Narsis

N A R S I S

Tubuhnya dijulurkan melalui tepian kolam, terpukau oleh keelokan pantulan diri pada permukaan air yang seperti kaca. Berulang kali ia mencoba menggapai, meskipun tiap kali jemarinya menyentuh air selalu saja sosok itu buyar dan lenyap. Hari demi hari cinta di hatinya kepada bayangan tersebut makin meluap-luap. Tanpa mampu lagi berpaling dari sana, akhirnya iapun mati merana, lalu tubuhnya berubah menjadi sejenis bunga yang amat indah: bunga narsis atau amarilis, sebagai pengingat agar kisah tragisnya tak terulang pada yang lain.

Begitulah secuplik kisah tentang Narcissus dalam mitologi Yunani. Akhir yang menyedihkan, karena cinta Narcissus pada diri sendiri justru telah membawanya pada kebinasaan.
Pertanyaannya sekarang, apakah mencintai diri sendiri merupakan suatu kesalahan bagi umat Kristen?

Pada porsi yang tepat, tentu saja tidak. Mencintai diri sendiri menandakan kesehatan mental seseorang. Orang yang mampu mencintai diri sendiri berarti memiliki kesadaran diri dan mampu menerima diri sebagaimana adanya. Mensyukuri karya Tuhan atas dirinya. Namun cinta diri memang menjadi tanda-tanda adanya “penyakit” atau gejala tidak sehat mental, jika sampai membuat seseorang tak punya ruang lagi (dalam hati dan hidupnya) untuk mengasihi Tuhan dan sesama secara tulus.

Orang-orang yang amat mencintai diri pada umumnya suka menganggap benar sudut pandangnya sendiri, sulit menerima kritik, dan sering kali kurang mempedulikan pendapat atau perasaan orang lain. Hatinya tidak tenang ketika ia kurang dikenal atau tidak menjadi tokoh sentral dalam lingkungannya. Ia merasa sempurna, tidak pernah membuat kesalahan, dan ada dorongan tak terpuaskan dalam dirinya untuk selalu ditinggikan, dikagumi serta dipuji. Ia gelisah saat tak bisa memegang kendali atas orang lain. Orang-orang ini tidak berani melihat, apalagi mengakui dan menerima kelemahan diri sendiri. Perspektif berpikirnya betul-betul berpusat pada diri sendiri walaupun bisa saja dibungkusnya dalam kemasan indah “demi kepentingan orang lain”.

Jika dicermati, sejarah telah memberi contoh-contoh tragis yang ditimbulkan oleh para tokoh yang menampilkan perilaku ini. Dalam Alkitab kitapun dapat menemukan kecenderungan tersebut, salah satunya pada peristiwa pembangunan menara Babel. Bila diperhatikan, semua cinta diri yang berlebihan itu akhirnya memang membawa kehancuran. Tepat seperti yang tertulis dalam Amsal 16:18 “Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan”.

Dalam pespektif kristiani, cinta pada diri sendiri yang berlebihan ini tentu saja merupakan salah satu bentuk kedagingan yang selalu bertentangan dengan kasih Tuhan dan menjadi penghalang bagi umat Kristen untuk melakukan kehendakNYA. Padahal dengan sangat jelas umat Kristen diarahkan untuk mengasihi Tuhan dan sesama manusia: “Jawab Yesus kepadanya: Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Matius 22:37-39).
Oleh karena itu, umat Kristen yang tidak pernah berani memeriksa diri dan menolak untuk bergumul mengatasi kedagingannya, pasti akan mengalami kesulitan untuk mengasihi Tuhan dan sesama. II Timotius 3:2-5 bahkan menggambarkan tentang beberapa keadaan manusia pada akhir jaman, yang diwarnai cinta diri yang berlebihan ini. Mereka mementingkan diri, sombong, tidak dapat mengekang diri, dan tidak lagi mampu mengasihi orang lain. Bahkan mereka lebih menuruti hawa nafsu daripada menuruti Allah. Lebih keras lagi pada ayat 5 dikatakan bahwa mereka secara lahiriah menjalankan ibadah mereka tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya.

Lalu akhirnya, bagaimana kita dapat mengasihi dan membawa pesan kasih Allah bagi sesama manusia, bila pusat perhatian kita masih amat tertuju pada diri sendiri? Jangan-jangan – bila kita berani jujur pada diri sendiri – segala upaya yang kita lakukan untuk menunjukkan kasih kita kepada Tuhan dan sesama sebenarnya merupakan selubung yang menutupi dorongan hati kita sesungguhnya, yakni cinta diri dan pemuliaan diri sendiri.

Memang tipis batasnya antara menerima diri secara sehat, dan mencintai diri melampaui porsinya. Itulah sebabnya umat Kristen selalu perlu meminta pertolongan Tuhan untuk menyelidiki diri. Menyingkirkan cinta diri yang menyusup berlebihan, agar tidak mencemari pesan kasih Tuhan yang semestinya kita bawa bagi sesama.

Agaknya Filipi 2:3-4 dapat menjadi cermin bagi kita untuk senantiasa membaca hati dan mengingatkan diri sendiri “…..dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.”
(GBM)

 

 

 

KEBAKTIAN MINGGU ADVEN I(UNGU)

MEMAKNAI HARI TUHAN

Yeremia 33:14-16, Mazmur 25:1-10, 1 Tesalonika 3:9-13, Lukas 21:25-36

Kebaktian 1 Desember 2024 oleh Pdt. Gordon S. Hutabarat

Pendahuluan
Hari Tuhan adalah sebuah tema yang sering dibahas dalam Alkitab sebagai waktu di mana Allah bertindak untuk menggenapi janji-janji-Nya, baik dalam penghukuman maupun penyelamatan. Dalam keempat bacaan ini, kita diajak untuk memaknai Hari Tuhan sebagai pengharapan akan pemulihan, undangan untuk hidup benar, serta panggilan untuk berjaga-jaga dan setia.

1. Hari Tuhan adalah Janji Pemulihan
Yeremia 33:14-16 berbicara tentang janji Tuhan untuk menumbuhkan tunas keadilan bagi keturunan Daud. Ini adalah penggenapan janji Mesianik yang terwujud dalam Yesus Kristus. Ketika kita memaknai Hari Tuhan, kita diingatkan bahwa Allah selalu setia pada janji-Nya. Janji-Nya tidak pernah terlambat, dan Dia bekerja untuk mendatangkan pemulihan bagi umat-Nya.

Sebagai umat Allah, kita dipanggil untuk hidup dengan keyakinan bahwa Allah sedang dan akan terus bertindak memulihkan dunia ini. Dalam hidup sehari-hari, pemulihan ini kita alami melalui kasih, keadilan, dan damai yang kita bagikan kepada orang lain.

2. Hari Tuhan Adalah Undangan untuk Hidup Benar
Mazmur 25:1-10 menggambarkan pemazmur yang dengan rendah hati menyerahkan hidupnya kepada Tuhan. Ia memohon Tuhan menunjukkan jalan-jalan-Nya yang benar. Memaknai Hari Tuhan berarti merespons dengan kesetiaan dan kerendahan hati.

Kita perlu terus memohon tuntunan Tuhan untuk berjalan di jalan-Nya. Ini termasuk hidup dalam integritas, menunjukkan kasih kepada sesama, dan menjauhi dosa. Hari Tuhan menjadi momen di mana kita merefleksikan hidup kita: apakah kita sudah hidup dalam kebenaran-Nya?

3. Hari Tuhan Adalah Panggilan untuk Berjaga-jaga
Dalam Lukas 21:25-36, Yesus memperingatkan murid-murid-Nya tentang tanda-tanda akhir zaman. Namun, lebih dari sekadar takut akan masa depan, Yesus mengajak kita untuk tetap berjaga-jaga, berdoa, dan tetap setia.

Berjaga-jaga di sini bukan berarti hidup dalam ketakutan, melainkan hidup dengan kesadaran bahwa waktu kita adalah anugerah dari Tuhan. Bagaimana kita menggunakan waktu kita? Apakah kita melayani sesama dengan kasih? Apakah kita memberi pengaruh positif di tempat kita bekerja, belajar, atau melayani?

4. Hari Tuhan Adalah Pengharapan dan Kasih
1 Tesalonika 3:9-13 menekankan kasih sebagai persiapan untuk menyambut Hari Tuhan. Paulus mendorong jemaat untuk bertumbuh dalam kasih kepada sesama dan menjadi tak bercacat dalam kekudusan.

Kasih menjadi pengingat bahwa Hari Tuhan bukan sekadar peristiwa akhir zaman, tetapi sesuatu yang sudah kita alami setiap kali kita mencintai dan melayani sesama. Ketika kita hidup dalam kasih, kita sedang bersiap untuk menyambut kedatangan-Nya.

Aplikasi dalam Kehidupan Sehari-hari

  1. Hidup dalam Pengharapan
    Percaya bahwa Allah setia pada janji-Nya, kita tidak perlu takut akan masa depan. Jadikan setiap hari sebagai kesempatan untuk bersyukur dan mempercayakan hidup kita kepada-Nya.
  2. Berjalan dalam Kebenaran
    Mintalah Tuhan menunjukkan jalan-Nya setiap hari. Refleksikan hidup kita: apakah tindakan kita sudah mencerminkan kasih dan kebenaran?
  3. Berjaga-jaga dan Berdoa
    Hidup dengan kesadaran bahwa waktu kita di dunia terbatas. Gunakan setiap waktu untuk memuliakan Tuhan, melayani sesama, dan bersiap menyambut kedatangan-Nya.
  4. Mengasihi dengan Tulus
    Tunjukkan kasih kepada keluarga, sahabat, dan komunitas sekitar. Dengan kasih, kita menjadi saksi hidup tentang kebaikan Allah yang memulihkan dunia.

Penutup
Memaknai Hari Tuhan berarti hidup dalam pengharapan, kebenaran, kesetiaan, dan kasih. Hari Tuhan adalah janji pemulihan yang membawa damai sejahtera bagi kita semua. Mari kita sambut Hari Tuhan dengan penuh sukacita dan kesiapan hati, karena Tuhan setia dan selalu hadir dalam hidup kita. Amin.

Jadwal Kebaktian GKI Kota Wisata

Kebaktian Umum 1   : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian Umum 2  : Pk. 09.30 (Hybrid)

Kebaktian Prarem 8 : Pk 07.00 (Onsite)

Kebaktian Prarem 7 : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian ASM 3-6  : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian ASM 1-2   : Pk. 09.30 (Onsite)

Kebaktian Batita, Balita: Pk. 09:30 (Onsite)

Kebaktian Remaja  Pk 09.30 (Onsite)

Kebaktian Pemuda Pk. 09.30 (Onsite)

Subscribe Youtube Channel GKI Kota Wisata dan unduh Aplikasi GKI Kota Wisata untuk mendapatkan reminder tentang kegiatan yang sedang berlangsung

 

 

GKI Kota Wisata

Ruko Trafalgar Blok SEI 12
Kota Wisata – Cibubur
BOGOR 16968

021 8493 6167, 021 8493 0768
0811 94 30100
gkikowis@yahoo.com
GKI Kowis
GKI Kota Wisata
: Lokasi

Nomor Rekening Bank
BCA : 572 5068686
BCA : 572 5099000 (PPGI)
Mandiri : 129 000 7925528 (Bea Siswa)

Statistik Pengunjung

417824
Users Today : 1107
Users Yesterday : 1309
This Month : 2416
This Year : 245586
Total Users : 417824
Who's Online : 4