berserah atas kesulitan yang kita hadapi. Ketika kita mengalami sakit dan sampai pada titik kulminasi, situasi terberat, tersakit, terkritis, yang menunjukkan situasi berat untuk kita tanggung, ajaibnya, kita mulai dapat “berdamai” dengan kondisi sakit yang kita rasakan. Meskipun berbagai upaya pengobatan sudah kita jalani, ketahanan fisik mulai lemah karena manahan sakit yang tak kunjung pergi, namun pikiran kita tak lagi terlalu terbebani dengan kekhawatiran. Pada tititk tersebut, kita justru dapat menerima bahwa kelemahan adalah sebuah proses alami. Sekalipun sakit itu masih ada, tetapi terasa tidak sesakit seperti ketika pertama merasakannya. Apakah berarti penyakitnya hilang? Bisa jadi tidak, namun pikiran dan perasaan kita yang menyalahkan keadaan dan mungkin mempertanyakan kemahakuasaan Tuhan bisa jadi sudah hilang. Keluhan berganti dengan keikhlasan sehingga di sela kondisi sakit, kita masih bisa tersenyum dan bersukacita.

Bercerita mengenai pergumulan menghadapi sakit penyakit, saya jadi teringat pada kakak sepupu. Kakak sepupu saya adalah orang yang selalu ceria. Hidupnya dipenuhi dengan canda dan tawa yang membuat orang di sekitarnya ikut merasa terhibur dan merasakan sukacita. Walau hidup dalam kesederhanaan, tak sekalipun saya mendengar keluar kata keluhan atau menyalahkan Tuhan atas kehidupan yang dijalaninya. Sampai pada suatu saat, saya terhenyak ketika dering telpon dari kerabat terdekat saya terima. Saudara saya mengabarkan bahwa sepupu saya yang selalu ceria dan penuh sukacita telah dipanggil Tuhan. Tuhan lebih sayang pada kakak sepupu saya dengan menjemputnya dalam waktu yang tiba-tiba. Saya baru tahu, bahwa ternyata bertahun-tahun kanker payudara sudah menggerogoti tubuhnya. Saya heran dan takjub merenungkannya. “Kok bisa ya?” Dalam kondisi sakit penyakit yang dideritanya, tetapi dia adalah pribadi yang menyenangkan, penuh sukacita, dan canda. Tak tampak bahwa dia sedang menanggung beban berat.

Selama hidupnya, tanpa diketahui banyak orang, sesungguhnya kakak sepupu dan keluarganya tentu mengupayakan kesembuhannya. Ikhtiar yang dilakukan dibarengi oleh kesediaan dirinya berdamai dengan keadaan sakit yang dialami. Mentalitas berdamai dan menerima kondisi sakit yang dideritanya, nyatanya menjadi penguat hidup bagi kakak sepupu, dan itu menular bagi orang-orang di sekitarnya.

Akhirnya perenungan saya (dan untuk kita semua) kita kembalikan pada filosofi kehidupan yang kita dasarkan pada firman Tuhan. “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan- pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya” 1Kor. 10:13.

Setiap persoalan yang kita hadapi pasti ada jalan keluar. Walaupun terkadang tidak sesuai dengan angan-angan yang kita harapkan. Yang penting itu jalan keluar yang Tuhan nyatakan. Jika kita mengimani dan mewujudkannya dalam hidup keseharian, sesungguhnya rasa syukur yang akan mengemuka.

Hidup yang dilandasi rasa syukur akan menguatkan dan memberi energi bagi kita. Itu sebabnya orang-orang yang mensyukuri kehidupan yang Tuhan percayakan kepadanya menjadi pribadi yang tidak mudah menyerah. Selalu ada keindahan yang dilihat atas kehidupan yang dijalaninya. Pada akhirnya kita terus menyadari kemahakuasaan Tuhan sebagai Sang Khalik. Menumbuhkan sikap mental kita sebagai pribadi yang mengandalkan kekuatan Tuhan, bukan diri pribadi. Selamat menjalani dan melanjutkan kehidupan dengan lebih berserah, bukan menyerah. Tuhan memampukan dan melayakkan kita. (WSE)

KEBAKTIAN MINGGU

SIAPA YANG LEBIH BERHARGA

Yesaya 65 : 1 – 9; Mazmur 22 : 19 – 28; Galatia 3 : 23 – 29; Lukas 8 : 26 – 39

Kebaktian 22 Juni 2025 oleh Pdt. Frida Situmorang (GKI Samanhudi)

Pendahuluan

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering tanpa sadar menilai orang berdasarkan status, latar belakang, penampilan, atau masa lalu mereka. Ada yang dianggap lebih penting karena jabatannya, lebih rohani karena penampilannya, atau lebih layak karena asal usulnya. Namun, pertanyaan penting yang perlu kita renungkan adalah: siapa yang sebenarnya lebih berharga di mata Tuhan?

Nabi Yesaya menyampaikan bahwa Tuhan memperkenalkan diri-Nya kepada bangsa yang tidak mencari-Nya. Ia berkata, “Aku telah berkenan memberi petunjuk kepada orang-orang yang tidak bertanya-tanya tentang Aku.” Sebaliknya, umat yang seharusnya mengenal dan menaati Tuhan justru memberontak, menyakiti hati-Nya dengan sikap keras kepala dan penyembahan berhala. Tapi Allah, dalam kesetiaan-Nya, tetap menjaga sisa umat yang takut akan Dia. Ini menggambarkan kasih karunia yang tidak terbatas oleh bangsa, tradisi, atau sejarah rohani. Yang dikejar Tuhan bukanlah kemurnian ritual, tapi hati yang rindu mengenal-Nya.

Mazmur 22 menambah lapisan makna yang dalam. Di tengah ratapan dan penderitaan, pemazmur berseru kepada Tuhan, dan mengakui bahwa Allah tidak memandang hina kesengsaraan orang yang tertindas. Bagi Tuhan, suara dari lembah kesakitan sama berharganya dengan pujian dari tempat tinggi. Bahkan dikatakan bahwa semua bangsa dan segala penghuni bumi akan datang menyembah-Nya. Artinya, tidak ada golongan yang lebih dekat atau lebih jauh; semua punya tempat di hadapan-Nya.

Rasul Paulus kemudian menjelaskan inti dari Injil dalam suratnya kepada jemaat di Galatia. Di dalam Kristus, tidak ada lagi perbedaan antara Yahudi atau Yunani, budak atau orang merdeka, laki-laki atau perempuan. Semuanya adalah satu. Ini bukan hanya slogan kesetaraan, tapi sebuah pernyataan iman: bahwa setiap orang yang percaya adalah anak Allah dan ahli waris janji-Nya. Di hadapan Tuhan, imanlah yang menjadi dasar nilai kita, bukan ras, gender, kedudukan sosial, atau sejarah hidup.

Lalu kita sampai pada kisah Yesus dan seorang yang kerasukan di tanah Gerasa. Ia adalah sosok yang dijauhi, dianggap gila, dan bahkan tinggal di kuburan. Masyarakat sudah menyerah padanya. Namun Yesus tidak. Ia melihat seseorang yang berharga, yang pantas dipulihkan. Setelah disembuhkan, orang itu duduk dengan tenang, berpakaian, dan waras. Dan lebih dari itu, ia diutus Yesus untuk kembali ke rumahnya dan memberitakan kasih Allah. Orang yang semula dianggap “sampah masyarakat” justru menjadi saksi kasih Tuhan.

Jadi, siapa yang lebih berharga? Bukan yang paling benar di mata manusia. Bukan pula yang paling religius secara lahiriah. Yang berharga adalah mereka yang dijangkau kasih karunia, yang mengalami pemulihan, dan yang mau hidup dalam kebenaran Tuhan. Itu bisa siapa saja: orang biasa, orang terbuang, orang berdosa, bahkan kita sendiri.

Maka, mari kita berhenti membandingkan diri atau menghakimi orang lain. Kita semua berdiri setara di hadapan salib Kristus. Dan di mata-Nya, setiap jiwa begitu bernilai. Yang Tuhan cari bukanlah kesempurnaan, tapi hati yang mau dipulihkan dan diutus.

Kiranya kita belajar untuk melihat sesama seperti Kristus melihat orang Gerasa itu—bukan dari apa yang tampak, tapi dari potensi pemulihan dan kasih yang bisa dinyatakan melalui hidupnya. Karena siapa pun kita, ketika dipanggil oleh kasih-Nya, kita menjadi sangat berharga.

Jadwal Kebaktian GKI Kota Wisata

Kebaktian Umum 1   : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian Umum 2  : Pk. 09.30 (Hybrid)

Kebaktian Prarem 8 : Pk 07.00 (Onsite)

Kebaktian Prarem 7 : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian ASM 3-6  : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian ASM 1-2   : Pk. 09.30 (Onsite)

Kebaktian Batita, Balita: Pk. 09:30 (Onsite)

Kebaktian Remaja  Pk 09.30 (Onsite)

Kebaktian Pemuda Pk. 09.30 (Onsite)

Subscribe Youtube Channel GKI Kota Wisata dan unduh Aplikasi GKI Kota Wisata untuk mendapatkan reminder tentang kegiatan yang sedang berlangsung

 

 

GKI Kota Wisata

Ruko Trafalgar Blok SEI 12
Kota Wisata – Cibubur
BOGOR 16968

021 8493 6167, 021 8493 0768
0811 94 30100
gkikowis@yahoo.com
GKI Kowis
GKI Kota Wisata
: Lokasi

Nomor Rekening Bank
BCA : 572 5068686
BCA : 572 5099000 (PPGI)
Mandiri : 129 000 7925528 (Bea Siswa)

Statistik Pengunjung

699615
Users Today : 897
Users Yesterday : 1512
This Month : 26318
This Year : 251765
Total Users : 699615
Who's Online : 13