Gong Xi Fa Cai
GONG XI FA CAI
(Matius 5: 3-10)
Dalam minggu ini, menyambut perayaan tahun baru Imlek, layaknya hari besar lainnya, banyak umbul-umbul berwarna merah bertuliskan Gong Xi Fa Cai, yang artinya ‘Selamat dan Semoga Banyak Rezeki!’ digantung di jalan-jalan dan penjuru Kota Wisata dan sekitar Cibubur. Apalagi di Kampoeng China, banyak dihiasi dengan lampion-lampion merah, pertunjukan barongsai, dan petasan. Ramai sekali…..
Kalau kita melihat ke belakang, selama tahun 1968 – 1999, perayaan tahun baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek. Dalam instruksi tersebut ditetapkan bahwa seluruh adat istiadat Tionghoa hanya boleh dirayakan di lingkungan keluarga dan dalam ruangan tertutup. Instruksi Presiden ini bertujuan mengeliminasi secara sistematis dan bertahap atas identitas diri orang-orang Tionghoa terhadap Kebudayaan Tionghoa.
Tak cukup Inpres no 14 tsb, tahun itu pula dikeluarkan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor 06 Tahun 1967 yang isinya antara lain menganjurkan bahwa WNI keturunan yang masih menggunakan tiga nama untuk menggantinya dengan nama Indonesia sebagai upaya asimilasi. Bahkan, kalau kita mengenal P4 sebagai “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila”, maka pada era tersebut juga ada Badan Koordinasi Masalah Cina (BKMC, berada di bawah BAKIN) yang menerbitkan tak kurang dari 3 jilid buku masing-masing setebal 500 halaman, yaitu PPMC yaitu “Pedoman Penyelesaian Masalah Cina” jilid 1 sampai 3. Luar biasa penekanan dan penindasan yang telah dilakukan.
Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mencabut Inpres Nomor 14/1967 tsb dan mengeluarkan Keppres No.6/2000 yang memberikan kebebasan kepada masyarakat Tionghoa untuk melakukan adat istiadatnya termasuk merayakan Imlek secara terbuka.
Lain padang, lain belalang…..lebih dari 1 abad yang lalu, seorang anak muda di pagi Minggu saat ia mau melangkah masuk ke Gereja, seorang penerima tamu menghalang langkahnya. “Mau ke mana kamu orang kafir?” tanya seorang pria berkulit putih padanya dengan nada yang angkuh. Anak muda itu menjawab, “Saya ingin mengikuti ibadah di sini.” Penatua Gereja itu membentaknya dengan berkata, “Tidak ada ruang untuk orang kafir di Gereja ini. Enyahlah dari sini atau saya akan meminta orang untuk melemparkan kamu keluar!”.
Suatu tindakan keangkuhan dari seorang yang seharusnya mewakili Kristus menghentikan langkah seorang anak muda untuk mempertimbangkan Kekristenan bagi dirinya, namun dia, yang kemudian dikenal dengan nama Mahatma Gandhi tidak dapat menyangkal kebenaran ajaran dan juga teladan hidup Kristus.
Dua cerita sejarah yang berbeda, namun intinya sama: PENINDASAN.
Alkitab memberikan banyak contoh tentang penindasan, yang aktor utamanya memang si iblis….., Rasul Paulus memberi petunjuk rinci tentang penindasan:
- Dalam 2 Korintus 11:14, Paulus mengajarkan bahwa iblis itu cukup licik untuk menyamar sebagai “malaikat terang” dan dengan demikian, ia menipu sangat banyak orang percaya.
- Dalam 2 Korintus 12:7, Paulus menyatakan bahwa ada “utusan Iblis” yang menyiksanya. Dalam hal ini, Allah mengizinkan iblis untuk melanjutkan pekerjaannya sebagai sarana untuk membuat Paulus tetap rendah hati dan bergantung kepada Allah.
- Dalam Efesus 4:26-27, Paulus memperingatkan orang percaya supaya tidak berlama-lama marah dan memberi tempat atau pijakan bagi iblis dalam hidup mereka.
Sebagai seorang Kristen, ketahuilah bahwa iblis adalah musuh nomor satu kita. Sedapat mungkin ia akan melakukan apapun untuk membuat kita tidak efektif dalam perjalanan kita dengan Allah.
Pun sebagai seorang Kristen, kita tentu tahu Sabda Tuhan Yesus seperti tertulis dalam Matius 5:3-10:
– Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
– Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.
– Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.
– Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.
– Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.
– Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.
– Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
– Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Apakah kita sudah melakukannya?
Tidak perlu tauladan dari seorang Mahatma Gandhi yang begitu terinspirasi dengan Sabda Tuhan Yesus ini sehingga membuat dia mengangkat hal-hal yang baik yang ditemukan di dalam ajaran dan kehidupan Kristus dan menerapnya sebagai falsafah kehidupannya.
Tidak perlu juga tauladan dari seorang Gus Dur yang juga melakukan prinsip kasih dalam semangat pluralisme ketika mencabut Inpres Nomor 14/1967 tsb.
Kita punya Tuhan Yesus, Guru yang Mulia, Tauladan yang abadi, yang telah membebaskan kita dari penindasan-penindasan dosa, dan secara total dan sepenuhnya mengalahkan iblis. Saatnya kita melakukan sabda Tuhan Yesus ini dengan cara: seumur hidup berjalan dalam kehendak Allah, memprioritaskan kehendak Allah, tidak menjalankan kehendak sendiri, taat di dalam pergumulan, dan taat sampai mati!
Gong Xi Fa Cai! (CSI)