Hidup yang Berpusat pada Kristus
Menjadi pengikut Kristus menolong kita untuk hidup dengan benar, bahkan dikatakan hidup yang berkenan kepada Allah, hidup yang bermakna dan berguna. Pertanyaannya, apakah hal ini dialami oleh banyak orang? Dalam perenungan ini, kita akan memfokuskan pada kontras dua macam kehidupan, yakni “hidup berpusat pada diri sendiri” dan “hidup berpusat pada Kristus.”
Fokus hidup manusia umumnya pada pencapaian atas kekayaan, kekuasaan, prestasi, dan hal-hal yang menunjukkan eksistensi diri pada dunia. Kerap kali juga masyarakat lebih menghargai orang yang berprestasi, berhasil dalam kemampuan finansial, dan menduduki jabatan penting dalam masyarakat.
Kita adalah manusia berdosa. Bersyukur bahwa Tuhan Yesus telah menebus kita dengan darah-Nya, mati untuk dosa-dosa kita dan membebaskan kita dari dosa. Ketika kita menerima Kristus, yang harus kita lakukan adalah bertobat dan berbalik dari dosa. Kita telah mati bagi dosa. Kita mati untuk dosa dengan Kristus, dan sebagai hasilnya, kita dapat dibangkitkan dengan Kristus, atau memiliki hidup kebangkitan Kristus. Adalah hal yang mustahil jika kita menggunakan tangan kita untuk menyambut Yesus dan keselamatan-Nya, tetapi tangan kita masih memegang dosa. Pertama-tama kita harus mati terhadap diri sendiri dan dosa kemudian ada kebangkitan. Seseorang yang tidak mati bagaimana bisa bangkit? Mati di dalam Tuhan akan menghasilkan hidup kebangkitan di dalam diri kita dan inilah yang memungkinkan kita untuk hidup bagi Yesus. Ketika kita hidup untuk Kristus, tujuan penebusan Kristus tercapai.
Setiap orang Kristen sejatinya adalah seorang yang hidup berpusat pada Allah. Ia tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi hidup untuk Tuhan. “Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka” (2Kor. 5:15 ).
Seorang yang memanggil Yesus sebagai Tuhan, namun tidak hidup seturut kehendak-Nya dapat dipastikan ia bukanlah anak Tuhan sejati. Di dalam Matius 21:28-32, Tuhan Yesus menyampaikan tentang perumpamaan dua orang anak. Siapakah orang yang menjawab ‘Ya’ tapi tidak melakukannya? Mereka adalah orang-orang agamawi yang memegahkan diri, “Segala yang difirmankan Tuhan akan kami lakukan”. Orang-orang semacam ini tidak akan pernah menyenangkan hati Tuhan karena mereka bertumpu dan berpusat kepada kekuatan dirinya sendiri. Dan siapa yang mengatakan tidak mau, tetapi akhirnya melakukan kehendak Bapa? Mereka adalah para pendosa yang jujur, yang sadar dirinya tidak mampu menaati Taurat, namun memercayai, taat, dan mau hidup untuk Yesus.
Hidup berpusat pada Kristus berarti tidak mencari kepentingan diri. Mereka tidak mencari kesenangan diri sendiri, tetapi melakukan apa yang menyenangkan hati Tuhan. Sebaliknya, jika hidup hanya mencari kemuliaan dan hormat bagi diri, tentunya ini tidak berkenan kepada Tuhan. Orang-orang seperti ini yang seringkali menjadi penyulut perseteruan dalam gereja.
Hidup berpusat pada Kristus berarti rela untuk diubah oleh Kristus dan rela menjadi apa saja yang Kristus mau atas diri kita. Kita harus taat dan tunduk pada apapun yang menjadi kehendak Tuhan atas diri kita. Seperti halnya Paulus, ia rela dibentuk Tuhan, berbuat apa saja demi Injil. Maukah dan relakah kita dibentuk oleh Tuhan? Hidup bagi Kristus berarti menyerahkan diri sepenuhnya dan itu justru mendatangkan kebahagiaan kekal.
Hidup berpusat pada Kristus berarti tidak lagi berpikir secara bagaimana dunia melihat diri kita dalam melakukan pelayanan. Melainkan bagaimana Tuhan melihat hati kita dalam melakukan pelayanan. Tuhan tidak melihat jabatan-jabatan gerejawi ataupun badan pelayanan yang kita miliki, melainkan ketulusan dalam pelayanan yang berpusat pada Kristus. Pada akhirnya, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga”(Mat. 7:21). (THS)