Iman dalam Sebuah Relasi

Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.

(Ibrani 11:1)

Kekristenan sering dikatakan bukanlah agama. Kekristenan adalah tentang relasi, tentang cara hidup. Dan hidup manusia adalah hidup bersama orang lain dan berelasi dengan orang lain. Definisi agama adalah usaha manusia untuk mencari Tuhan dengan melakukan ritual-ritual tertentu, sedang Kekristenan adalah upaya Allah untuk mencari manusia dan membina hu- bungan kasih atau berelasi secara intim dengan manusia. Dan relasi ini nyata dalam nyatakan dalam relasi yang baik dengan sesame manusia. Relasi ini dibangun saat Ia menciptakan manusia pertama untuk dikasihi-Nya. Dan relasi ini rusak oleh dosa dan Ia menawarkan sebuah kasih yang agung untuk sebuah pemulihan, yaitu Yesus Kristus. Dan kita mendapatkan relasi serta intim dengan Tuhan ini melalui iman. Relasi ini dibangun di atas dasar iman. Usaha kita pun tak akan mampu untuk memperbaiki relasi itu. Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini sehingga Ia telah mengaruniakan anak-Nya yang Tunggal suapaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh 3:16).

Kehidupan Kristiani adalah sebuah perjalanan iman. Relasi dengan Tuhan dibereskan melalui iman kepada Yesus Kristus yang sudah mati di kayu salib dan bangkit pada hari ketiga. Lalu bagaimana dengan relasi yang nyata dalam kehidupan kita sesehari? Relasi antar suami istri, relasi antara orangtua dan anak, relasai dengan sesama manusia bahkan relasi dengan Pemerintah? Oleh karena itu perlu untuk membangun iman dari hari ke sehari melalui perenungan akan firman Tuhan, sebab “...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” (Rm. 10:17), dan tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Tuhan (Ibr. 11:6). Dalam Ibrani pasal 11, Alkitab memberikan teladan hidup melalui tokoh-tokoh iman. Mereka adalah orang-orang yang menjalani hidup dengan iman. Imanlah yang membuat mereka mampu bertahan di segala situasi dan karena iman, mereka mengalami penggenapan janji-janji Tuhan.

Kata ‘iman’ (Inggris: faith) diterjemahkan dari kata Yunani pistis, utama- nya digunakan dalam Perjanjian Baru. Bentuk kata kerja dari pistis adalah pisteuo, yang berarti percaya yang berlandaskan kebenaran firman Tuhan.

Apakah kita tetap percaya kepada Tuhan, meski pertolongan belum datang? Kita sudah berdoa tapi tak ada jawaban, apakah kita tetap setia menanti waktu Tuhan? Atau kita bersikap seperti Tomas, yang mau percaya bila ada bukti? Tuhan berkata, “Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya” (Yoh. 20:29b). Nuh diperintahkan Tuhan untuk membuat bahtera. Nuh taat melakukan apa yang Tuhan perintahkan meski ia belum melihat air bah itu. Akhirnya ketika air bah itu benar-benar datang dan menenggelamkan bumi, hanya Nuh dan keluarganya saja yang selamat. Iman berarti percaya meski belum melihat.

Abraham taat ketika diperintahkan Tuhan untuk meninggalkan negeri dan sanak saudaranya dan pergi ke tempat yang tidak diketahuinya. Karena iman- nya ini Abraham diberkati Tuhan dan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa. Iman adalah taat melakukan kehendak Tuhan, apa pun resikonya.

Sesuram apa pun hari-hari yang sedang kita jalani, sekalipun dunia berguncang dengan hebatnya, biarlah kita tetap mengarahkan pandangan kita kepada Tuhan. Terus menjalin relasi yang intim dengan Tuhan, dan tetap mengasihi sesama manusia, menjaga relasi yang damai antar anggota keluarga dan masyarakat.

Sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah ke- menangan yang mengalahkan dunia: iman kita” (1 Yoh 5:4). (HOM)

KEBAKTIAN MINGGU

SIAPA YANG LEBIH BERHARGA

Yesaya 65 : 1 – 9; Mazmur 22 : 19 – 28; Galatia 3 : 23 – 29; Lukas 8 : 26 – 39

Kebaktian 22 Juni 2025 oleh Pdt. Frida Situmorang (GKI Samanhudi)

Pendahuluan

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering tanpa sadar menilai orang berdasarkan status, latar belakang, penampilan, atau masa lalu mereka. Ada yang dianggap lebih penting karena jabatannya, lebih rohani karena penampilannya, atau lebih layak karena asal usulnya. Namun, pertanyaan penting yang perlu kita renungkan adalah: siapa yang sebenarnya lebih berharga di mata Tuhan?

Nabi Yesaya menyampaikan bahwa Tuhan memperkenalkan diri-Nya kepada bangsa yang tidak mencari-Nya. Ia berkata, “Aku telah berkenan memberi petunjuk kepada orang-orang yang tidak bertanya-tanya tentang Aku.” Sebaliknya, umat yang seharusnya mengenal dan menaati Tuhan justru memberontak, menyakiti hati-Nya dengan sikap keras kepala dan penyembahan berhala. Tapi Allah, dalam kesetiaan-Nya, tetap menjaga sisa umat yang takut akan Dia. Ini menggambarkan kasih karunia yang tidak terbatas oleh bangsa, tradisi, atau sejarah rohani. Yang dikejar Tuhan bukanlah kemurnian ritual, tapi hati yang rindu mengenal-Nya.

Mazmur 22 menambah lapisan makna yang dalam. Di tengah ratapan dan penderitaan, pemazmur berseru kepada Tuhan, dan mengakui bahwa Allah tidak memandang hina kesengsaraan orang yang tertindas. Bagi Tuhan, suara dari lembah kesakitan sama berharganya dengan pujian dari tempat tinggi. Bahkan dikatakan bahwa semua bangsa dan segala penghuni bumi akan datang menyembah-Nya. Artinya, tidak ada golongan yang lebih dekat atau lebih jauh; semua punya tempat di hadapan-Nya.

Rasul Paulus kemudian menjelaskan inti dari Injil dalam suratnya kepada jemaat di Galatia. Di dalam Kristus, tidak ada lagi perbedaan antara Yahudi atau Yunani, budak atau orang merdeka, laki-laki atau perempuan. Semuanya adalah satu. Ini bukan hanya slogan kesetaraan, tapi sebuah pernyataan iman: bahwa setiap orang yang percaya adalah anak Allah dan ahli waris janji-Nya. Di hadapan Tuhan, imanlah yang menjadi dasar nilai kita, bukan ras, gender, kedudukan sosial, atau sejarah hidup.

Lalu kita sampai pada kisah Yesus dan seorang yang kerasukan di tanah Gerasa. Ia adalah sosok yang dijauhi, dianggap gila, dan bahkan tinggal di kuburan. Masyarakat sudah menyerah padanya. Namun Yesus tidak. Ia melihat seseorang yang berharga, yang pantas dipulihkan. Setelah disembuhkan, orang itu duduk dengan tenang, berpakaian, dan waras. Dan lebih dari itu, ia diutus Yesus untuk kembali ke rumahnya dan memberitakan kasih Allah. Orang yang semula dianggap “sampah masyarakat” justru menjadi saksi kasih Tuhan.

Jadi, siapa yang lebih berharga? Bukan yang paling benar di mata manusia. Bukan pula yang paling religius secara lahiriah. Yang berharga adalah mereka yang dijangkau kasih karunia, yang mengalami pemulihan, dan yang mau hidup dalam kebenaran Tuhan. Itu bisa siapa saja: orang biasa, orang terbuang, orang berdosa, bahkan kita sendiri.

Maka, mari kita berhenti membandingkan diri atau menghakimi orang lain. Kita semua berdiri setara di hadapan salib Kristus. Dan di mata-Nya, setiap jiwa begitu bernilai. Yang Tuhan cari bukanlah kesempurnaan, tapi hati yang mau dipulihkan dan diutus.

Kiranya kita belajar untuk melihat sesama seperti Kristus melihat orang Gerasa itu—bukan dari apa yang tampak, tapi dari potensi pemulihan dan kasih yang bisa dinyatakan melalui hidupnya. Karena siapa pun kita, ketika dipanggil oleh kasih-Nya, kita menjadi sangat berharga.

Jadwal Kebaktian GKI Kota Wisata

Kebaktian Umum 1   : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian Umum 2  : Pk. 09.30 (Hybrid)

Kebaktian Prarem 8 : Pk 07.00 (Onsite)

Kebaktian Prarem 7 : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian ASM 3-6  : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian ASM 1-2   : Pk. 09.30 (Onsite)

Kebaktian Batita, Balita: Pk. 09:30 (Onsite)

Kebaktian Remaja  Pk 09.30 (Onsite)

Kebaktian Pemuda Pk. 09.30 (Onsite)

Subscribe Youtube Channel GKI Kota Wisata dan unduh Aplikasi GKI Kota Wisata untuk mendapatkan reminder tentang kegiatan yang sedang berlangsung

 

 

GKI Kota Wisata

Ruko Trafalgar Blok SEI 12
Kota Wisata – Cibubur
BOGOR 16968

021 8493 6167, 021 8493 0768
0811 94 30100
gkikowis@yahoo.com
GKI Kowis
GKI Kota Wisata
: Lokasi

Nomor Rekening Bank
BCA : 572 5068686
BCA : 572 5099000 (PPGI)
Mandiri : 129 000 7925528 (Bea Siswa)

Statistik Pengunjung

699519
Users Today : 801
Users Yesterday : 1512
This Month : 26222
This Year : 251669
Total Users : 699519
Who's Online : 10