Istirahat yang (tidak) Bebas Cemas
Istirahat yang (tidak) Bebas Cemas
Di masa pandemi ini, ketika kita diharuskan bepergian dalam jarak jauh tentunya kita akan sangat mempertimbangkan aspek protokol kesehatan khususnya tentang menjaga jarak. Untuk perjalanan darat di Pulau Jawa, pilihan menggunakan mobil pribadi melalui jalan tol menjadi lebih dominan. Dimana dengan mobil pribadi kita dapat lebih menjaga jarak dan membatasi interaksi dengan orang lain yang tidak kita kenal. Perjalanan dengan mengendarai sendiri kendaraan maupun menggunakan pengemudi di jalan tol, untuk jarak yang jauh tentunya akan memaksa kita singgah di Rest Area, baik itu untuk kebutuhan pengisian BBM, “kamar kecil”, ataupun sekedar merespon pesan-pesan pada gadget kita, yang pasti itu merupakan sesi kita berisirahat. Sesi istirahat di Rest Area walaupun sejenak, dampaknya sangat terasa karena kita akan dapat melanjutkan perjalanan dengan kondisi lebih bugar.
Tidak jarang dalam keseharian kita beraktivitas dalam 24 jam, kita kurang beristirahat. Menurut informasi di laman Direktorat Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan RI, Usia 18-40 tahun: orang dewasa membutuhkan waktu tidur 7-8 jam setiap hari. Adakalanya kita tidak secara sungguh-sungguh beristirahat khususnya dalam hal tidur. Ada istilah “ketiduran”, dimana tubuh jasmani kita telah menyerah untuk tertidur, namun tubuh pikiran kita belum tentu menyerah. Kita membutuhkan istirahat dalam kualitas dan kuantitas yang cukup. Sebenarnya tujuan dari kita beristirahat, khususnya tidur adalah kondisi tubuh setelah kita beristirahat itu, baik dalam jangka pendek ataupun panjang.
Dalam menjalani kehidupan ini, manusia memang membutuhkan istirahat, baik jasmani maupun rohani dan pikiran kita. Pengkhotbah menuliskan Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya (Pkh. 3:1). Ada masanya seseorang bekerja, melayani Tuhan, atau menjalankan aktivitas harian, tetapi ada masanya untuk beristirahat. Tidur hanyalah salah satu cara untuk beristirahat. Masih banyak cara lainnya seperti jalan-jalan ke mal, bersantai di pinggir pantai, menonton film di bioskop, bertamasya dengan komunitas kawan dekat, yang saat ini pilihan-pilihan tersebut harus tereliminasi karena pandemi ini. Untuk kondisi pandemi saat ini mungkin beberapa dari kita justru lebih lelah pikiran dan hati daripada lelah fisik. Cemas dan khawatir tidak jarang menjadi momok yang membuat kita gagal mendapatkan kualitas dan kuantitas dalam berisirahat. Bahwa tetap berpengharapan dan berserah pada Rest Area Tuhan adalah modal utama mendapatkan kondisi fisik, pikiran, dan hati menjadi lebih tenang dan segar.
Di saat membaca kitab Mazmur, maka kita akan sering menemukan sebuah kata pendek yang terselip di antara ayat-ayat lainnya. Kata tersebut adalah Sela. Kata ini merujuk pada waktu jeda, istirahat, diam sejenak, memberi penekanan pada menutup bagian lagu/mazmur. Dalam Alkitab bahasa Inggris Amplified Bible, kata Sela diterjemahkan pause and calmly think of that. Ada pula yang menerjemahkannya stop and listen. Pada intinya, Sela berfungsi untuk mengatur irama dalam sebuah pujian. Dalam aplikasinya, tanda ini diterjemahkan dengan memberi waktu istirahat atau masa kontemplasi diri berdialog dengan Bapa di sorga.
Ketika para rasul kembali dari perjalanan misi mereka yang pertama, banyak hal yang ingin mereka laporkan. Namun Markus tidak menuliskan evaluasi Yesus terhadap pekerjaan para murid; ia justru mencatat perhatian Yesus yang meminta murid-murid untuk beristirahat sebentar. Yesus berkata, “Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika!” (Mrk. 6:31).
Kita mendapatkan istirahat yang sejati dengan menyadari kehadiran Allah dan mempercayai-Nya. Meski kita mengerjakan dengan sungguh-sungguh apa yang menjadi tanggung jawab kita, kita juga menyadari bahwa kita dapat melonggarkan sedikit keterikatan pada pekerjaan dan karier, keluarga dan pelayanan kita, dan menyerahkan semua itu kepada Allah dalam iman. Kita dapat mengambil waktu setiap hari untuk menyingkir sejenak dari gangguan di sekitar kita, meredakan ketegangan jiwa, dan merenungkan keajaiban kasih setia Allah dengan penuh ucapan syukur.
Tubuh fisik, hari dan pikiran manusia bukanlah mesin yang bisa dioperasikan terus menerus tanpa waktu istirahat yang cukup. Masa istirahat yang memadai diperlukan oleh siapa saja, sesibuk apa pun pekerjaan dan aktivitas kita. Dan ketika kecemasan dan ke- khawatiran menghalangi waktu singgah di Rest Area, baiklah kita mengingat Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti. (Mzm. 46:2). Tanpa beristirahat, kita dapat menanggung dampak fatal: penurunan kekuatan dan kesehatan secara cepat. Istirahat adalah bentuk pemeliharaan atas tubuh sehingga dapat senantiasa digunakan untuk memuliakan Tuhan. -KWP