Kerja dan melayani
Kerja dan Melayani
Ada teman yang menanyakan, apakah untuk melayani Tuhan ia harus melayani di gereja? Pertanyaannya saya rasa mewakili begitu banyak orang yang bingung mengenai hal yang sama.
Di satu sisi, umat memang seharusnya bisa memberi manfaat kembali kepada tempat di mana kita ditanam, berakar dan tumbuh, seperti apa yang disampaikan di dalam Mazmur 92. Sebuah pohon ketika ditanam di sebuah tempat akan menyerap nutrisi dan air dari tanah tempatnya tertanam. Itulah yang akan membuatnya bisa hidup, bertunas, tumbuh dan berbuah. Tapi sebuah pohon tidak hanya mengambil kebutuhannya dari tempatnya tertanam, pohon juga akan memberi kontribusi kepada tempat dan lingkungan sekitarnya. Tempat itu tentu akan lebih nyaman, ada oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis sehingga udaranya juga pasti lebih segar. Proses fotosintesis memerlukan karbondioksida dan menggantikannya dengan oksigen. Semakin banyak CO2 atau karbondioksida dipakai pohon, semakin banyak oksigen yang dihasilkan dan semakin berkurang pula kerusakan efek rumah kaca yang akan membahayakan kelangsungan hidup di bumi. Tanah tempat pohon ditanam pun akan menjadi lebih subur sekaligus mampu mengurangi resiko erosi pada saat hujan.
Jadi, tentu yang seharusnya dilakukan oleh orang Kristen di sebuah gereja adalah berkontribusi kepada gerejanya. Melihat apa kebutuhan gereja untuk melayani dan menjangkau jiwa, lalu memikirkan apa yang bisa dilakukan sebagai bagian terintegrasi dari tempat di mana si dia tertanam. Tidak harus menjadi anggota tim musik, kespel, paduan suara dan sebagainya, tetapi cobalah cari tahu apa yang bisa anda lakukan di sana agar akan ada lebih banyak orang lagi yang bisa tumbuh dalam imannya.
Dunia sekuler seharusnya tidaklah dipisahkan dengan rohani. Tidak semua orang punya panggilan untuk menjadi pendeta atau full timer di gereja, dan jelas, kita tidak harus terlebih dahulu menjadi seperti itu untuk bisa berkenan di hadapan Tuhan. Setiap orang punya panggilan sendiri-sendiri di mana Tuhan sudah punya rencana besar yang sudah Dia canangkan jauh sebelum kita dilahirkan. Karenanya, sudah seharusnya kita memperhatikan untuk bisa memberkati dan menyatakan Tuhan lewat profesi kita masing-masing, yang tentu saja tidak akan pernah bisa kita lakukan selama kita masih memisahkan profesi di luar hal-hal rohani. Kita harus serius menanggapi panggilan dan menjaga setiap langkah di dalamnya untuk tidak keluar dari rencana Tuhan.
Di sisi lain, jangan memandang melayani Tuhan itu dengan terlalu sempit. Ada banyak orang yang memisahkan rohani dengan sekuler. Mereka berpikir bahwa rohani hanyalah urusan hari Minggu ke gereja, atau pada saat teduh saja. Selebihnya, kehidupan sekuler dijalankan sama sekali berbeda. Tidak ada Tuhan dilibatkan disana, cara yang dijalankan pun sepenuhnya cara dunia. Sikat dulu sebelum keburu disikat orang, tipu dulu sebelum ditipu, serang dulu sebelum diserang, makan dulu sebelum dimakan. Pendeknya, Tuhan hanyalah satu bagian dari kehidupan yang hanya dapat porsi kecil saja. Nanti kalau ada perlu baru dihubungi lewat doa, kalau ada permintaan nanti baru datangi dan bawa daftarnya. Di gereja selamat hari minggu salam kiri kanan dan sebar kata puji Tuhan, tapi begitu selesai ibadah langsung switch mode kembali pada cara dunia. Ada orang yang berdoa bersama sebelum bekerja, tapi pada saat kerja melakukan begitu banyak hal buruk. Melakukan mark up, sogok sana sini, menghancurkan pesaing barulah sebagian dari cara mereka menjalankan roda perusahaan. Rohani, rohani, sekuler, sekuler. Itu dua sisi berbeda.
Pemikiran seperti ini sangatlah keliru karena Tuhan sesungguhnya tinggal berdiam di dalam diri kita, dan apapun yang seharusnya kita lakukan seharusnya mencerminkan kebenaran. Itulah gaya atau cara hidup yang seharusnya dimiliki oleh orang percaya. Melakukan Firman secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam profesi. Kita harus sadar bahwa kita sesungguhnya adalah surat Kristus, lalu bukankah kita sudah diharuskan melakukan segala sesuatu dengan segenap hati, dengan sungguh-sungguh seperti untuk Tuhan dan bukan untuk orang lain atau manusia (Kolose 3:23).
Pertanyaannya, apakah tokoh-tokoh besar di dalam Alkitab semuanya hamba Tuhan penuh waktu atau full-timer? Kenyataannya, sebagian besar justru merupakan orang-orang yang berprofesi di bidang sekuler. Ada raja, pemimpin, pejabat, pengusaha, dokter, pegawai, ibu rumah tangga, nelayan, peternak bahkan janda. Daud sejak kecil bekerja di dunia sekuler. Ia peternak yang dipakai menggembalakan kambing domba milik ayahnya yang jumlahnya kecil saja, lalu kemudian jadi raja. Hidupnya ada di dunia sekuler. Ia bukan pendeta.
Dan perhatikan apa yang Tuhan bilang tentang Daud. “Setelah Saul disingkirkan, Allah mengangkat Daud menjadi raja mereka. Tentang Daud Allah telah menyatakan: Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku (Kisah Para Rasul 13:22). Itu artinya, kita tidak harus menjadi pendeta atau pengerja penuh waktu untuk bisa melakukan segala kehendak Tuhan sehingga Tuhan berkenan kepada kita dan kehidupan yang kita bangun. Profesi kita, jika dijalani dengan takut akan Tuhan, diisi dengan ketaatan pada kebenaran, maka suatu saat nanti Tuhan akan bilang bahwa kita berkenan di hati-Nya dan telah melakukan kehendak-Nya pada jamannya. Dari Daud kita bisa belajar banyak akan hal itu. (DDT)