Dikasihi dan Berkenan kepada Allah
Di awal tahun 2024 ini, media sosial dan media konvensional dipenuhi dengan berbagai upaya dari para calon legislatif dan calon pemimpin daerah maupun negara yang berusaha menampilkan prestasi-prestasi dan kebaikannya kepada sesama. Hal ini menjadi lumrah karena memang saat ini bangsa Indonesia sedang berada pada tahapan pesta demokrasi untuk memilih perwakilan rakyat dan pemimpin daerah bahkan calon presiden dan wakil presiden. Manusia secara alamiah akan berusaha menampilkan sisi terbaiknya ketimbang menunjukkan sisi buruknya. Bagi para calon legislatif dan pemimpin yang akan dipilih masyarakat, upaya menampilkan sisi baiknya kita kenal dengan istilah pencitraan.
Pencitraan ini tidak hanya terjadi pada para politisi, melainkan hampir di seluruh lini kehidupan. Pencitraan dapat juga terjadi di lingkungan rumah ibadah kita, supaya tampak saleh, dermawan dan setia. Di hadapan manusia, pencitraan kesalehan yang dilakukan melalui peribadahan ini bisa jadi tampak baik. Akan tetapi di hadapan Tuhan, pencitraan semacam ini merupakan kesia-sian belaka. Tuhan tidak berkenan terhadap manusia yang membangun kesalehan palsu.
Hari ini, kita merayakan Minggu Pembaptisan Yesus. Injil Markus mencatat peristiwa ini sebagai peristiwa pertama tentang Yesus dan Yohanes pembaptis sebagai kedua tokoh sentral. Yohanes pembaptis menyerukan pertobatan bagi semua orang Yahudi dan termasuk non Yahudi. Mereka yang datang dari berbagai daerah mengaku dosa dan memberi diri dibaptis (Mrk. 1:5). Sehingga, baptisan Yohanes disebut Paulus sebagai baptisan tobat (Kis. 19:4). Saat itu, Yesus juga mendengar tentang pelayanan Yohanes Pembaptis dan berusaha datang dari Nazaret ke sungai Yordan untuk menemui Yohanes dan memberi diri dibaptis seperti halnya orang-orang banyak. Namun, yang membedakan Yesus dengan orang kebayanyakan adalah Yesus tidak berdosa.
Yesus yang dibaptis walaupun tidak berdosa menunjukkan sikap toleransi Yesus kepada orang-orang berdosa. Ia mau dibaptis bersama dengan orangorang berdosa walaupun sejatinya Ia yang dikemudian hari disalibkan akan menanggung dosa umat manusia. Peristiwa pembaptisan Yesus juga mendemonstrasikan kerendahan diri Yohanes yang lebih dahulu “populer” saat itu. Yohanes tidak lupa bahwa dirinya adalah utusan yang mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Ia tidak berbangga diri melainkan dalam kerendahan hati memberitakan: “Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa daripada aku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak. Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus.” (Mrk. 1: 7-8) Melalui pekerjaan Yohanes, saat Yesus dibaptis, hadirlah teofani Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus yang nampak dalam Roh yang menyerupai burung merpati dan suara dari surga, “Engkaulah Anak-Ku yang terkasih, kepada-Mulah Aku berkenan” (Mrk. 1:11).
Kisah pembaptisan Yesus menunjukkan kebesaran kuasa dan solidaritasNya bagi orang berdosa yang memberikan pengharapan besar bagi seluruh umat manusia. Melalui percaya kepada Yesus dan menerima baptisan dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, manusia diberi kehidupan yang dikasihi dan diperkenankan oleh Allah tanpa perlu usaha pencitraan. Baptisan menjadi tanda bahwa dosa kita telah ditenggelamkan dan kita diberi kesempatan untuk mengalami karya Roh yang menghidupkan serta memberi kehidupan yang baru sebagai orang yang dikasihi dan berkenan kepada Allah. Melalui baptisan, kita kemudian mewujudkan kualitas hidup sebagai orang yang dikasihi dan berkenan kepada Allah dengan ikut serta dalam gerak solidaritas Kristus bagi orang berdosa. (RCT)