Mengalami Allah
MENGALAMI ALLAH
(Ayub 42:5)
Kita semua memiliki pengetahuan tentang Allah bahwa Allah itu maha kuasa, maha baik, maha pengampun, dll. Tetapi sekedar tahu tidak cukup. Hal ini sama dengan orang yang tahu membaca itu penting, tidak langsung membuat seseorang jadi gemar membaca. Contoh lagi, orang tahu olah raga itu penting dan baik buat kesehatan, tidak juga membuat seseorang jadi rutin berolah raga. Demikian juga dengan sekedar tahu bahwa Allah itu baik, tidak akan mempunyai dampak yang cukup berarti bagi seseorang. Karena itulah kita perlu “mengalami” Allah.
Ketika itu untuk pertama kalinya saya memeriksakan mata di sebuah toko optik karena mata saya buram bila membaca dengan jarak normal. Dari pemeriksaan, diketahuilah ternyata mata saya mengalami rabun dekat. Saat pemilihan lensa, saya ditawari lensa progresif. “Apa itu lensa progresif?,” tanya saya. Lalu dijelaskan bahwa lensa progresif adalah lensa yang dibuat sedemikian rupa sehingga ukuran bagian atas lensa berangsur-angsur normal disesuaikan dengan jarak pandang obyek. Saat itulah, saya mengagumi betapa luar biasanya Tuhan menciptakan mata manusia, yg mempunyai kemampuan serba otomatis! Itu baru organ kecil, mata! Padahal tubuh kita terdiri dari banyak organ, baik organ luar maupun organ dalam, disertai dengan banyak sistem yang bekerja di dalamnya, saling terkoordinasi secara kompleks dan rumit, yang membuat kita, manusia, dapat menjalani aktifitas kehidupan secara normal. Wooww… sangat luar biasa!!!
Pengalaman akan Allah juga bisa melalui sesuatu yg kita lihat. Contoh, kita melihat benda2 angkasa, pemandangan alam, hati kita menjadi tergetar mengagumi keindahannya, kedahsyatannya, dll. Kita menjadi kagum dan terpesona, tanpa kita sadari kita memuja dan memuji Tuhan Allah, sang Pencipta. Lalu kita pun menyadari betapa kecil dan rapuhnya diri kita…. Kita merasakan kebesaran, kedahsyatan, keagungan, keperkasaan, kekuasaan Allah!!
Mengalami Allah juga dapat diperoleh melalui pergumulan hidup. Dalam Alkitab, contohnya Ayub. Ia mengalami penderitaan yang hebat. Tetapi di puncak pergumulannya ia berkata,”Hanya dari kata orang saja aku mengenal tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau” (Ayub 42:5). Ketika hidupnya makmur, Ayub mengenal Allah hanya dari kata orang. Entah dari ajaran nenek moyang turun-temurun, atau khotbah2 di rumah ibadah. Tetapi sekarang, setelah berbagai pencobaan itu menerpanya, matanya sendiri memandang Allah. Ia sungguh2 mengalami Allah secara pribadi.
Mengalami Allah artinya sungguh2 merasakan Allah hadir dalam hidup kita. Tidak peduli apapun yang kita hadapi, suka maupun duka, manis maupun pahit, berhasil maupun gagal. Asal kita mau menyediakan diri untuk sejenak tenang, melembutkan hati, membuka pikiran, mempersilakan Allah menyapa melalui segala apa yang kita lihat, dengar, dan alami.
Dalam masa pra paska ini, adakah kita juga mengalami Allah? Bisakah kita merasakan pergumulan berat yang dialami Yesus (Allah yang menjelma menjadi anak manusia) menjelang Dia akan ditangkap untuk disiksa, didera, dihina, dicaci, diludahi, dikhianati…dan puncaknya saat Dia disalibkan sampai mati. Ironisnya, Dia rela menjalani rangkaian penderitaan batin dan fisik tersebut, demi menggantikan manusia berdosa, yaitu kita, yang justru menjadi pelaku yang menista Yesus. Yesus, yang tidak berdosa, tidak sepantasnya mengalami semua penderitaan tersebut. Kitalah, manusia berdosa, yang seharusnya dihukum dengan menjalani penderitaan tersebut. Yesus, yang Maha Suci, telah menyelamatkan kita, manusia berdosa, dari hukuman dosa. Semua karena kasihNya yang besar, terlalu besar untuk bisa kita mengerti! (ELS)