Mendengar dan Berbicara Sesuai Kehendak-Nya

Kita patut bersyukur Tuhan menganugerahkan dua telinga tetapi satu mulut, mungkin agar kita lebih banyak mendengar daripada bicara. Pernah suatu kali putra saya mengeluh demam dan telinganya sakit sampai tidak dapat mendengar, di sini kita sadar bahwa pendengaran adalah suatu yang penting bagi kita manusia terlebih lagi banyak aktifitas kita yang memerlukan pendengaran kita. Tanpa mendengar kita tidak dapat menerima dan mengungkapkan dari hal yang kita dengar itu.

Dalam Khotbah Minggu ini kita di ajak belajar lagi mendengar seksama bagaimana mendengar dengan benar sepenuh hati dan mengungkapkannya melalui kata- kata dengan benar juga. Untuk mendengar suara Tuhan kita perlu mengenalinya. Apa kata Tuhan Yesus mengenai itu? Yesus mengatakan, “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku” (Yoh. 10:27).

Untuk mengenali suara Tuhan, kita perlu menyediakan waktu bersama dengan Dia setiap hari. Ada kemungkinan kita tidak mendengar dan mengenali suara Tuhan di tengah-tengah kenyataan hidup yang bising dengan banyak suara-suara yang kita hadapi setiap hari, entah karena sempitnya waktu, lelah karena sibuk mengejar keinginan dan ambisi. Mendengar suara Tuhan adalah kita mau merendahkan diri mendengar dengan seksama, taat, hormat dan tulus pada apa yang disampaikan Tuhan kepada pribadi kita sebagai umat manusia. Kita perlu mengenali dengan cermat Firman Tuhan sehingga ketika Tuhan berbicara kepada kita atau menuntun kita akan jelas bahwa itu adalah suara-Nya. Tuhan dapat saja berbicara secara lisan kepada orang, namun yang pasti Tuhan berbicara melalui Firman-Nya dalam Alkitab; dan melalui Roh Kudus kepada hati nurani kita dapat juga melalui keadaan, juga melalui orang-orang lain.

Sapaan Tuhan itu dapat sangat menyentuh, mengena, menggoncangkan dan menantang serta membangkitkan seluruh kehidupan. Karena itu marilah kita di te- ngah ruang kehidupan nyata kita mampu mengheningkan diri sejenak berdoa seperti Samuel: “Berbicaralah ya Tuhan, sebab hamba-Mu mendengar”, marilah kita mem- buka hati sedalam-dalamnya. Kepekaan rohani kita membutuhkan latihan yang menghasilkan keterampilan. Keterampilan menjadi alat untuk perolehan di mana mendatangkan rasa kepuasan yang membuat kita bersyukur. Bersyukur mendekatkan kita kepada Tuhan dan berdekat kepada Tuhan untuk mendengar sapaan suara Tuhan dan ternyata itulah yang dikehendaki Tuhan. Supaya kita merespon sapaan Tuhan dan mampu menyuarakannya melalui perkataan yang benar sebagaimana dikehendaki Tuhan untuk menyampaikan kebenaran juga kabar baik itu kepada orang lain.

Selanjutnya dalam kisah Samuel tidak hanya memotivasi dan menginspirasi kita belajar mendengar, tetapi juga belajar berbicara kebenaran. Samuel kecil itu mendengar kebenaran yang pahit dari Tuhan, yaitu hukuman Tuhan kepada imam Eli yang membiarkan anak-anaknya (juga imam) dalam perlakuan korban persembahan dan tindakan yang tidak sopan di pelataran Bait Allah. Samuel belajar mengatakan kebenaran yang pahit itu kepada Eli, bapa rohani, guru yang sangat dihormatinya. (Mengharukan, seburuk-buruknya Eli, kita membaca bahwa imam tua itu mau mendengarkan kebenaran yang pahit yang disampaikan Samuel).

Hal ini menyadarkan kita bahwa sama seperti Samuel disuruh mengatakan yang benar bukan hanya kepada orang asing dan jauh karena itu tidak berdampak apa-apa kepada hidup kita, tetapi justru kepada orang yang sangat dekat dengan kita, memiliki pertalian darah dengan kita, sahabat, atasan, dan bahkan orangtua kita sendiri. Samuel beruntung, sebab justru Eli yang mendesaknya mengatakan kebenar- an. Namun kondisi kita bisa jadi lain. Orang yang kita hormati atau sayangi itu belum tentu suka atau ingin mendengar kebenaran. Namun Tuhan menyuruh kita tetap mengatakannya. Lantas bagaimana dengan sikap kita sangat kritis kepada orang lain, namun sebaliknya sangat tidak kritis kepada diri sendiri, keluarga atau teman sendiri. Mengkritik orang lain dalam hal kebenaran itu baik dan sah, tetapi apakah kita mampu dan mau mengkritik diri sendiri atau orang yang telah menjadi bagian hidup kita – itu jauh lebih baik dan berguna. Banyak orang berani menasihati orang lain tetapi enggan menasihati diri sendiri.

Mari kita sediakan waktu setiap hari menikmati doa yang berkualitas, mem- pelajari Alkitab dan dengan tenang dan merenungkan Firman-Nya. Makin kita menggunakan waktu secara intim dengan Tuhan dan Firman-Nya makin mudah kita mengenali suara Tuhan dan pimpinan-Nya dan menyuarakan kebenaran itu dengan melakukannya dalam kehidupan kita. (SHA)

KEBAKTIAN MINGGU PASKA V (Putih)

KETAATAN SEBAGAI ANUGERAH ALLAH

Kisah Para Rasul 16:9–15; Mazmur 67; Wahyu 21:10, 22–22:5; Yohanes 14:23–29

Kebaktian 25 Mei 2025 oleh Pdt. Em. Jonathan Subianto (GKI Samanhudi)

“Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku.” (Yohanes 14:23)

Ketaatan: Bukan Beban, Tapi Anugerah

Dalam kehidupan rohani, kata “ketaatan” sering terdengar seperti tugas berat yang harus dipikul untuk menyenangkan Tuhan. Kita membayangkan hidup yang penuh aturan dan pengorbanan. Namun, bacaan hari ini mengajarkan bahwa ketaatan bukanlah beban, tetapi respons dari hati yang sudah disentuh kasih karunia.

Kisah Paulus yang menerima visi Makedonia dalam Kisah Para Rasul 16 menegaskan hal ini. Ia tidak merancang sendiri perjalanannya, tetapi merespons pewahyuan Tuhan. Ia taat bukan karena keinginan pribadi, melainkan karena Allah yang terlebih dahulu menyatakan kehendak-Nya.

Lalu kita melihat Lidia, seorang perempuan yang hatinya “dibukakan Tuhan.” Ia percaya dan dibaptis, bukan karena dia mencari Tuhan lebih dahulu, tetapi karena Tuhan bekerja dalam hatinya. Dari kisah Paulus dan Lidia, kita belajar bahwa ketaatan dimulai dari anugerah, bukan inisiatif manusia.

Ketaatan Membawa Kesaksian

Mazmur 67 menyatakan kerinduan agar berkat Tuhan atas umat-Nya menjadi sarana kesaksian bagi bangsa-bangsa. Ketika umat Allah hidup dalam ketaatan, dunia akan melihat terang kasih dan kebenaran Allah. Ketaatan bukan hanya untuk membentuk karakter pribadi, tetapi menjadi sarana kesaksian global.

Ketaatan Berakar pada Visi Kekal

Wahyu 21–22 menunjukkan gambaran Yerusalem Baru—kota penuh terang, di mana Allah tinggal bersama umat-Nya. Inilah arah hidup kita. Bila kita sungguh percaya bahwa tujuan akhir kita adalah hidup kekal bersama Tuhan, maka hidup kita hari ini akan dibentuk oleh harapan itu. Ketaatan menjadi cara kita mempersiapkan diri bagi kemuliaan yang kekal.

Ketaatan Sebagai Ekspresi Kasih

Yesus menyatakan dengan jelas: “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku.” (Yoh. 14:23). Ketaatan bukanlah bentuk keterpaksaan, melainkan buah dari kasih. Dan lebih lagi, Yesus berjanji bahwa Allah akan tinggal bersama orang yang menaati-Nya. Ini adalah relasi, bukan sekadar aturan. Allah ingin berjalan bersama kita, menolong kita lewat Roh Kudus, agar kita dapat hidup dalam firman-Nya.

Aplikasi Praktis dalam Hidup Sehari-hari

  • Mulai Hari dengan Firman dan Doa. Luangkan waktu 10–15 menit setiap pagi untuk membuka Alkitab dan berdoa. Mulailah dengan satu ayat dan renungkan artinya untuk hidupmu hari itu.

  • Latih Ketaatan di Rumah. Bantu tanpa disuruh, ucapkan terima kasih, dan minta maaf saat salah. Rumah adalah tempat pertama untuk menumbuhkan karakter taat.

  • Jadi Terang di Tempat Kerja atau Sekolah. Tunjukkan kejujuran, bantu rekan kerja, dan ambil sikap positif. Orang lain akan melihat perbedaan ketika kita taat pada nilai-nilai Kristus.

  • Dengar dan Tanggapi Suara Roh Kudus. Saat tergerak untuk menolong, mengampuni, atau meminta maaf—responilah segera. Ketaatan sering dimulai dari langkah-langkah kecil.

  • Fokus pada Tujuan Kekal. Buat keputusan berdasarkan kekekalan. Apakah aktivitas ini membawa saya mendekat pada Tuhan? Apakah ini menyenangkan hati-Nya?

Penutup

Ketaatan tidak akan pernah terasa ringan jika kita memulainya dari usaha sendiri. Tetapi saat kita menyadari bahwa Tuhan sudah lebih dulu mengasihi kita, membuka hati kita, memberi visi kekal, dan menghadirkan Roh Kudus untuk menolong, maka kita dapat berkata: “Saya mau taat karena Tuhan begitu baik.”

Ketaatan bukan syarat untuk dikasihi. Kita taat karena sudah dikasihi. Dan dalam setiap langkah ketaatan, kita semakin mengenal dan mengalami hadirat-Nya yang nyata.

Mari kita hidupi ketaatan sebagai anugerah, bukan beban. Dan biarlah dunia melihat terang Tuhan melalui hidup kita yang taat.

Jadwal Kebaktian GKI Kota Wisata

Kebaktian Umum 1   : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian Umum 2  : Pk. 09.30 (Hybrid)

Kebaktian Prarem 8 : Pk 07.00 (Onsite)

Kebaktian Prarem 7 : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian ASM 3-6  : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian ASM 1-2   : Pk. 09.30 (Onsite)

Kebaktian Batita, Balita: Pk. 09:30 (Onsite)

Kebaktian Remaja  Pk 09.30 (Onsite)

Kebaktian Pemuda Pk. 09.30 (Onsite)

Subscribe Youtube Channel GKI Kota Wisata dan unduh Aplikasi GKI Kota Wisata untuk mendapatkan reminder tentang kegiatan yang sedang berlangsung

 

 

GKI Kota Wisata

Ruko Trafalgar Blok SEI 12
Kota Wisata – Cibubur
BOGOR 16968

021 8493 6167, 021 8493 0768
0811 94 30100
gkikowis@yahoo.com
GKI Kowis
GKI Kota Wisata
: Lokasi

Nomor Rekening Bank
BCA : 572 5068686
BCA : 572 5099000 (PPGI)
Mandiri : 129 000 7925528 (Bea Siswa)

Statistik Pengunjung

663694
Users Today : 265
Users Yesterday : 1857
This Month : 39276
This Year : 215844
Total Users : 663694
Who's Online : 20