Menumbuhkan rasa kepekaan sosial
Lukas 10:33b : “…; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan”.
Pada beberapa bulan yang lalu saat sedang mengendarai kendaraan di Jakarta dalam kondisi hujan, ada genangan air di jalan tersebut yang cukup dalam dan mengakibatkan semua kendaraan menghindar. Dikarenakan mungkin saya terlalu pinggir karena banyaknya kendaraan yang juga ke pinggir, membuat mobil saya kejeblos di sebuah lubang yang ada penutupnya. Ternyata penutup lubang tersebut tidak kuat menahan kendaraan sehingga patah.
Hal tersebut mengagetkan dan membuat panik karena ramainya kendaraan dan memang tidak ada orang di sekitar karena hujan. Dalam keadaan kaget itu, saya menelpon staff kantor untuk menghubungi bengkel langganan atau asuransi atau layanan bengkel 24 jam atau supir kantor yang mungkin sedang di Jakarta untuk dapat membantu (saya mencoba semua cara yang dapat menolong). Dan setelah saya dihubungi bahwa bantuan akan coba diatur dari asuransi dan supir kantor. Mereka baru mungkin tiba lebih dari 2 jam, apalagi kondisi kemacetan yang sudah pasti diperkirakan akan lebih lama dari itu.
Hampir setengah jam menunggu dalam kondisi tersebut, waktu menunjukkan hampir pukul 16:30 sore dan hujan sudah reda, kemacetan makin parah dikarenakan memang saat itu adalah jam pulang kantor dan kendaraan saya menghalangi kendaraan lain meskipun di pinggir. Tanpa saya sadari ada sebuah kendaraan berhenti di depan saya dan 4 pria keluar dari mobil tersebut dan menghampiri saya. Seorang mengatakan,” Ayo, Pak. Kita angkat saja dan Bapak atur perseneling mundur saja. Ini sich, gampang.” Dan akhirnya saya mendapat bantuan yang tidak diduga.
Pengalaman pribadi tersebut mengingatkan saya untuk lebih peka dan peduli terhadap sesama. Ke-empat pria yang tidak dikenal ini dengan rela menolong mengangkat kendaraan saya yang kotor karena hujan keluar dari lobang tersebut.
Cobalah kita merenung sejenak dari pengalaman ini, semua pengguna jalan mempunyai hak yang sama dan mempunyai kepentingannya masing-masing. Sering kali saat berkendara dalam kondisi macet dan dikejar waktu, keegoisan kita yang muncul dan tidak peduli terhadap orang lain. Memang hal ini tidaklah mudah tapi kita perlu berlatih diri untuk dapat menahan diri dan lebih peka terhadap pengguna jalan yang lain.
Apabila kita perhatikan dalam konteks sekarang sehubungan dengan kepedulian terhadap sesama, gaya hidup masyarakat, khususnya di kota besar, semakin individualis, manusia semakin egois. Semua berpusat pada aku, diri sendiri. Gaya hidup yang demikian ini telah mengikis kepekaan sosial pada masyarakat. Rasa kepedulian, simpati dan empati terhadap sesama semakin tergerus.
Sebagai anak-anak Tuhan, kita menyadari bahwa hal itu tidak sesuai dengan ajaran-Nya yaitu KASIH. Kasih tidak akan muncul apabila sikap kepedulian dan kepekaan terhadap sesama sudah berkurang atau mungkin tidak ada. Kepedulian dan kepekaan adalah nilai yang sangat penting karena terkait banyak nilai lainnya, seperti kerendah hatian, kesabaran, keramahan dan kebaikan hati. Yang semuanya itu akan mewujudkan KEBAHAGIAAN.
Nas alkitab yang diambil untuk renungan ini adalah Lukas 10:25-37 yang merupakan cerita “Orang Samaria Yang Murah Hati”. Kita sering membaca atau mendengar cerita tersebut yang mana ada orang yang dirampok dan dipukuli hingga setengah mati kemudian ditolong oleh orang Samaria. Lalu lewatlah seorang imam yang tugasnya adalah guru di Bait Allah, hanya melewati orang yang terluka itu tanpa menolong.
Dan orang kedua yaitu seorang Lewi yang merupakan imam Tuhan yang melayani di Bait Allah, juga berusaha menghindar dari orang yang terluka tersebut. Dan orang yang terakhir adalah orang Samaria, yang tidak melihat adanya perbedaan sosial dan agama, menolong orang tersebut. Orang Samaria ini melihat adanya orang yang membutuhkan pertolongan dan ia segera memberikan bantuan.
Cerita Orang Samaria ini merupakan perumpamaan yang Yesus ajarkan agar kita peduli terhadap sesama tanpa memandang ras, suku, gender, agama dan tingkat sosial. Kita harus mengasah kepekaan sosial terhadap sesama dan lingkungan sekitar. Kitab Ulangan 22:1-4 merupakan ayat alkitab seputar tolong-menolong, janganlah pura-pura tidak tahu ketika sesama kita perlu pertolongan. Sedikit perhatian dan pertolongan sangat berarti bagi sesama yang sedang susah. Oleh sebab itu, kita perlu mengembangkan kepekaan dan membiasakan diri untuk tidak tinggal diam saat mengetahui kesusahan orang lain, apabila kita dapat menolong (lihat Yakobus 4:17).
Kepekaan atau kepedulian terhadap sesama itu dapat kita mulai terlebih dahulu dari lingkungan keluarga. Bagaimana sikap kita terhadap orang tua, suami/istri, anak atau saudara-saudara kita ? Kita belajar untuk melihat kondisi mereka yang mungkin sedang membutuhkan bantuan, dan kita ulurkan tangan untuk menolong. Pertolongan mungkin saja tidak berupa materi tapi dapat berupa penghiburan, dukungan motivasi atau hal-hal yang dapat memberikan senyuman atau kekuatan untuk mereka. Di sinilah peran anak-anak Allah dibutuhkan agar Hukum Kasih yang Yesus ajarkan dapat kita bagikan.
Jika kita melihat dalam lingkup yang lebih besar, bagaimana sikap kita terhadap masyarakat sekitar, khususnya yang kurang beruntung ? Kita sebagai warga GKI Kota Wisata telah melakukan peran sebagai gereja dengan membantu masyarakat sekitar yang membutuhkan dengan mengadakan aksi sosial, bazar murah dan pelayanan kesehatan.
Baiklah sebagai pengikut Kristus, kita terus menerus belajar untuk lebih peka dan peduli terhadap sesama. Kunci yang paling penting ialah bagaimana sikap untuk tidak gampang menyerah dengan senantiasa bersabar, serta tidak menggharapkan hasil yang singkat karena semuanya perlu proses.
Renungan ini diakhiri dengan Firman Tuhan yang diambil dari Filipi 2:2-3 : “karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati dan sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri”. (DMI)