Makna Sebuah Penderitaan

Penderitaan adalah bagian dari kenyataan hidup yang tak dapat kita hindari. Kita pernah mengalaminya, atau tengah mengalaminya atau barangkali kelak akan mengalaminya. Seorang dramawan Inggris berkata: “Hidup ini sering tidak berjalan sesuai dengan yang kita ingini. Tetapi inilah satu-satunya hidup yang kita miliki!” Bisa saja saat ini penderitaan bukan kenyataan dalam kehidupan pribadi kita. Tetapi kita tahu bahwa betapa banyak sesama kita yang sedang mengalaminya. Setiap orang yang tidak merasa sakit dan gelisah atas penderitaan sesamanya, dialah orang yang sebenarnya sedang sakit dan menderita. Sakit oleh kekerasan hatinya, menderita oleh ketumpulan perasaannya, meskipun semua ini tidak disadarinya.

Manusia dapat disakiti perasaan hatinya, digelisahkan oleh kesadaran dirinya, disiksa oleh hati nuraninya. Makin tinggi martabat manusia itu, makin pekalah ia terhadap penderitaan. Sebuah lagu yang sumbang dapat menyiksa telinganya. Sebuah situasi politik yang sewenang-wenang sudah cukup membuat dia tertekan. Sebuah perang yang terjadi di benua yang jauh, sudah membuat dia gelisah.

Karena itu kita memang tidak dapat menghindarinya. Selama kita adalah manusia, selama itu pula penderitaan jadi bagian dari kita, yang harus kita hadapi, yang kita harus mengatakan “ya” kepadanya. Begitu pula yang terjadi di Taman Getsemani. Bahwa intensitas Yesus sebagai wakil umat manusia yang benar, justeru terletak ketika dengan sadar Ia berkata: kalau memang cawan itulah kehendak-Mu ya Bapa, Aku akan menerima dan minum dari piala pahit penderitaan itu dengan rela. Ketika Yesus merangkul penderitaan itu di dalam hidup-Nya! Tentu saja ini tidak mudah. Bahkan amat sulit. Tetapi bagi Yesus inilah satu-satunya cara untuk mengerti rencana Allah, untuk mentaati kehendak Allah. Dengan demikian: mengerti pula hakikat diri-Nya, tujuan misi-Nya.

Dari mana sebenarnya asal penderitaan itu? Memang harus dikatakan, penderitaan itu tidak sendirinya lahir karena dosa atau suatu kesalahan pribadi. Ketika melihat seorang yang buta sejak lahir, Yesus berkata bahwa ia buta bukan karena dosanya pribadi, bukan juga dosa orang-tuanya, tetapi supaya Kerajaan Allah dimasyhurkan. Ketika ada sebuah menara rubuh di Yerusalem, Yesus berkata, bahwa orang-orang yang mati tertimpa menara itu tidak lebih besar dosanya dari penduduk Yerusalem. Penduduk Yerusalem akan mengalami kecelakaan yang lebih hebat, kecuali mereka bertobat.

Setiap penderitaan harus membuat kita menengok dan menilai diri kita sendiri: tidakkah kita sendiri yang menyebabkannya? Adakah yang harus kuperbaiki? Rasul Paulus juga pernah berkata: “Allah itu tak dapat diolok-olok. Apa yang kita tabur, itulah pula yang akan kita tuai”. Sikap kita terhadap penderitaan, adalah sikap kita terhadap hidup ketika penderitaan ada di depan mata kita, ia memberi kepada kita dua pilihan untuk menyambutnya. Kita menyerah kalah, atau kita berjuang memenangkannya.

Seorang calon juara tennis yang amat memberi harapan, tiba-tiba mendapat kecelakaan dan harus kehilangan tangan kanannya. Apakah dengan demikian, hilang pula harapannya untuk menjadi juara? Untuk sementara barangkali demikian. Tetapi orang ini tidak mau mengalah pada keadaan. Ia mulai lagi bertekun berlatih diri dengan tangan kirinya, dan akhirnya ia bisa menjadi juara. Begitulah selalu dengan penderitaan. Kita mengalahkannya atau kita dikalahkannya. Kita dikalahkannya berarti kita rela mematikan diri sendiri, sebelum kita mati. Kita mengalahkannya berarti kita tetap hidup betapapun keadaan kita.

Penderitaan tidak pernah menjadi kata akhir dalam hidup kita, kecuali diri kita sendiri merelakannya. Tetapi bagi orang Kristen, Rasul Paulus mengatakan bahwa kita harus berjuang terus “sebagai prajurit yang baik dari Yesus Kristus”. Kita tidak boleh dikalahkan, tetapi harus mengalahkannya. Seperti Yesus Kristus. Ia merangkul penderitaan itu bukan untuk menjadi mangsa dan korban darinya, tetapi untuk mengubahkannya. Bahwa mulai dari penderitaan itulah, terlahir kemenangan dan kehidupan yang sebenarnya. Bukan saja untuk dirinya sendiri, tetapi untuk seluruh umat manusia.

Itulah penderitaan. Kita tak perlu melarikan diri dari padanya. Bahkan sebaliknya harus merangkulnya, bukan sebagai sikap pasrah yang menyerah, tetapi untuk mengalahkannya! Mengubahnya menjadi kemenangan! Diringkas dari renungan Pdt. Eka Darmaputera. (GSI)

KEBAKTIAN MINGGU Paska (Putih)

Yesus Sudah Bangkit, Wartakanlah!

Yesaya 65:17-25; Mazmur 118:1-2,14-24; Kisah Para Rasul 10:34-43; Lukas 24:1-12

Kebaktian 20 April 2025 oleh Pdt. Gordon S. Hutabarat

Yesus Sudah Bangkit, Wartakanlah!

“Mengapa kamu mencari Dia yang hidup di antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit.”
(Lukas 24:5b-6a)

Pagi itu sunyi dan penuh duka. Para perempuan datang ke kubur dengan membawa rempah-rempah, bukan untuk merayakan, tetapi untuk merawat jenazah. Namun apa yang mereka temukan justru mengubah sejarah umat manusia: batu sudah terguling, tubuh Yesus tidak ada, dan malaikat menyampaikan kabar mengejutkan: “Ia telah bangkit!”

Kebangkitan Kristus bukan sekadar mukjizat, tetapi titik balik dunia. Dalam Yesaya 65, Allah menjanjikan langit dan bumi yang baru, tempat di mana penderitaan tidak akan lagi dikenang. Ini bukan utopia semu, melainkan realitas yang dimulai dengan kebangkitan Kristus—yang membuka jalan bagi ciptaan baru itu.

Mazmur 118 pun berseru dengan penuh syukur: “Inilah hari yang dijadikan TUHAN, marilah kita bersorak-sorai dan bersukacita karenanya!” Kebangkitan Kristus adalah kemenangan atas maut, dan bagi kita—umat yang percaya—ini adalah undangan untuk hidup dalam terang dan sukacita yang kekal.

Dalam Kisah Para Rasul 10, Petrus bersaksi bahwa Yesus yang disalibkan kini hidup, dan bahwa para saksi mata diperintahkan untuk “memberitakan kepada bangsa-bangsa dan bersaksi bahwa Dialah yang ditentukan Allah menjadi Hakim atas orang hidup dan orang mati.” Kebangkitan itu bukan sekadar fakta teologis—tapi panggilan misi.

Maka, kebangkitan Kristus mengubah duka menjadi harapan, ketakutan menjadi keberanian, dan keheningan kubur menjadi pekikan kabar baik. Kita yang percaya, seperti para murid pertama, tidak bisa berdiam diri. Kita dipanggil untuk mewartakan-Nya!


Aplikasi Hidup:

  1. Percaya dan bersyukur: Jangan biarkan kebangkitan hanya jadi cerita Paskah tahunan. Biarkan itu membakar hati kita setiap hari untuk hidup dalam damai dan pengharapan.

  2. Wartakan kabar baik: Siapa di sekitarmu yang sedang terpuruk, putus asa, atau merasa hidupnya “mati”? Datanglah, bawalah kabar bahwa Yesus hidup, dan Dia juga mau menghidupkan mereka.

  3. Hidup dalam terang kebangkitan: Jangan kembali ke kehidupan lama. Kristus telah bangkit—maka hidup kita pun harus merefleksikan kemenangan dan pembaruan itu.

Jadwal Kebaktian GKI Kota Wisata

Kebaktian Umum 1   : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian Umum 2  : Pk. 09.30 (Hybrid)

Kebaktian Prarem 8 : Pk 07.00 (Onsite)

Kebaktian Prarem 7 : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian ASM 3-6  : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian ASM 1-2   : Pk. 09.30 (Onsite)

Kebaktian Batita, Balita: Pk. 09:30 (Onsite)

Kebaktian Remaja  Pk 09.30 (Onsite)

Kebaktian Pemuda Pk. 09.30 (Onsite)

Subscribe Youtube Channel GKI Kota Wisata dan unduh Aplikasi GKI Kota Wisata untuk mendapatkan reminder tentang kegiatan yang sedang berlangsung

 

 

GKI Kota Wisata

Ruko Trafalgar Blok SEI 12
Kota Wisata – Cibubur
BOGOR 16968

021 8493 6167, 021 8493 0768
0811 94 30100
gkikowis@yahoo.com
GKI Kowis
GKI Kota Wisata
: Lokasi

Nomor Rekening Bank
BCA : 572 5068686
BCA : 572 5099000 (PPGI)
Mandiri : 129 000 7925528 (Bea Siswa)

Statistik Pengunjung

604342
Users Today : 1096
Users Yesterday : 1406
This Month : 24256
This Year : 156492
Total Users : 604342
Who's Online : 6