Menjalin relasi yang intim dengan Tuhan
MENJALIN RELASI YANG INTIM DENGAN TUHAN (Ibrani 10: 22-25)
Seseorang dikatakan memiliki relasi yang intim atau dekat dengan orang lain ketika dia sangat mengenal siapa dirinya, siapa orang tersebut dan mengasihi dia seperti dirinya sendiri, kasih yang tulus. Relasi ini dapat terbangun dengan slaing berkomunikasi sehingga dapat mengetahui dengan jelas siapa dia.
Dalam kehidupan rohani, kita pun dapat berkomunikasi dengan Tuhan melalui doa. Doa menjadi salah satu jalan untuk kita dapat menjalin relasi yang intim dengan Tuhan. Bahkan kita percaya bahwa doa adalah napas hidup orang percaya. Doa menjadi salah satu relasi komunikasi kita sebagai manusia yang penuh keterbatasan, kerapuhan di hadapan Tuhan. Oleh karena itu, doa sangatlah penting bagi setiap kita. Sama seperti orang yang tak bernapas akan mati, orang yang tak berdoa pun mati secara iman. Tanpa doa berarti tak ada relasi dengan Tuhan. Hal ini berarti bahwa doa bukan sekedar formalitas atau kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari, atau monolog dari manusia yang ditujukan kepada Tuhan. Doa semestinya merupakan relasi yang dekat dan intim antara manusia dengan Tuhan. Doa merupakan ungkapan isi hati manusia kepada Tuhan, namun juga kesediaan manusia untuk merasakan kehadiran Tuhan serta mendengar suara dan panggilan-Nya.
Ibrani 10: 22-25 berisi tiga nasehat sebagai pengikut Kristus dalam menjalin relasi yang intim dengan Tuhan, kita harus memiliki:
1. FAITH: HATI TULUS & IMAN TEGUH (ay.22)
Iman menjadi dasar yang kuat dalam menjalin relasi dengan Tuhan. Hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh ini berarti hati telah dibersihkan dari hati nurani jahat, dan tubuh telah dibasuh dengan air yang murni. Hal ini berarti ketika kita berdoa, menaikan doa harus ada hati yang tulus dengan memiliki pikiran yang baik dan bersih, bukan pikiran yang jahat untuk menjatuhkan orang lain atau menyuruh Tuhan untuk menaklukan orang lain yang menjadi musuh kita. Dalam doa, tidak cukup kita hanya tahu tentang Tuhan namun juga harus memiiki relasi yang intim dengan-Nya. Relasi ini terjadi karena anugerah-Nya.
Hati yang tulus ikhlas adalah hati yang jujur, sejati, asli, apa adanya, nyata, tidak hanya kelihatan dari luar. Sedangkan keyakinan iman yang teguh menunjukkan kepastian yang kuat, tanpa keraguan.
2. HOPE: TEGUH DALAM PENGHARAPAN (ay.23)
Nasehat untuk teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan ini berkenaan dengan diri seseorang atau relasi dengan diri sendiri, yaitu bagaimana kita mampu menjadi orang yang teguh dalam pengharapan
3. LOVE: SALING MEMERHATIKAN, MENDORONG DALAM KASIH (ay.24-25)
Saling memperhatikan, medorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik, tidak menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah, saling menasehati. Nasehat ini berkenaan dengan kehidupan berjemaat atau relasi dengan sesama.
Ketiga hal inilah yang harus menjadi refleksi bagi hidup kita apakah kita sudah memiliki relasi yang intim dengan Tuhan atau belum. Memang kita menyadari bahwa diri kita ini sebagai seorang yang penuh dosa, terbatas dan tak sempurna namun kita perlu mengucap syukur akan kasih Tuhan yang terhingga bahwa relasi yang baik dengan Allah ini sudah kita dapatkan sebagai anugerah pengampunan Allah. Tinggal bagaimana diri kita bersikap melalui relasi ini. Maukah memiliki hati tulus, iman teguh dalam pengharapan dan kasih dalam hidup relasi kita bersama Tuhan?
Ketiga hal ini digambarkan oleh Hana dalam kisah 1 Samuel 1: 4-20, saat datang kepada Allah melalui doa yang dipanjatkan. Salah satu hal yang menyebabkan kesedihan Hana, tentu saja adalah kondisinya yang tidak mempunyai anak. Namun, kesedihan Hana menjadi berlipat ganda oleh sikap Penina, madunya. Penina selalu menyakiti hati Hana dan membuatnya marah. Kita bisa membayangkan betapa sedihnya Hana. Menangis dan tidak mau makan adalah ekspresi yang wajar bila seseorang merasa sangat sedih. Namun, ungkapan kesedihan Hana itu ternyata tidak dapat dipahami dan diterima oleh Elkana, suaminya. Elkana justru mempertanyakan alasan kesedihan Hana. Menurut Elkana, Hana tidak seharusnya bersedih karena keberadaannya sebagai seorang suami lebih berharga daripada sepuluh anak laki-laki. Bagi Elkana memang begitu, namun tidaklah demikian bagi Hana. Jika Elkana mau berusaha menempatkan dirinya dalam posisi Hana, mungkin ia lebih dapat memahami perasaan Hana dan dapat mengeluarkan kata-kata yang lebih tepat untuk menghibur dan menguatkannya. Berusaha memahami perasaannya, dan bukan mempertanyakan alasan kesedihannya. Dalam keadaan seperti ini dapat dipahami bagaimana pedihnya hati Hana sehingga ia mencurahkan isi hatinya dalam doa sungguh-sungguh. Sikap doa yang menyerahkan semua pergumulan kepada kasih karunia Tuhan. Sikap inilah yang menunjukkan iman kepada Tuhan, percaya bahwa Tuhan mendengar jeritan hatinya dan memahami serta hadir dalam pergumulannya. Bahkan Hanapun tetap dan terus berpengharapan kepada Tuhan. Imam Eli mengira Hana sedang mabuk karena ia kelihatan berbicara namun tidak mengeluarkan suara. Tuhan yang selalu mendengarkan jeritan hati orang-orang yang menderita dan tertindas juga mendengarkan doa Hana. Setahun kemudian Hana melahirkan seorang anak dan diberi nama Samuel. Samuel kemudian diserahkan untuk membantu Imam Eli di rumah Tuhan.
Bagaimana pengalaman relasi doa kita sekarang ini?
DOA semestinya merupakan relasi dengan Tuhan yang kita sadari.
DOA menjadikan kita semakin mengenal Tuhan
DOA diungkapkan dengan hati tulus ikhlas, iman teguh dalam pengharapan dan kasih
Selamat menjalin relasi yang intim dengan Allah melalui doa dengan hati yang tulus ikhlas dan memancarkan terang berkat bagi sesama sebagai wujud relasi yang indah bersama Tuhan. (SSU)