Kumau berbagi
“KU MAU BERBAGI”
Itulah salah satu judul program Komisi Anak pada tahun pelayanan 2015-2016. Tentu saja,seperti program-program pelayanan lain, Ku Mau Berbagi juga dirancang untuk mencapai tujuan tertentu dalam konteks pembinaan rohani dan pembentukan karakter Kristus pada diri Anak Sekolah Minggu (ASM). Apa sebenarnya tujuan program ini?
Tujuan yang ingin dicapai melalui program ini ialah – pertama-tama – agar pada porsi usia masing-masing, ASM mampu memahami, meyakini dan mensyukuri keselamatan kekal yang telah mereka terima. Keselamatan, yang hanya terjadi oleh anugerahNya. Sola Gratia.
KasihNya yang mewujud melalui salib itu, sebenarnya sudah melampaui apapun yang bisa diharapkan oleh seorang manusia. Namun ternyata kasih Allah bahkan tak berhenti sampai di situ saja. Manusiapun masih memperoleh berbagai “bonus” yang benar-benar melimpah ruah dariNya: penerimaan, perlindungan, bahkan kesetiaan penyertaanNya. Sungguh kasih yang tak bersyarat, pun tak mengenal akhir.
Penerimaan? Mungkin kedengarannya aneh jika kita mendengar seseorang bersyukur karena diterima. Tapi bagi orang yang pernah merasakan pahitnya ditolak dan diabaikan, maka penerimaan orang lain adalah sesuatu yang sekuat tenaga akan dicarinya, dan takkan ada yang bisa melampaui sukacita saat akhirnya ia merasa diterima. Apalagi jika penerimaan itu terjadi seperti penerimaan Allah terhadap manusia berdosa, yang diikuti dengan perlindungan dan penyertaanNya. Jadi ketika kasih Allah menjangkau manusia, maka tidak ada lagi sukacita yang mampu melebihi hal itu. Nah. Anak-anakpun perlu menyadari dan merasakan kasih yang agung ini di dalam hidup mereka.
Tujuan kedua, generasi muda Kristen juga perlu mengerti bahwa kasih yang diterimanya dari Allah bukanlah monopoli mereka, melainkan wajib dibagikan kepada masyarakat atau komunitas. Jadi, penting sekali mengajar anak berserah diri menjadi alat Allah untuk menjangkau sesama. Agar menjadi kepanjangan tangan Allah, sebagai saluran bagi lebih banyak lagi manusia yang
membutuhkan kasih Allah dalam hidupnya.
Semua ini perlu dilatihkan kepada anak-anak sejak mereka kecil. Mereka perlu belajar berbagi bukan sekedar barang atau uang, namun lebih dari itu juga berbagi kasih dalam beragam bentuk yang lebih mendalam: perhatian, doa, kepedulian, empati, menerima orang lain, dan seterusnya.
Guru-guru Sekolah Minggu (GSM) yang terlibat dalam pelayanan anak memahami betul hal ini. Bahwa sejak dini anak perlu merasakan kasih Allah, dan diajar meneladani Juruselamat agar kelak di masa dewasa mereka teguh berdiri dalam iman yang benar dan mampu membagikan kasih itu. Tertulis dalam Amsal 22:6 “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu”… Apa yang disemai sejak dini, jika terus dirawat dan dipelihara dengan baik tentunya akan menghasilkan buah yang baik pula.
Tapi cukupkah bila hanya guru-guru sekolah minggu saja yang berjuang? Tentu tidak. Justru orang tualah pemegang tanggung jawab utama untuk mengajar generasi muda Kristen menghayati apa arti limpah kasih Allah, keselamatan, perlindungan, dan kesetiaanNya. Jadi, orang tua jugalah, yang semestinya intensif mendidik anak untuk berbagi hidup berkelimpahan kepada sesama.
Jika dihitung-hitung, mungkin hanya 1-2 jam dalam seminggu anak-anak bertemu dengan guru-guru Sekolah Minggu … itupun jika orang tua punya kesadaran untuk tidak terburu-buru menarik anak mereka pergi sebelum Sekolah Minggu selesai. Tapi sebaliknya, interaksi anak dengan orang tua justru terjadi setiap hari.
Oleh karenanya, merekalah yang harus lebih konsisten dan gigih mengabarkan kasih dan pemeliharaan Allah kepada anak-anaknya. Kewajiban itu dengan sendirinya melekat pada tiap orang tua “Tetapi hanyalah orang yang hidup, dialah yang mengucap syukur kepadaMu, seperti aku pada hari ini; seorang bapa memberitahukan kesetiaanMu kepada anak-anakNya” (Yesaya 38:19).
Sebab, hanya anak-anak yang belajar merasakan kasih Allah dalam hidupnyalah , yang kelak bisa membagikannya pada sesama. (GBM)