Kepedulian untuk Menyuarakan Kebenaran
Tentu akan sangat mudah bagi kita untuk mendengarkan pesan yang menyenangkan hati. Kita tidak akan menolaknya, bahkan akan meluangkan waktu lebih banyak untuk mendengarkannya. Bagaimana halnya jika pesan tersebut bertujuan untuk mengoreksi diri kita? Bagaimana respon kita? Apakah kita akan dengan tulus menerimanya dan memperbaiki sikap kita, atau sebaliknya berusaha melakukan penolakan dan mencari pembenaran atas apa yang kita lakukan? Kadangkala subyektivitas kita ikut bermain, dengan lebih memerhatikan siapa yang menyampaikan pesan dibandingkan pesan yang disampaikannya.
Di sisi lain, bagaimana jika kita berada pada posisi sebagai penyampai pesan kepada orang lain? Tentunya akan sangat mudah dan tidak ada beban saat menyampaikan sesuatu yang positif dan menyenangkan hati orang. Tetapi bagaimana jika dalam pesan tersebut kita harus menyampaikan teguran atau koreksi? Kita mungkin sudah membayangkan akan menerima respon yang pahit, akan ditolak, dijauhi, dimusuhi atau bahkan lebih dari itu. Hal-hal yang pada akhirnya membuat kita mengurungkan niat untuk menyampaikan kebenaran dengan kasih dan tulus.
Kita telah memasuki minggu ketiga Bulan Misi dengan tema khotbah “Pil Pahit Kebenaran”. Dari bacaan Injil Markus 6:14-29 kita bisa melihat ada tiga tokoh yang berbeda-beda dalam menyikapi pesan kebenaran. Yohanes Pembaptis melihat pelanggaran terhadap Hukum Taurat (Im. 18:16) yang dilakukan Herodes dengan mengambil Herodias menjadi istrinya, padahal Herodias adalah istri dari saudaranya. Yohanes Pembaptis menyuarakan kebenaran ketika terjadi kebobrokan moral dari seorang pemimpin, yang seharusnya menjadi teladan dalam penerapan Hukum Taurat. Keinginan Yohanes Pembaptis adalah agar umat Yahudi bersiap menyambut Mesias yang akan datang sebagai Hakim yang adil dengan pertobatan dan hidup mereka yang benar. Ketika menyuarakan pesan kebenaran ini, Yohanes Pembaptis sadar akan kemungkinan adanya penolakan atau bahkan hal yang lebih dari itu. Namun semua itu diabaikannya demi ketaatannya kepada perintah Tuhan. Lalu bagaimana respon Herodes dan Herodias dalam menerima pesan kebenaran ini? Mereka menolak dan tidak taat, bahkan melakukan hal yang jahat terhadap Yohanes Pembaptis.
Kita juga dapat membaca kisah lain mengenai Amos ketika ia menyampaikan teguran dari Allah karena ketidaktaatan bangsa Israel. Ia mendapat respon yang negatif bahkan pengusiran dari seorang imam di Betel bernama Amazia. Namun Amos tetap teguh menyampaikan firman Tuhan walaupun hal itu merupakan pil pahit dalam kehidupannya.
Dari kedua kisah di atas, kita dapat merenungkan bagaimana respon kita saat mendengar teguran atau pesan kebenaran. Apakah kita selalu terbuka terhadap pesan kebenaran yang disampaikan tanpa melihat siapa yangmenyampaikan? Di sisi lain, GKI Kota Wisata mencanangkan “Kepedulian Sosial Tanpa Batas” sebagai tema Bulan Misi 2024. Menyuarakan kebenaran dengan penuh kasih dan ketulusan kepada umat Tuhan agar mereka kembali kedalam terang Tuhan adalah salah satu bentuk kepedulian sosial. Jemaat GKI Kota Wisata juga akan melaksanakan Program Mission Trip sesi-2 ke Lau Baleng, Kabupaten Karo Sumatera Utara dengan membagikan 3000 Alkitab dalam bahasa Karo, penyelesaian dan pengoperasian Rumah Belajar Lau Baleng, Pelatihan Guru Sekolah Minggu (GSM) dan pengadaan Alat Peraga Sekolah Minggu, pelatihan khotbah Metode Langham dan pemberdayaan ekonomi umat. Kiranya melalui Kepedulian Sosial Tanpa Batas ini, kita senantiasa dipakai sebagai alat Tuhan untuk memancarkan kasih-Nya. (KWI)