Kairos vs Kronos
“Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” Matius 5:16
Sesekali pasti kita pernah mendengarkan bait lagu di bawah ini:
Hidup ini adalah kesempatan, Hidup ini untuk melayani Tuhan Jangan sia-siakan waktu yang Tuhan bri, Hidup ini harus jadi berkat… dst.
Setiap kali mendengar, turut bersenandung dan menghayati lagu tersebut, kata “kesempatan” begitu kuat terngiang dalam benak saya. Kata ‘kesempatan’ pada dasarnya bersifat netral karena ketika dilekatkan dengan rangkaian aktivitas yang menyertai kesempatan tersebut, maka makna akan sangat berbeda. Kesempatan dapat dilekatkan pada situasi yang konteks, aktivitas dan dampaknya positif maupun negatif. Sebagaimana penggalan lagu tersebut, kesempatan untuk melayani Tuhan tentu merupakan hal yang (sangat) positif. Di sisi lain ada juga situasi, di mana kesempatan untuk melakukan tindak kejahatan, perbuatan-perbuatan buruk karena kita menilai hal tersebut mungkin dan bahkan dirasionalisasi sebagai hal yang wajar dilakukan. Misalnya, kesempatan untuk membalaskan sakit hati kepada pihak yang telah menyakiti anggota keluarga, kesempatan untuk mempidanakan seseorang yang lalai/tidak kooperatif membayar hutang, sekalipun orang tersebut adalah saudara sendiri, dan sebagainya.
Kata kesempatan kerap kali dikaitkan dengan waktu secara kuantitatif (kronologis/ kronos) karena dinilai tidak setiap orang berada pada situasi di mana kesempatan tersebut muncul. Wajar saja, karena konteks hidup tiap-tiap orang berbeda. Usia, pendidikan, gender, pekerjaan, dan sejumlah peran/status yang sangat mungkin memberikan begitu banyak variasi atau perbedaan bentuk dan waktu untuk memunculkan kesempatan tersebut. Walau demikian, ketika kata ‘kesempatan’ kembali kita lekatkan pada kata ‘untuk melayani Tuhan’ maka sesungguhnya setiap pengikut Kristus diberikan waktu yang sama/setara untuk dapat merealisasikan sikap dan tindakan melayani Tuhan. Waktunya adalah 24 jam/hari; 7 hari dalam seminggu. Hah, yang bener?! Barangkali demikian kita mempertanyakannya.
Tentu konteks melayani tidak terbatas semata pada bentuk kegiatan aktif melakukan pelayanan, namun menjadikan pelayanan sebagai tata cara hidup kita yang pada ujungnya “…memuliakan Bapa-Mu yang di sorga (Matius 5:16). Memanfaatkan waktu yang Tuhan berikan untuk kita jalani seturut dengan kehendak Tuhan, menyatakan kebaikan-kebaikan yang dapat dirasakan orang lain (sebagai wujud karya Roh Kudus dalam hidup kita), bahkan menghargai kehidupan pribadi kita melalui sejumlah tindakan (merawat kesehatan tubuh yang Tuhan berikan, mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan secara optimal, membiasakan diri menikmati, mengagungkan dan merawat karya-karya ciptaan Tuhan, dan lain-lain) juga adalah bentuk kita menghargai dan melayani Tuhan.
Dengan demikian bait lanjutan lagu di atas “jangan sia-siakan waktu yang Tuhan bri” menjadi kata kunci untuk memanfaatkan kesempatan tersebut mewujud dalam keseharian hidup kita. Saya menghayati kata “kesempatan” sebagai bagian dari latihan pribadi kita selaku pengikut Kristus untuk menyiapkan diri kita (tubuh, jiwa, roh) ketika saatnya Tuhan panggil ke rumah Bapa, kita sudah terlatih untuk menjalani tata cara hidup (way of life) Kerajaan Sorga.
Rasanya tak berlebihan kalo saya mengajak kita semua untuk terus menjalani kehidupan memanfaatkan kesempatan melayani Tuhan dengan menjalani tata cara hidup sebagaimana Tuhan kehendaki untuk kita jalani. Jangan sampai kata “kesempatan” pudar dan di penghujung waktu tergantikan dengan kata ”penyesalan”, di mana kita hanya bisa bergumam: “seandainya dulu…”.
Kerap kita dengar pernyataan, bahwa ‘kesempatan’ tidak datang dua kali. Untuk beberapa hal saya setuju pernyataan tersebut. Walau demikian berkenaan dengan konteks melayani Tuhan, saya yakin Tuhan memberikan kesempatan berkali-kali bagi kita untuk membuka diri dan menyatakan kesediaan melayani-Nya. Kairos (waktu perkenanan Tuhan) yang muncul di hadapan kita terkadang kita tolak dengan berbagai alasan. Bagaimana respon Anda ketika saat membaca renungan ini Tuhan sekali lagi memberikan kesempatan bagi kita? Apa jawaban Anda? S e l a…
Hari-hari ini GKI Kota Wisata tengah mempersiapkan diri untuk menambah anggota Majelis Jemaat (Penatua) maupun anggota Badan Pelayanan (BP) lainnya. Agak disayangkan, bahwa secara historis cukup sulit untuk mendapatkannya.
Melalui renungan singkat ini kiranya bapak-ibu-saudara yang terundang untuk bersamasama melayani umat dalam peran sebagai Penatua/BP lainnya kiranya terketuk dan berkenan menyambutnya dengan pernyataan singkat “Ya, saya bersedia”.
Kiranya Tuhan Yesus menolong dan memampukan kita semua untuk setia melayani Dia. Amin. (WSE)