Mengucap syukur
MENGUCAP SYUKUR
MAZMUR 100: 1-5
Tuhan menciptakan manusia dengan kemampuan untuk mengucap syukur dan beribadah kepada NYA. Sebenarnya Tuhan tidak membutuhkan ucapan syukur dan ibadah kita. Tanpa semua itu DIA tetap TUHAN.
Ucapan syukur dan ibadah itu justru perlu bagi kita, karena dengan itulah kita dapat berkembang menjadi manusia yang utuh. Jika kita mengucap syukur dan beribadah kepada Tuhan, maka Tuhan akan merasa senang sama seperti bila kita memberikan kado kepada seseorang yang berulang tahun. Sering terjadi bahwa kado yang kita berikan itu tidak sebanding dengan kemampuan teman kita itu, karena dia mempumyai banyak uang untuk membeli yang bahkan lebih mahal dari pemberian kita itu, tetapi dengan pemberian itu dia akan merasa senang.
Tugas kita adalah menyenangkan hati Tuhan dan menyenangkan hati orang lain. Tuhan memerintahkan kita untuk mengsihi Tuhan dan sesama
Ada tiga cara manusia mengucap syukur.
Pertama “Tak Tahu Bersyukur”
Ketika Yesus menyembuhkan 10 orang penderita kusta (Lukas 17:11-19), ternyata Sembilan dari sepuluh orang itu tidak tahu bersyukur, sehingga Yesus sendiri pun heran dan bertanya. “bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Dimanakah yang Sembilan orang itu? Tidak adakah diantara mereka yang kembali untuk memuliakan ALLAH selain daripada orang asing ini?”.
Sembilan orang itu mayoritas tidak mengetahui bahwa Tuhanlah yang menyembuhkannya dan karena kasih setia Tuhanlah mereka sembuh dari deritanya. Mereka tidak melakukan seperti yang dikatakan Pemazmur: “Pujilah Tuhan hai jiwaku dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!” (Mazmur 103:2}. Mereka yang Sembilan orang itu segera pulang untuk melakukan tugas dan kesibukannya.
Peribahasa “Lupa kacang akan kulitnya”, sesuai dengan mereka. Mengapa mereka tidak tahu bersyukur? Mungkin tidak diajari oleh orang tuanya untuk selalu berterima kasih. Mungkin juga mereka sibuk, tidak ada waktu walau hanya sedikit waktu untuk kembali kepada Yesus untuk mengucap Syukur dan berterima kasih atas kesembuhan mereka. Sifat manusia cenderung seperti Sembilan orang itu tidak ada waktu, capek, macet, sibuk dan sebagainya adalah keluhan yang sering kita dengar, sehingga waktu bersama Tuhan menjadi terabaikan.
Kedua “Pura-pura Bersyukur
Dalam Lukas 18:9-14. Dikisahkan ada dua orang yang pergi kebait ALLAH untuk berdoa. Yang satu adalah orang Farisi dan yang satu lagi adalah pemungut cukai.
Orang Farisi berdoa: “Ya Allah, aku mengucap syukur kepada Mu karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.” Orang Farisi ini bukan bersyukur, tetapi “pura-pura bersyukur”. Dalam doa dan ibadahnya dia tidak bersykur tetapi melapor bagaikan seorang yang sedang mengiklankan dirinya sendiri sambil menjelek-jelekan orang lain. Orang Farisi itu tidak mendekatkan diri kepada Allah tetapi menjauhkan diri dari sesamanya. Padahal Tuhan berkata, kita harus mengasihi TUHAN ALLAH dengan segenap hati dan mengasihi sesama seperti diri kita sendiri. Tuhan tidak menerima sikap dan ucapan syukur yang penuh kepura-puraan seperti itu.
Ketiga “Mengucap syukur dengan sungguh-sungguh”
Ada dua contoh orang yang benar-benar bersyukur dalam bagian Alkitab yang telah disebutkan diatas, yang pertama satu dari sepuluh orang penderita kusta yang telah disembuhkan itu. “Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan ALLAH dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada NYA’.
Orang kedua adalah pemungut cukai yang datang berdoa ke bait Allah bersama orang Farisi tadi. “Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul dirinya dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.”
Kedua orang ini sesungguhnya sedang melakukan panggilan Mazmur 100 tadi, bersorak-sorak bagi Tuhan, beribadah kepada Tuhan dengan sukacita. Mereka mengetahui bahwa Allah itu adalah Tuhan. Dialah pencipta, pemilik dan pemelihara kita. Kita adalah kawanan dombaNya. Mereka mengaku bahwa Tuhan itu baik dan kebaikan-Nya serta kasih setia Nya tidak habis-habisnya. Kedua orang itulah contoh orang yang melakukan ibadah syukur dengan tulus.
Jadi ibadah Syukur, pertama-tama adalah meletakan diri dibelakang Allah dan memposisikan Tuhan di depan. Menyembah dan beribadah berarti membuat diri kita menjadi “NOL” tidak memiliki apa-apa, kecuali Tuhan. Menyembah ialah MELIPAT TANGAN dengan sepuluh jari-jari terlipat (artinya tidak memegang apa-apa). BERLUTUT berarti posisi yang paling sulit untuk bergerak. TUNDUK berarti tidak melihat apa-apa, kecuali pasrah terhadap apapun yang terjadi. Membuat diri kita menjadi “NOL” dan memposisikan diri di belakang Tuhan {angka 1) sama dengan membentuk angka 10 dan itu berarti membesarkan Tuhan sepuluh kali lipat. Makin jauh kita berdiri di belakang angka satu dan menjadi angka nol yang kesekian, maka semakin kita membesarkan Tuhan, sepuluh, serratus, seribu, sejuta kali lipat. Tetapi jika kita yang adalah “angka nol” menempatkan diri kita didepan “sang angka satu”, kita ibarat membentuk angka 0,1 yang berarti kita mengecilkan Tuhan.
Marilah kita menempatkan Tuhan Yesus di depan sebagai angka “SATU” dan kita semua menjadi NOL yang berjejer dibelakang-Nya dengan demikian ibadah kita akan diterima oleh Tuhan Yesus.
Mazmur 100:4
Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, kedalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-Nya!.
——————————————————————————————————————————-saduran dari Firman Hidup 70 BPK Gunung Mulia (RPP)