Menanti dalam Iman, Pengharapan dan Kasih
Hari ini, sepuluh Desember tahun dua ribu dua puluh tiga, lima belas hari menjelang hari Natal. Mall di kota-kota besar sudah terhias dengan ornamen Natal. Lampu kerlap-kerlip di sana-sini. Pohon Natal terhias indah di setiap ruang keluarga bersiap menyambut hari Natal. Sebuah perayaan tahunan umat Kristiani di seluruh dunia. Saat ini adalah masa adven sebuah penantian menuju hari raya agung itu, Natal.
Selain Natal, pesta lain juga sedang dinanti oleh bangsa Indonesia, yakni pemilihan presiden. Para kontestan dan pendukungnya sudah mulai berusaha menarik perhatian para pemilih agar dirinya terpilih. Para kontestan melakukan berbagai macam upaya dengan ide-ide kreatif untuk menampilkan bahwa calon merekalah yang layak dipilih.
Di sosial media juga bermunculan berbagai macam diskusi dan perdebatan antar pendukung kontestan. Entah apa yang menjadi alasan setiap warga negara untuk memilih atau berpihak pada kontestan atau kelompok tertentu, yang jelas ada alasannya. Ada yang memutuskan untuk menjadi golput dan tidak memihak pada siapapun karena mereka menilai tidak ada yang sesuai kriteria yang ada dalam pandangan dan nilai hidup yang dipegangnya. Ada yang apatis karena siapapun yang memerintah, menurut pengalaman mereka, tidak ada pengaruh bagi hidup mereka.
Masa menanti hari di mana presiden terpilih diumumkan adalah masa penantian yang diisi dengan kampanye. Setiap koalisi akan melakukan yang terbaik untuk memenangkan kandidat-nya. Ada tim pemenangan yang terdiri dari orang-orang terbaik dari anggota koalisi tersebut.
Penantian kelahiran Yesus oleh Maria dan Yusuf adalah saat-saat yang penuh dengan beribu tanda tanya. Bagi para ibu yang pernah mengandung serta menanti kelahiran anak akan memahami sepenuhnya perjuangan Maria. Para ibu masa kini melakukan pemeriksaan radiologi dan lainnya untuk memastikan jenis kelamin serta kesehatan janin. Hal ini untuk memberi ketenangan selama masa penantian. Apa yang dilakuka Maria dan Yusuf pada masa penantian itu? Iman dan penyerahan dirilah yang menjadi kekuatan Maria dalam masa-masa penantian itu. Begitu damai dan sukacita Maria dalam melewati masa penantian ini karena iman serta penyerahan diri secara total. Lalu Kata Maria, “Aku ini hamba Tuhan. Jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk. 1:38). Maria akan merawat kandungannya dan melakukan berbagai persiapan terbaik yang berlaku pada masa itu. Ia tahu bahwa yang ada dalam kandungannya adalah Juruselamat manusia. Maria tenang karena ia berpegang pada janji Tuhan. “Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Maha Tinggi. Tuhan Allah akan memberikan kepada-Nya tahta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan memerintah atas keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan (Luk. 1: 32-33).
Dalam hidup ini setiap orang akan mengalami masa-masa penantian. Yang sedang mengandung akan menanti kelahiran. Yang belum dikaruniai anak akan menanti kapan akan mengandung. Yang belum menikah, akan menanti datangnya pasangan idaman yang mau berkomitmen. Remaja kelas tiga SMA menanti masa-masa masuk ke universitas idaman. Yang belum mendapat pekerjaan menanti dengan cemas jawaban setiap surat lamarannya. Yang sedang kuliah akan menanti saat-saat lulus dan diwisuda. Kita semua sebagai umat yang sudah diselamatkan tentu menanti saatnya Yesus datang yang kedua kali. Apakah sikap kita dalam masa-masa penantian ini? Seperti Maria dan Yusuf, marilah kita berpegang pada janji Tuhan bahwa Ia punya rancangan yang baik untuk setiap kita. Tuhan punya waktu untuk setiap kita. Biarlah kita menanti dalam iman, pengharapan dan kasih. (HOM)