Kamu harus berkata: “Insya Allah..”
Kamu harus berkata: “Insya Allah…”
Yakobus 4:13-16
Hari ini hari ke 14 ditahun yang baru. Masih segar dalam pikiran kita suasana tutup tahun yang kita rayakan bersama keluarga. Ada semacam perasaan bahwa waktu berlalu begitu cepat. Dalam sekejap 2 minggu berlalu. Bagaimanakah rencanakita sudah berjalan sejauh ini? Adakah kita mengingat untuk menyertakan Tuhan di dalamnya?
Saudara-saudara kita umat muslim biasa berkata Insya Allah saat menjelaskan rencana ataupun janji. Ungkapan dalam bahasa Arab ini diterjemahkan secara sederhana adalah jika Tuhan menghendaki. Tidak jarang kita menganggap penyertaan ungkapan ini dalam kalimat mencerminkan keragu-raguan, tidak jelas atau bahkan kurang beriman. Ternyata ungkapan Insya Allah ini ada dalam Alkitab.
Sebenarnya kamu harus berkata : “Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.” (Yak.4:15)
Terlepas dari apa motif seseorang mengucapkan ungkapan ini, Yakobus -tentunya mewakili Allah- mengingatkan kita untuk berkata dengan ungkapan itu sebagai bentuk pengakuan atas kedaulatan Allah dalam hidup. Kamu harus berkata : “InsyaAllah…”loud and clear! , lantang dan jelas dengan keyakinan penuh.Yakobus menilai cara kita berpikir dan berbicara tentang rencana itu penting. Sama pentingnya dengan bagaimana usaha kita mewujudkannya. Mengapa penting?
Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap (Yak.4:14)
Yakobus mengingatkan kita tentang hidup. Hidup itu seperti uap, sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Hidup itu sementara di bumi ini. Apabila kita dalam menyusun rencana sedemikian tanpa menyertakan Tuhan di dalamnya, dapat tercermin dalam perkataan kita(ayat 13). Yakobus menilai hal itu sebagai kesombongan. Kita sombong karena kita tidak sadar bahwa hidup itu seperti uap, hidup itu sementara. Hanya Allah dan bukan diri kita yang memutuskan apakah kita akan tetap hidup dan menjalankan rencana kita.
Saat kita mengatakan Insya Allah atau Jika Tuhan menghendaki dengan kepercayaan, sesungguhnya pada saat yang sama kita mengakui bahwa bukan kita pemilik masa depan tetapi Tuhan; kita mengakui bahwa rencana terbaik kita sekalipun tidak selalu selaras dengan rencana terbaik Tuhan;kita mengakui bahwa kita terbatas dihadapan Ke-MahakuasaanNya, dan Ke-MahatahuanNya.
Kepercayaan kita atas kesementaraan hidup dan kedaulatan Tuhan atas hidup memang tidak serta merta memberikan perbedaan yang bersifat praktis dalam mewujudkan rencana itu. Tetapi menghasilkan perbedaan dalam cara pandang kita terhadap rencana itu. Kita akan mewujudkan rencana kita itu dengan sikap, keyakinan yang merefleksikan pandangan yang benar di hadapan Tuhan.
Allah menghendaki kebenaran tentang diriNya dan tentang kehidupan ini sungguh-sungguh diketahui, dirasakan, disadari dan juga dibicarakan sebagai bagian dari alasan keberadaan kita. Kita adalah ciptaan Allah yang dibentuk segambar dengan diriNya. Kita dikaruniai pikiran dan bahasa yang luar biasa dan tidak tertandingi dengan ciptaanNya yang lain. Tuhan ingin dengan karunia itu, dengan perkataan kita memasyurkan dan memuliakan diriNya.
Jika Tuhan menghendaki, saya akan…., Insya Allah.