Disiplin diri
1 Kor 9:27 “Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak. “
DISIPLIN DIRI
Seperti apa yang seseorang pikirkan, itulah yang akan terjadi. Jika kita mengaspirasikan hidup yang melayani hingga akhir Tuhan panggil, kita perlu menjadikan itu aspirasi atau impian. Impian ini akan mengarahkan kita berpikir apa yang harus saya lakukan? Karakter apa yang harus saya kembangkan? Pokok-pokok doa apa yang harus saya doakan? Disiplin-disiplin apa yang harus saya bangun.
Penulis terkenal Charles R. Swindoll dalam bukunya: “So, You Want to Be Like Christ?” mengatakan: ”Yang membedakan kekristenan dengan kepercayaan lainnya ialah tujuannya yaitu menjadi serupa dengan Kristus. Sehingga kesalehan dalam konteks kristiani bukan sekedar moralis, bukan hanya ibadah secara lahiriah, bukan hanya konsep tentang Allah, bukan pula kebajikan ataupun idealisme melainkan hidup yang berakar pada Kristus.”
Paulus sangat sadar akan keinginannya untuk finish well, seperti terungkap dalam banyak tulisannya, salah satunya dalam 1 Korintus 9: 27 ini: Tetapi aku melatih tubuhku dan mengua-sainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak. Dia menuliskan ini pada usia sekitar 50 tahun, ketika sudah melayani Tuhan selama kurun waktu 20 tahunan. Dia menyadari pentingnya di-siplin agar hidupnya sendiri berhasil di mata Tuhan. Hasil riset Dr. Robert Clinton, seorang professor kepe-mimpinan senior menyimpulkan, salah satu faktor yang menjadikan tokoh-tokoh pemimpin dalam Alkitab, adalah disiplin. Dapat dibayangkan, orang yang tidak disiplin akan ber-perilaku malas. Banyak menyia-nyiakan waktu, mencari kesenangan yang tidak bermanfaat. Orang demikian mudah jatuh dalam pencobaan. Seorang yang mencapai suatu prestasi, seperti seorang pemimpin, tanpa disiplin, kinerjanya akan merosot. Perilaku tidak disiplin akan membentuk karakternya. Karena itu sudah jelas ketidakdisiplinan pribadi adalah jalan pasti menuju kegagalan.
Apa itu disiplin? Disiplin berasal dari bahasa Latin “Discere” yang berarti “belajar”. Dari kata ini timbul kata “Disciplina” yang berarti pengajaran atau pelatihan. Disiplin berasal dari bahasa Inggris yaitu “disciple” yang berarti pengikut atau murid. Saat ini kata disiplin me-ngalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian. Pertama, disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peratuaran atau tunduk pada pengawasan, dan pengendalian. Kedua, disiplin sebagai latihan yang bertujuan mengembangkan diri agar dapat berpe-rilaku tertib.
Disiplin memerlukan komitmen dan kerja keras. Dengan disiplin orang bisa mencapai sasaran-sasaran yang dia canangkan dalam rangka Finishing Well. Seperti kita belajar sebelumnya, satu kunci untuk Finishing Well adalah menyelesaikan tugas demi tugas yang diemban dengan berkualitas. Dengan disiplin tinggi saja seseorang dapat menjaga konsistensi kinerja-nya dari satu proyek ke proyek, dari satu goal ke goal berikut, hingga selesai.
Disiplin memerlukan kebiasaan ‘think before act’. Tanpa kesadaran, maka orang akan dikuasai apa yang tidak dia sadari. Di sini kedagingan gampang bermain. Dengan kesadaran, kita mempertimbangkan apa yang kita lakukan. Dari situlah perubahan-perubahan yang baik dimulai (Lihat Roma 12: 2). Dengan disiplin kita membangun kebiasaan-kebiasaan yang sehat.
Sesuai dengan visi Finishing Well, kita perlu membangun disiplin dalam area-area yang pen-ting, seperti beribadah pribadi atau saat teduh, beribadah bersama, belajar Firman, mengerjakan tugas dan pelayanan, baik di keluarga, gereja, tempat kerja, di masyarakat, dsb. Berbeda dengan perilaku legalistik keras, perilaku disiplin memiliki tujuan yang jelas, yaitu mencapai tujuan demi tujuan yang ingin dicapai. Karena itu, dengan kesadaran, orang akan melakukan disiplin dengan sukacita.
Disiplin bisa diumpamakan otot. Untuk tidak merosot, apalagi berkembang, otot perlu dilatih. Demikian juga kita perlu melatih disiplin rohani, yang bahkan lebih utama (1 Tim 4: 8).
Kita juga harus sedia menerima koreksi dari orang lain. Disiplin tidak seharusnya membuat kita menjadi orang yang kaku dan merasa benar sendiri. Dengan demikian, tidak harus ditolak, tetapi diterima dengan senang hati. Salomo menulis “Dengarkanlah nasihat dan terimalah didikan, supaya engkau menjadi bijak di masa depan. ” (Amsal 19:20).; dan ” Orang yang mengarahkan telinga kepada teguran yang membawa kepada kehidupan akan tinggal di tengah-tengah orang bijak. Siapa mengabaikan didikan membuang dirinya sendiri, tetapi siapa mendengarkan teguran, memperoleh akal budi..” (Amsal 15: 31-32). Tuhan memakai orang lain membentuk kita. Dengan doa dan pergumulan kita menerima tanggungjawab-tanggungjawab baru. Niscaya kita bisa menuntaskan misi-misi yang Tuhan siapkan bagi kita. Tuhan memberkati !!!.
-meA