Hikmat dan Bijak Menilai Informasi
Pada awal tahun 2000, ada acara televisi yang menghadirkan atau menampilkan peserta yang mirip dengan artis, selebritis, atau tokoh bangsa. Nama acara tersebut ASAL,singkatan dari asli atau palsu. Para peserta dibandingkan dan diminta oleh juri untuk menampilkan kemiripannya dengan para artis, selebritis, atau tokoh bangsa tertentu.Selanjutnya, penonton diminta untuk menilai peserta mana yang memiliki tingkat kemiripan tertinggi. Tentunya penonton harus mengenal betul tokoh asli dan jeli dalam mencermati tampilan peserta, agar dapat memilih peserta yang paling mirip dengan sang tokoh.
Berbicara mengenai mencermati suatu fenomena, hendaknya kita harus bersikap hati-hati agar tidak salah menilai. Seiring dengan perkembangan teknologi, ragam informasi bisa dengan mudah dan cepat sampai ke tangan kita. Namun, bijaklah dalam menilai sebuah informasi yang sampai ke tangan kita. Mencari tahu apakah informasi tersebut benar atau salah, atau merupakan berita hoax. Akhir-akhir ini,hoax sudah sangat akrab dalam keseharian kita. Terkadang kita tidak bisa lagi membedakan apakah berita ini benar atau hoax. Berita hoax semakin banyak beredar. Sebagai gambaran, pada masa pandemi Covid 19, mulai bulan Januari 2020 sampai dengan Juni 2020, tercatat ada 850 berita hoax yang beredar melalui media informasi digital.
Mendekati tahun politik 2024, diprediksi berita hoax akan semakin marak, penyebarannya seperti tak terbendung. Berita hoax ini tentu sangat meresahkan masyarakat. Guna mengantisipasi hal itu, Pemerintah terus melakukan usaha untuk meminimalisir adanya berita hoax, dengan menerbitkan UU dan peraturan-peraturan lainnya.
Bagaimana respon kita ketika mendengar dan menerima informasi? Mengapa sulit bagi kita membedakan mana informasi yang benar dan mana yang tidak? Sebagai pengikut Kristus, kita diajarkan untuk bijak dan kritis terhadap suatu berita yang beredar di sekitar kita.
Kita bisa belajar dari peristiwa yang terjadi 2.000 tahun yang lalu. Jauh sebelum ada teknologi foto dan video yang dapat dimanipulasi. Alkitab mengingatkan kepada kita: Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat,sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga (Mat. 24:24).
Yang menjadi penekanan adalah bagaimana kita harus melakukan sesuai bagian kita, yaitu untuk menguji apa yang kita dengar dari pengajaran atau informasi yang kita terima, terlebih dalam hal pengajaran rohani. Rasul Paulus dalam Kisah Para Rasul 17:11 menyampaikan: Orang-orang Yahudi di kota itu lebih baik hatinya dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika,karena mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian.
Sebagai umat kristiani, kita tidak pernah dipanggil untuk bergantung pada iman yang buta, melainkan agar mendasarkan iman kita pada pengetahuan dan pemahaman rohani. Itulah sebabnya Allah memberi kepada kita hikmat serta akal budi untuk membaca, memeriksa, dan mendiskusikan firman-Nya.
Marilah, sebagai umat Kristen, kita gunakan segala kekuatan dan kemampuan yang Tuhan anugerahkan untuk memeriksa setiap informasi dan pengajaran yang kita terima. Selain itu, kita juga perlu mengontrol respon atas setiap informasi yang diterima, sehingga tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Tuhan memampukan kita. (AKR)