Ketaatan Maria
KETAATAN MARIA
“Kata Maria: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Lalu malaikat itu meninggalkan dia.” (Luk 1:38)
Semakin hari kata loyalitas semakin menjadi barang langka. Ketika kita melamar kerja, salah satu pertanyaan yang diberikan menyangkut soal loyalitas ini. Agaknya banyak perusahaan yang bermasalah dengan kesetiaan karyawannya, sehingga pertanyaan ini mau tidak mau harus menjadi penting. Kenyataannya memang demikian. Motivasi orang dalam bekerja memang bermacam-macam. Ada yang ingin mencari pengalaman, ada yang ingin mencari gaji tinggi, penghidupan layak atau lebih dari layak, dan lain-lain. Soal loyalitas? Itu urusan belakangan, karena toh bukan itu yang jadi alasan atau motivasi dalam mencari pekerjaan. Begitu terbiasanya kita dengan ketidakloyalan, sehingga jika tidak hati-hati sikap demikian bisa pula berdampak dalam hubungan kita dengan Tuhan.
Jika kita sudah terbiasa berada di dunia pekerjaan dimana loyalitas sudah menjadi barang yang semakin langka, ada baiknya kita kembali melihat berbagai tokoh Alkitab yang membuktikan sendiri bagaimana ketaatan mereka berbuah manis. Ada banyak tokoh yang sudah melintasi sisi kehidupan sulit dalam ketaatan dan akhirnya menuai akhir yang sangat indah. Kita tahu bagaimana mengerikannya pengalaman Ayub, namun ujian kesetiaan ia lalui dengan kelulusan yang luar biasa. Abraham pun mengalami hal yang berat pula. Ia disuruh meninggalkan kenyamanannya untuk pergi ke sebuah negeri asing, dan belakangan imannya kembali diuji dengan berat, ketika ia harus siap merelakan anak kandung satu-satunya yang sudah ia nantikan berpuluh tahun hingga usia lanjut. Tetapi kembali kita melihat bagaimana ketaatan seseorang yang dijalani sepenuhnya berbuah hasil yang manis.
Mari kita lihat sosok Maria yang juga tak kalah dalam soal ketaatan. Injil Lukas mencatat kedatangan malaikat untuk mengabarkan bahwa Maria dipilih untuk mengandung Sang Juru Selamat, berdasarkan kasih karunia Allah. (Lukas 1:28-33). Mudahkah bagi Maria ketika mendengar hal ini? Tentu tidak. Saya yakin di pikirannya, sama seperti anda juga, teman-teman wanita, tentu sudah terbayang beratnya harus mengandung, apalagi dalam keadaan yang belum menikah seperti itu. Menghadapi gunjingan orang, cercaan, bahkan kemungkinan besar mendapat penolakan dan diputuskan oleh tunangannya, semua itu harus dihadapi sendiri. Tapi lihatlah bagaimana Maria menghadapinya. Maria berkata: Ia sama sekali tidak menolak, tawar menawar dengan Tuhan, mengajukan argumentasi dan sebagainya. Maria dengan sepenuhnya taat, dan ia katakan itu dengan tegas. “Kata Maria: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (ay 38). Ini menunjukkan loyalitas yang sepenuhnya, dan seharusnya menjadi inspirasi bagi kita semua, termasuk kaum wanita seperti Maria.
Tidaklah heran mengapa kasih karunia untuk mengandung Anak Tuhan dianugerahkan kepada Maria. Kita tidak yakin ada sosok lain pada saat itu yang akan dengan tegas menyatakan ketaatannya seperti halnya Maria. Bahkan sampai hari ini pun rasanya akan sangat sulit mencari wanita dengan ketaatan seperti dia. Yesus sendiri sangat menghargai Maria. Meski Yesus bukan anak hasil pernikahan Maria dan Yusuf, tetapi lihatlah bagaimana Yesus menghormati Maria. Pada saat Yesus disalib, Dia masih sempat berkata kepada Maria seperti ini: “Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: “Ibu, inilah, anakmu!” (Yohanes 19:26). Yesus tetap menghormati Maria sebagai ibunya, yang telah melahirkan, mengasuh, mendidik dan membesarkanNya di dunia.
Maria tidak membayar sepeser pun untuk posisi itu. Yang Maria lakukan hanyalah, taat secara total kepada kehendak Allah. Dia melakukannya dengan kesungguhan dan ketulusan hati. Itulah sebabnya, Tuhan memberikannya kuasa untuk dimuliakan diantara semua wanita di bumi ini. Kita akan melihat rahasia dari ketaatan Maria kepada Tuhan :
- MEMPRIORITASKAN ALLAH LEBIH DARI SIAPA PUN DAN APA PUN (MAT 1:19). Maria tetap memilih untuk melakukan kehendak Allah, dengan resiko kehilangan calon suaminya, yang kemungkinan besar akan menceraikan dia, dan dengan resiko akan dipandang hina oleh masyarakat.
- BERANI MENYERAHKAN NYAWANYA BAGI ALLAH (MATIUS 1:18). Saat Maria menerima kehendak Allah untuk melahirkan Yesus, itu artinya ia siap mati. Karena pada masa itu, apabila seorang wanita kedapatan berbuat zinah, apalagi hingga mengandung di luar ikatan nikah, maka wanita itu akan dirajam sampai mati
- MEMILIKI JIWA SEORANG HAMBA (LUKAS 1:38). Ia sama sekali tidak mementingkan dirinya sendiri. Ia sadar bahwa kehendak Allah jauh lebih penting daripada kehendaknya sendiri, “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” dan ia mengabdikan seluruh hidupnya untuk melakukan kehendak Allah, sejak Yesus lahir dari rahimnya hingga Yesus mati tersalib dihadapannya.
Ketaatan seperti Maria dan Yusuf, yang sama-sama manusia seperti kita hendaklah bisa menginspirasi kita, terlebih ketika kita tengah menghadapi situasi yang sulit dalam kehidupan ini. Tidak mudah memang, namun jika para tokoh-tokoh Alkitab sanggup melakukannya dan telah membuktikan sendiri bagaimana indahnya buah yang mereka terima, kepada kita pun berlaku sama. Semua yang telah dituliskan di dalam Alkitab sesungguhnya berguna bagi kita sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan yang berkemenangan, seperti kata Paulus: “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.”(2 Timotius 3:16). Mari kita sama-sama memperbaharui sikap ketaatan kita menjelang Natal tahun ini. Miliki loyalitas sepenuhnya kepada Tuhan, yang tidak akan gampang digoyang angin bahkan badai sekalipun. Hati yang taat akan menjadi hadiah yang indah bagi Kristus dalam menyambut hari kelahiranNya. (ABT-dari berbagai sumber)