Jagalah Hati

Jagalah Hati (Lukas 18:9-14)

Kesombongan selalu menjadi bagian dalam hidup seseorang. Contoh dalam bacaan dan perumpamaan Tuhan Yesus tadi. Orang sombong, selalu menganggap dirinya yang paling… paling apa saja, dan melihat orang lain lebih rendah dari dirinya sendiri. Orang lain seolah tidak ada apa-apanya. Lalu apa yang terjadi? Pastilah kita tidak mau bergaul dengan orang ini. Kita menjauh dari dirinya, apalagi jika kita sudah menjadi cemoohan dan penghinaan dari dia karena kita tidak ada apa-apanya. Nah… yang terjadi adalah dia tidak punya teman… lalu, pada saat ia dihadapkan dengan sebuah kesulitan, tidak ada orang yang menolong dia. Semua orang tidak menghiraukannya. Karena semua orang berpikir: “Bukankah dia sudah hebat?”

Saudara-saudara, pencapaian dan status yang dimiliki seringkali menjadi pemicu yang menciptakan hubungan yang renggang antara yang satu dengan yang lain. Saya tidak harus bergaul dengan dia karena beda kelas, demikian juga kelompok kami tidak harus membantu kelompok itu karena latar belakang dan prestasi kami berbeda. Seperti orang Farisi yang merasa lebih terhormat, lebih benar dari semua orang lain: bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah, dan… ini langsung secara nyata membandingan dirinya dengan pemungut cukai. “Aku bukan seperti pemungut cukai ini!” menandakan dirinya tidak berdosa karena semua orang tahu pekerjaan pemungut cukai adalah pekerjaan yang dibenci dan hal yang memalukan karena bekerja untuk pihak penindas dengan menindas dan menjerat bangsanya sendiri… dan menambahkan “aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan perpuluhan” ini menunjukkan kesalehannya dan ketaatannya akan aturan dan hukum Tuhan. Begitulah ketika aku berbeda, ketika aku berkelas… dia tidak, akhirnya jatuh dalam kesombongan diri bahkan kesombongan rohani.

Pada saat Tuhan Yesus menyampaikan perumpaan itu, mungkin Ia ingat bagaimana orang lain memperlakuan dan memandang diri-Nya. Dalam Markus 6:3 “Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas, dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama dengan kita?” Lalu mereka kecewa dan menolak dia. Padahal Tuhan Yesus baru mengadakan mujizat membangkitkan anak Yairus dan menyembuhkan seorang perempuan yang sakit pendarahan. Tetapi Tuhan Yesus tidak marah walaupun berulangkali ada orang dan kelompok tertentu yang menolak dirinya. Ia tetap mengajar. Ia tetap bertindak. Ia tetap berkarya dan menyampaikan berita baik dalam cinta kasih-Nya. Dan Tuhan Yesus tetap memperlakukan manusia sebagai sesama.

Di sinilah kita belajar untuk memandang manusia sebagai sesama. Dengan tindakan ini kita tidak harus menempatkan sesama lebih tinggi atau lebih rendah. Kita sama-sama berasal dari debu dan tanah dan yang menghidupinya adalah Tuhan. Kesadaran ini harus kita jaga sehingga kita dijauhkan dari pencobaan untuk menyombongkan diri. Sebaliknya, justru kita membangun relasi yang utuh. Relasi yang sesungguhnya, yaitu ketika kita melihat orang lain atau saudara kita, maka ia adalah sesama di dalam Tuhan.

Di manapun jika kita menempatkan diri paling benar, paling hebat, paling berkuasa, maka akan selalu ada yang akan menjadi korban: dipermalukan dengan kasar, dilecehkan, direndahkan, tak dianggap. Dan ini akan bahaya jika terjadi dalam rumah tangga atau keluarga kita. Bukankah kasus-kasus perselingkuhan atau perceraian berawal karena kecewa ketika mendapat perlakuan dari pasangannya jauh dari pada pengharapan.

Untuk itulah nasihat Tuhan Yesus dalam ayat terakhir dalam bacaan kita menjadi peringatan untuk setiap kita dalam berelasi dengan siapapun, teristimewa dengan orang yang terdekat dengan kita agar kita tidak terbawa dalam kehancuran hidup. Bukankah tujuan hidup kita adalah bagaimana mencapai kebahagiaan itu. Oleh karena itu ada 2 hal yang perlu kita renungkan.

Pertama, cara berelasi. Kedua, menjaga hati. Pertama, memang tidak semua orang berhikmat dalam membangun relasi. Tetapi minimal, kita lakukan itu dengan pasangan hidup kita atau anggota keluarga kita. Jika ini sudah terbangun bukankah kita mudah untuk melakukannya dalam skala yang lebih luas? Misalnya dalam tugas dan peran di rumah tangga. Tidak ada penempatan peran atau merasa lebih tinggi atau rendah, semua dilakukan sesuai dengan pembagian peran dan komitmen bersama. Perbedaan-perbedaan pendapat pun diselesaikan dengan komunikasi. Dengan demikian relasi terjaga apalagi dibarengi rasa hormat dan penghargaan satu dengan yang lain sehingga ada kehangatan, keakraban dan keutuhan. Bukankan ini modal besar bagaimana kita berelasi dengan siapapun, juga walaupun dalam konflik.

Kedua, menjaga hati. Dalam alkitab disebutkan lebih dari 300 kali tentang kata hati. Ketika Alkitab bicara tentang hati maka itu bicara tentang spiritual dari diri kita, dimana emosi dan keinginan berada. Dengan menjaga hati berarti menjaga segala emosi dan keinginan. Dan ini hanya didapat ketika kita cukup vitamin R = kerendahan hati. Dengan kerendahan hati inilah kunci kita melihat siapa pun sebagai sesama.

Demikian juga dengan menjaga hati kita diingatkan dengan apa yang dikatakan Tuhan Yesus dalam Markus 7:21-22, “sebab dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan” Jadi masalah kita yang paling besar bukan berasal dari luar, melainkan di dalam diri kita sendiri. Keadaan ini tentu tidak ingin kita biarkan. Oleh karena itu “jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan” (Ams. 4:23). Jagalah tindakan kita: cara kita memutuskan, cara kita menilai, cara kita menghargai diri dan orang lain. (GSH)

 

 

 

KEBAKTIAN MINGGU (HIJAU)

DICINTAI DAN DIPANGGILNYA

Yesaya 6:1-13, Mazmur 138, 1 Korintus 15:1-11, Lukas 5:1-11

Kebaktian 9 Februari 2025 oleh Pdt. Febrita Melati Simorangkir (GKI Cikarang)

Pendahuluan
Setiap kita pernah merasa tidak layak, merasa kecil di hadapan Tuhan. Namun, kasih dan panggilan-Nya selalu mendahului kekurangan kita. Hari ini, kita akan melihat bagaimana Tuhan mencintai dan memanggil hamba-hamba-Nya untuk melayani-Nya, meskipun mereka merasa tidak layak.


1. Dicintai dan Dimurnikan oleh Allah (Yesaya 6:1-13)
Yesaya mengalami perjumpaan dengan Allah dalam kemuliaan-Nya. Ia melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan mendengar para Serafim berseru, “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta alam!” (Yes. 6:3). Dalam kekudusan Allah, Yesaya sadar akan dosa dan ketidaklayakannya: “Celakalah aku! Aku binasa!” (Yes. 6:5). Namun, Allah tidak membiarkan Yesaya tenggelam dalam rasa ketidaklayakan itu. Dia menyucikan bibirnya dengan bara dari mezbah dan mengutusnya.

Pelajaran: Tuhan tidak hanya menunjukkan kasih-Nya dengan memilih kita, tetapi juga menyucikan dan mempersiapkan kita untuk pelayanan.


2. Bersyukur atas Kasih dan Kesetiaan Tuhan (Mazmur 138)
Pemazmur memuji Tuhan karena kasih setia-Nya. Dalam Mazmur 138, Daud menuliskan bagaimana Tuhan menjawab ketika ia berseru dan memberikan keberanian dalam jiwanya (Mzm. 138:3). Allah yang Maha Tinggi memperhatikan yang hina dan menguatkan umat-Nya.

Pelajaran: Sebagai orang-orang yang dipanggil, kita harus senantiasa mengingat dan bersyukur bahwa kita dicintai dan diperhatikan oleh Tuhan.


3. Panggilan yang Mengubah Hidup (1 Korintus 15:1-11)
Paulus menyadari bahwa ia adalah yang paling hina di antara para rasul karena pernah menganiaya gereja Tuhan (1 Kor. 15:9). Namun, kasih karunia Tuhan mengubahnya dan memanggilnya untuk menjadi pemberita Injil.

Pelajaran: Tidak ada seorang pun yang terlalu berdosa atau tidak layak untuk dipakai Tuhan. Kasih karunia-Nya lebih besar dari kegagalan kita.


4. Meninggalkan Segalanya untuk Mengikut Yesus (Lukas 5:1-11)
Simon Petrus mengalami mujizat penangkapan ikan yang luar biasa. Saat menyadari kuasa Yesus, ia pun tersungkur dan berkata, “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa” (Luk. 5:8). Tetapi Yesus tidak menolak Petrus. Sebaliknya, Ia memanggilnya untuk menjadi penjala manusia.

Pelajaran: Ketika kita menyadari kasih dan panggilan Tuhan, respons yang benar adalah meninggalkan segalanya dan mengikuti-Nya dengan iman.


Kesimpulan
Kita semua dicintai Tuhan, bukan karena kebaikan kita, tetapi karena anugerah-Nya. Tuhan menyucikan dan memampukan kita seperti Yesaya. Tuhan menguatkan kita seperti Daud. Tuhan memanggil kita seperti Paulus. Dan Tuhan memimpin kita seperti Petrus.

Maka, mari kita merespons kasih dan panggilan-Nya dengan hati yang siap dipakai-Nya. Kita mungkin merasa tidak layak, tetapi ingatlah: kita bukan dipanggil karena kita layak, tetapi karena Dia mengasihi kita dan memampukan kita. Amin.

 

Jadwal Kebaktian GKI Kota Wisata

Kebaktian Umum 1   : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian Umum 2  : Pk. 09.30 (Hybrid)

Kebaktian Prarem 8 : Pk 07.00 (Onsite)

Kebaktian Prarem 7 : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian ASM 3-6  : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian ASM 1-2   : Pk. 09.30 (Onsite)

Kebaktian Batita, Balita: Pk. 09:30 (Onsite)

Kebaktian Remaja  Pk 09.30 (Onsite)

Kebaktian Pemuda Pk. 09.30 (Onsite)

Subscribe Youtube Channel GKI Kota Wisata dan unduh Aplikasi GKI Kota Wisata untuk mendapatkan reminder tentang kegiatan yang sedang berlangsung

 

 

GKI Kota Wisata

Ruko Trafalgar Blok SEI 12
Kota Wisata – Cibubur
BOGOR 16968

021 8493 6167, 021 8493 0768
0811 94 30100
gkikowis@yahoo.com
GKI Kowis
GKI Kota Wisata
: Lokasi

Nomor Rekening Bank
BCA : 572 5068686
BCA : 572 5099000 (PPGI)
Mandiri : 129 000 7925528 (Bea Siswa)

Statistik Pengunjung

500490
Users Today : 1285
Users Yesterday : 1258
This Month : 14247
This Year : 52640
Total Users : 500490
Who's Online : 3