Hari Minggu, hari Tuhan
Hari Minggu Hari Tuhan
Sesama sebagai Mitra Berkarya adalah tema Ibadah Remaja 17 April 2016 yang lalu dibawakan oleh Pdt. Gordon S. Hutabarat, dimana dalam konteks remaja tujuan dari tema ini adalah menjelaskan bahwa pada hakikatnya manusia diciptakan seturut dengan rupa Allah, dan sebagai bacaan diambil dari kitab Kejadian, yaitu pasal 1 ayat 1 dimulai dengan “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi dst”, dan Allah menyelesaikan pekerjaan menciptakan langit bumi dan isinya pada hari yang keenam dengan menciptakan manusia menurut gambar-Nya maka dijelaskan bahwa Allah adalah pribadi yang bekerja, dilihat dari kata “menciptakan” yang merupakan kata kerja, sehingga sudah seharusnya manusia yang serupa dengan citra Allah juga bekerja dalam kehidupannya dan Allah beristirahat pada hari ketujuh.
Yang menarik untuk saya bagikan dalam tulisan ini Allah menguduskan hari ketujuh sebagai waktu beristirahat yang dalam Kitab Taurat disebut sebagai hari Sabat, dimana setiap orang Yahudi dilarang untuk melakukan, sebagaimana dikatakan dalam Kitab Keluaran “Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat” (lih. Kel 20:8). Yesus sendiri menyatakan “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” (Mat 5:17). Kalau dalam PL dikatakan bahwa kita harus menguduskan hari Sabat dan Yesus tidak datang untuk meniadakan hukum Taurat, maka mengapa sekarang umat Kristen secara umum beribadah pada hari Minggu?
Tuhan memerintahkan hari Sabat sebagai hari Tuhan
Sabat (Ibrani: shabbath) adalah dimulai dari hari Jumat sore (matahari terbenam) sampai Sabtu sore (matahari terbenam). Dan secara prinsip, Allah menginginkan manusia untuk menyembah-Nya secara khusus, karena Allah adalah Pencipta dan Pemelihara kehidupan. Sabat, hari ke tujuh dalam penciptaan, adalah hari khusus yang diberkati dan dikuduskan oleh Allah, karena Allah berhenti dari segala pekerjaan ciptaan yang telah dibuat-Nya (lih. Kej 2:2-3). Karena Sabat adalah hari yang dikuduskan oleh Allah, maka Allah melarang umat-Nya untuk bekerja pada hari Sabat (Kel 20:9-11). Sabat merupakan tanda peringatan antara manusia dengan Allah dan menjadikannya perjanjian kekal (lih. Kel 31:13). Lebih lanjut Allah juga memerintahkan untuk memelihara hari Sabat (Im 19:3) dan yang melanggar hari Sabat dihukum mati (lih. Kel 31:14). Dari ayat-ayat tersebut di atas, dan masih banyak ayat-ayat yang lain, hari Sabat memang ditentukan oleh Tuhan sendiri yang harus dijalankan oleh umat-Nya secara turun-temurun.
Perjanjian Baru menggenapi dan menyempurnakan Perjanjian Lama
Kita masih mengingat bahwa Yesus sendiri beberapa kali berdebat dengan kaum Farisi yang memberikan beban yang tak tertanggungkan kepada manusia (Mat 23:4) dan kemudian Yesus menyatakan bahwa hari Sabat dibuat untuk manusia, bukan sebaliknya (Mrk 2:27). Yesus sendiri menyembuhkan orang pada hari Sabat dan membela muridnya ketika mereka mengambil makanan di ladang, dan Yesus mengutip tentang apa yang dilakukan oleh Daud (Mat 12:3). Lebih lanjut, Rasul Paulus menegaskan bahwa hari Sabat tidak mengikat umat Kristen (Kol 2:16).
Kebangkitan Tuhan adalah menjadi pokok iman Kristen dan kebangkitan Yesus terjadi pada hari Minggu, yang disebut sebagai hari pertama di dalam minggu (Luk 24:1). Setelah kebangkitan-Nya, Tuhan Yesus menampakkan diri dalam perjalanan ke Emmaus, dan melakukan pemecahan roti di depan murid-murid-Nya pada hari kebangkitan-Nya, yaitu hari Minggu, hari pertama minggu itu (Luk 24:13-35). Jemaat Kristen perdana yang non Yahudi merayakan hari Tuhan pada hari Minggu (Kis 20:7). Selanjutnya, maka perayaan Hari Tuhan bagi umat Kristen adalah hari Minggu yang dikatakan sebagai hari pertama di dalam minggu, dan bukan hari terakhir dalam minggu (bukan Sabat).
Lalu bagaimana sikap kita dengan saudara seiman yang menjalankan kewajiban hari Sabat setiap Jumat sampai dengan Sabtu? Rasul Paulus memberikan penjelasan dalam Roma 14 : 6 “Siapa yang berpegang pada suatu hari yang tertentu, ia melakukannya untuk Tuhan. Dan siapa makan, ia melakukannya untuk Tuhan, sebab ia mengucap syukur kepada Allah. Dan siapa tidak makan, ia melakukannya untuk Tuhan, dan ia juga mengucap syukur kepada Allah”. Sudah sepatutnya kita menghormati keyakinan-keyakinan yang berbeda dengan tidak menghakimi apakah itu benar atau salah menurut ukuran kita sendiri.
Dalam konteks kehidupan bergereja, Majelis Jemaat mengajak umat untuk turut dalam pelayanan bersama sebagai bentuk persembahan waktu kehidupan kita untuk pekerjaan-pekerjaanNya, dimana umumnya aktifitas pelayanan dan pertemuan-pertemuan adalah di hari Minggu. Marilah kita semua memberikan waktu dan tenaga terbaik yang kita miliki (bukan sisa waktu kita), dengan penuh sukacita tidak diukur dari kuantitas melainkan kualitas pelayanan yang kita lakukan. Sehati dan Sepikir sebagai Tema Pelayanan GKI Kota Wisata 2016-2017 harus diwujudnyatakan dan dirasakan oleh semua anggota jemaat GKI Kota Wisata.
Soli deo Gloria (DHA)
ref:
www.alkitab.sabda.org
www.katolisitas.org