Menjadi ‘Pohon yang Berbuah atau Pohon tanpa Buah?’
MENJADI “POHON YANG BERBUAH ATAU POHON TANPA BUAH?”
Saudara yang terkasih, pernahkah anda menanam sebuah pohon? Atau pernahkah anda mengamati pertumbuhan sebuah pohon? Kita mengetahui bahwa pohon akan tumbuh sehat jika mendapatkan makanan berupa zat hara dan air yang cukup dari tanah tempatnya berdiri. Saat saya melihat sebuah pohon di taman komplek rumah, saya menyadari bahwa untuk menjadi sebatang pohon yang kokoh, dibutuhkan waktu bertumbuh yang lama dan panjang. Kehidupan orang Kristen juga demikian, untuk dapat menjadi “pohon” yang kokoh, kita perlu mengingat betapa pentingnya memiliki kehidupan yang senantiasa berakar pada ajaran Firman Tuhan. Dalam Mazmur 1, dikatakan bahwa yang berbahagia adalah orang yang kesukaannya taurat Tuhan, yang merenungkan siang dan malam, ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. Alkitab mengajarkan beberapa prinsip tentang pertumbuhan iman yang sehat:
Pertama, iman yang sehat adalah iman yang Berpusat pada Allah (Theocentris). Orang Kristen akan semakin bertumbuh imannya jika meng- utamakan hidupnya bagi kemuliaan Allah dan bukan kepentingan diri sendiri. Yesus meminta kita tinggal di dalam Dia dan menjadi ranting-ranting-Nya. Yesus tidak meminta kita menjadi diri kita sendiri, menjadi “pohon” kita sendiri, tetapi menjadi bagian dari diri-Nya, menjadi ranting-ranting-Nya. Karena itu, orientasi hidup kita hanyalah untuk kemuliaan bagi Allah dan bukan bagi diri kita sendiri (Rm. 14:7-9). Pengenalan akan Kristus adalah yang terutama, lebih dari yang lain dan terus diwujudkan dengan kerinduan yang terus menerus untuk mengenal firman Tuhan dan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kedua, orang yang bertumbuh imannya dengan sehat, adalah orang yang rela berkorban demi pekerjaan Tuhan (kerajaan Allah). Manusia cenderung selalu mencari aman untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi orang yang telah bertumbuh dalam iman yang benar, tidak akan memikirkan untung-rugi dalam mengikut Tuhan. Dia belajar mempersembahkan hidupnya (Rm. 12:1) dan bahkan siap “rugi” demi Kristus, karena sudah mendapat “untung” terlalu banyak. Ia tidak lagi mengutamakan bagaimana dirinya bisa mendapat berkat, tetapi bagaimana dia bisa menjadi saluran berkat. Tanpa sadar kita sering penuh dengan alasan bila terlibat dalam pelayanan dan dalam membangun relasi dengan sesama, padahal kita mengetahui bahwa puncak kehidupan sebuah pohon adalah menghasilkan buah, itulah natur pohon yang semestinya. Demikian pula mestinya kehidupan kita sebagai orang Kristen yang berbuah bagi pekerjaan Tuhan. Seharusnya, kita akan melatih diri kita untuk senantiasa memberikan buah-buah rohani yang banyak di- nikmati orang-orang disekitar kita. Tanpa syarat, tanpa menunggu musim.
Ketiga, iman yang benar bukan identik dengan moral dan tingkah laku agama semata. Hal yang terpenting dalam iman kristen adalah relasi (hubungan pribadi) dengan Tuhan, alias “hati” yang dekat dengan Tuhan. Percuma segala aktivitas rohani seseorang, bila semua itu dilakukan dengan hati yang jauh dari Tuhan. Hati yang dekat dengan Tuhan adalah hati yang telah diubahkan oleh Roh Kudus, dilahir-barukan, yang telah mengalami pertobatan (Yer. 9:24).
Hidup kita memang tidak terus berjalan “mulus”. Ada waktunya kita menikmati berkat Tuhan yang berlimpah, tapi ada waktunya juga pencobaan datang menerpa. Dalam saat yang baik maupun saat terendah dalam hidup kita, apakah Tuhan tetap menjadi akar hidup kita? Apakah hidup kita masih bertumbuh dengan batang yang kokoh untuk menghasilkan buah? Kehidupan iman yang berbuah adalah bila hidup kita selalu berpusat pada Kristus. Allah, yang adalah Sang Empunya lahan, menuntut buah, dan kita hanya bisa berbuah kalau kita hidup berelasi akrab dengan Allah. Sekarang mari kita merefleksikan, seperti apa pohon dan buah saya selama ini? Dan seperti apakah pohon dan buah yang akan saya tanam dan tumbuhkan ke depannya? (reflexy tahun 2021). Tuhan Yesus Mem- berkati kita semua. (HBN)