Kebangkitan dan hidup Kristus
Kebangkitan dan Hidup Kristus supaya kita hidup dan bermakna bagi dunia
Yohanes 11:25-26
Pada Minggu ini kita bersama merayakan hari Paskah, hari kebangkitan Tuhan Yesus dari kematianNya. Hari dimana kemenangan disuarakan kepada dunia. Maut tidak berkuasa lagi. Maut
sudah keok (kalah). Inilah hal yang patut kita syukuri di sepanjang kehidupan kita karena melalui berita Paskah kita layak menerima janji-janji Tuhan yang akan membangkitkan setiap orang yang sudah mati, untuk memperoleh hidup. Dan hidup ini bukan hidup yang biasa tetapi hidup yang kekal. Janji ini disampaikan dalam Injil Yohanes 11:25-26 : Jawab Yesus : “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepadaKu, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan percaya kepadaKu, tidak akan mati selama-lamanya….”
Apa yang menjadi pernyataan Tuhan Yesus tentang siapa diriNya, disampaikan kepada Maria dan
kerabatnya yang lain yang sedang berduka karena kematian Lazarus. Tetapi itu tidak menjadi penghalang bagi Tuhan Yesus untuk menyatakan akan pernyataanNya tadi. Dan, dengan firmanNya “Lazarus, marilah keluar !” (Yoh 11:43b) kebangkitan serta hidup pada akhirnya dialami oleh Lazarus yang sudah dikuburkan selama 4 hari (Yoh 11:39). Lalu, apakah kebangkitan dan hidup hanya untuk Lazarus saja pada waktu itu supaya banyak orang menyaksikan kehebatan dan kuasa Yesus. Jawabannya tentu tidak. Dibalik mukzijat kebangkitan dan hidup Lazarus ada hal yang dapat kita renungkan :
Pertama, kebangkitan dan hidup bagi Lazarus menjadi pertanda yang sama bahwa kelak kita juga akan dibangkitan dan hidup. Hanya bedanya, Lazarus menjalani hidup kembali untuk sekian waktu sampai akhirnya ia mati kembali, tetapi di dalam jaminan Tuhan Yesus, yang telah mati dan bangkit, menjadi jaminan hidup kekal pada waktu kebangkitan kita nanti.
Kedua, pernyataan Tuhan Yesus terbukti pada hari ketiga setelah kematianNya. Tuhan Yesus tidak hanya bicara dan mengakui siapa diriNya, tetapi apa yang sudah lama dinubuatkan dalam PL dan juga apa yang sudah dikatakanNya benar-benar menjadi kenyataan. DengankebangkitanNya, Ia ada, hadir Ia hidup. Ia bersama dengan kita. Oleh karena itu dengan
peristiwa Paskah kita tidak perlu kuatir dan takut dalam menjalani hidup ini. Para murid-murid menjadi putus asa, takut, tidak memiliki ‘hidup’ ketika Tuhan Yesus ditangkap, disalib dan mati. Tetapi dengan kebangkitanNya, hidup diubahkan. Putus asa menjadi punya pengharapan. Takut, kuatir, meragukan dan tidak percaya menjadi berani dan percaya.
Bagaimana kita mensyukuri dan memaknai Paskah dalam kehidupan Saudara. Terutama di tengah-tengah situasi yang tidak nyaman, terbatas, terkekang, dan sering dianggap kelompok minoritas, dan banyak kondisi lain yang membuat seseorang menjadi takut, kuatir, putus asa dan tak gairah melanjutkan hidup ini. Apakah Saudara tetap ingin dalam kondisi seperti tubuh Lazarus “ia sudah berbau, sebab ia sudah empat hari ia mati”. Atau seperti kerabat Lazarus yang berdukacita, seolah-olah tidak ada kehidupan yang lain. Atau, bagaimana jika Saudara adalah Lazarus yang sudah dibangkitan dan hidup kembali?
Akhir-akhir ini kita memperhatikan pembicaraan tentang surat terbuka dari Jaya Suprana, budayawan, pengusaha, pendiri dan ketua Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI), pada tanggal 25 Maret 2015 di harian Sinar Harapan yang ditujukan kepada Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Isi surat tersebut selain pujian akan upaya Ahok terhadap segala bentuk korupsi, tetapi juga menekankan kekuatiran Jaya Suprana akan sikap Ahok yang sering melontarkan kata-kata kasar yang bisa memicu konflik dan rasialis bagi warga keturunan Tionghoa. Inilah cara halus yang dilontarkan Jaya Suprana dan sesamanya sebagai etnis Tionghoa, yang tidak menginginkan menjadi korban seperti kerusuhan-kerusuhan rasialis beberapa tahun yang lalu. Bagaimana saudara menanggapi surat terbuka untuk Ahok tersebut?
Yang jelas, Ahok tidak bergeming. Malah sikap Jaya Suprana dituduh memperlihatkan mentalitas
warga negara kelas dua. Padahal di negeri ini semua sama punya hak. Tetapi kenapa Ahok seberani itu untuk terus memperjuangkan kebenaran bahkan siap kehilangan nyawanya ketika berurusan dengan korupsi atau ketidak-adilan di negeri ini? Lepas apakah ia seorang yang memiliki iman yang militan. Tetapi lewat perjumpaan hidup dalam imannya ia banyak belajar dari Tuhan Yesus yang telah menyatakan kasih dan pengorbananNya sehingga ia bersedia diutusNya untuk menyuarakan kebenaran bagi dunia. Dan itulah cara Ahok untuk menyatakan makna hidupnya ketika ia menjadi bagian dari kaum birokrat, tetapi yang berani berbeda dan melawannya ketika mereka menyalahgunakan wewenang dan panggilan hidupnya.
Paska, menjadi kesempatan bagi kita untuk merenung ulang makna hidup kita di dalam kebangkitanNya sekaligus kesediaan kita untuk menyatakan hidup yang bermakna bagi sesama dan dunia. Walaupun untuk ini kita harus kehilangan harga (pengosongan diri) dan nyawa. Tetapi kita mau melakukannya karena kita sudah mendapat hidup di dalam Sang Kebangkita dan Hidup.
(GSH)