Hukum dan Kasih
Hukum & Kasih ( Roma 2 : 15 )
Para seniman sering menampilkan profil Musa dengan wajah bersinar memegang dua buah loh batu yang terpahat dengan Dasa Titah. Gambaran tersebut tentu punya maksud agar orang-orang senantiasa mengingat Dasa Titah yang benar-benar diberikan bagi manusia. Pancaran wajah Musa yang bersinar pun bermaksud bahwa orang yang berpegang pada Titah Allah adalah orang yang kudus.
Dasa Titah yang Allah turunkan melalui Musa adalah contoh langsung atas campur tangan Allah dalam hidup manusia. Allah campur tangan dalam hidup manusia dengan cara mengatur kehidupan dan tingkah lakunya. Hukum tersebut bukan hanya mengatur hubungan Anda dengan saya, tetapi juga mengatur hubungan kita dengan Allah. Hukum itu menunjukkan apa yang boleh dan tidak boleh kita lakukan terhadap sesama maupun terhadap Allah.
Allah yang memberikan hukum adalah Allah yang mengasihi umat-Nya (Kel 5:6). Sebelum memberikan Sepuluh Hukum, Allah lebih dahulu memperkenalkan diri-Nya sebagai Allah yang telah membawa umat Israel keluar dari tanah Mesir, tanah perbudakan (Kel 5:6). Perkenalan diri tersebut penting karena Allah ingin agar mereka percaya bahwa sesungguhnya Dia mengasihi mereka, sehingga peraturan-Nya pun pasti tidak pernah lepas dari kasih-Nya kepada umat-Nya. Standar ukuran hukum Taurat sangatlah tinggi: “Kudus, mengasihi, sempurna,” ini adalah ceriman dari Allah sendiri. Orang mungkin bertanya-tanya apakah mungkin tuntutan hukum Taurat itu dapat dipenuhi.
Bagaimana caranya kebenaran hukum Taurat ini dapat dijalankan dalam hidup kita? Jawaban dari pertanyaan tersebut ada dalam kebenaran ayat ini yaitu bahwa Yesus datang untuk menggenapi hukum Taurat. Yesus menggenapi seluruh hukum Taurat dalam kehidupan-Nya selama di bumi ini. Ia menjadi teladan bagi kita. Selama hidup-Nya, dalam situasi apapun juga, Ia memeperlihatkan kepada kita seperti apa hidup yang sesuai dengan standar ukuran Allah. Yesus berkata “Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepada-Nya” (Yoh 8:29). Lebih jauh lagi,Ia menggenapi hukum Taurat dalam kematian-Nya, dengan menjadi korban penebus dosa kita. Hukum Taurat menuntut hukuman mati bagi segala pelanggaran. “Dan orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati” (Yeh 18:4). “Sebab upah dosa ialah maut” (Rom 6:23).
Karena kasih-Nya kepada kita,Yesus rela mati untuk membayar tuntutan hukum Taurat atas dosa-dosa kita. “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, karena kita masih berdosa.” (Rom 5:8)
Hukum taurat ibarat sebuah rambu lalu lintas dilarang berhenti. Tanda ini biasa dipasang diperempatan jalan. Tentu saja dasar dari pemasangan tanda ini adalah KASIH, yaitu agar lalu lintas lancar sehingga orang lain tidak terganggu oleh orang yang berhenti diperempatan jalan. Kalau kita perhatikan diperempatan lampu merah, orang ada tidak berhenti malah menerobos dan ada banyak tanda larangan yang tidak diindahkan oleh pengguna kenderaan dan pejalan kaki. Yang menjadi pertanyaan mengapa mereka lakukan, karena tidak ada polisi. Bila ada polisi mereka tidak akan melanggar, karena takut ada polisi. Dan kita lihat begitu banyak pelanggaran yang terjadi akibat motivasi kepentingan pribadi.
Apakah itu berarti dia selamat karena melakukan hukum taurat ? Dalam hal di lokasi perempatan itu memang YA. Masalahnya akan lain untuk lokasi yang lain. Misalkan pada jalan yang sempit dimana tidak ada rambu larangan berhenti. Apakah kita akan berhenti di tempat tersebut sehingga memacetkan lalu lintas. Secara hukum taurat kita tidak salah karena memang tidak ada larangan berhenti. Akan selamatkah kita bila kita berhenti disitu? Beranikah kita melawan orang-orang yang di belakang kita dengan mengatakan “Lihat bung, tidak ada larangan berhenti, saya tidak melanggar peraturan lalu lintas.” Dia selamat tidak ditilang polisi, tapi dia tidak akan selamat menghadapi amukan masa.
Cobalah kita renungkan yang dikatakan rasul Paulus :
2 Korintus 3:3 : Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia.
Oleh karena itu sebagai umat Kristiani yang sejati, tanda larangan berhenti itu tidak perlu dipasang di perempatan, tetapi pasanglah di hati kita, sehingga sekalipun kita berada di jalan sempit yang tidak ada terpasang rambu-rambu dilarang berhenti, kita tidak akan berhenti karena rambu-rambu itu ada terpasang di hati kita. Demikian tertulis dalam Roma 2:15 Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela. Dan Roma 7:6 Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia, yang mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat.
Jelaslah bagi kita bahwa Hukum Taurat yang diberikan Tuhan Allah kepada manusia melalui Nabi Musa dan disempurnakan atas kedatangan Tuhan Yesus ke dunia ini, supaya setiap orang beroleh keselamatan ( Yohanes 3 : 16 ). Sebab tidak ada seorangpun yang selamat dibawah hukum taurat. Hukum Taurat memaksa kehendak supaya tidak berbuat semena-mena, tetapi harus dilandasi dengan KASIH. (IGU-dr berbagai sumber)