Natal yang mengubahku
NATAL YANG MENGUBAHKU
Kejadiannya sudah puluhan tahun berselang, tepatnya 36 tahun yang lalu saat saya masih kelas 4 SD dan masih anak Sekolah Minggu (dulu namanya “SHA-Sekolah Hari Ahad”). Saat itu kami anak-anak Sekolah Minggu ikut berpartisipasi di acara natal umum sebagai pembawa lilin dan mengartikulasikan arti lilin-lilin tersebut kepada umat yang hadir. Saya sebagai petugas yang termuda, masih kelas 4 SD yang lainnya sudah kelas 6 dan kelas 1 SMP, meskipun untuk ukuran badan saya cukup besar untuk anak seusia tersebut (“tambun” ha..ha..ha..).
Lihat, kejadiannya 36 tahun lalu, tapi masih membekas sampai saat ini. Ya, Malam Natal tahun 1980 mengubah sesuatu dalam diri seorang anak. Saat itu, saya kebagian membawa lilin terakhir, lilin ke-4. Jadi ada 4 anak yang maju satu per satu kedepan, dan menyampaikan arti lilin-lin tersebut dan setelah selesai, kembali ke belakang stage untuk dilanjutkan oleh pembawa lilin berikutnya; tentunya kami harus hafal arti lilin tersebut dan menyampaikannya harus dengan suara yang lantang, maklumlah sound system di tahun tersebut sangat minim, apalagi buat gereja di daerah (Gereja Maranata – Gereja Kalimantan Evangelis,Palangkaraya-Kalimantan Tengah).
Pembawa lilin pertama sampai ketiga maju dengan mulus, menyatakan arti lilin dengan lantang, tibalah giliran saya, si pembawa lilin ke-4. Semuanya berjalan mulus, dengan lantang menghafal dan menyampaikan arti lilin ke-4 yang juga hafalan terpanjang. Setelah selesai, umat tepuk tangan dan si anak pembawa lilin itu kaget, lari…., ngacir ke belakang panggung. Untunglah di belakang panggung ada bapak dan ibu saya yang menemani, karena kebetulan mereka bertugas juga di acara natal tersebut.
Ibu saya cuma ngakak tertawa, sedangkan Bapak berkata ”semuanya sudah bagus, lihat… jemaat sampai tepuk tangan mendengar dan melihat penampilan kalian, cuma kenapa harus lari. Kan orang-orang senang melihat kalian… kesempatan berikutnya jangan lari ya…”, demikian kata-katanya yang terus membekas.
Malam itu si anak berkomitmen tidak akan lari lagi kalau di panggung, meskipun apa yang terjadi didepan. Dan, benar saja… tahun demi tahun berlalu. Hampir di setiap acara sekolah baik yang non keagamaan maupun keagamaan si anak sering sekali diminta menjadi komandan upacara, komandan barisan, pengibar bendera, ketua panitia paska, ketua panitia natal dan lain-lain. Dia tidak pernah lari lagi dari panggung.
Apa yang terjadi dalam diri saya tersebut, apakah ketakutannya hilang? Tidak juga. Sampai sekarang jika bertugas di mimbar gereja, masih ada rasa takut. Takut salah, takut tidak sesuai dan seterusnya. Tetapi ketakutan tersebut sudah bisa diatasi dengan komitmen masa kecil dan latihan-latihan yang dilalui. Ya.. Natal tahun tersebut telah mengubah seorang anak yang takut di depan umum, menjadi anak yang pemberani.
Natal kita tahun ini bertemakan “Natal yang Manis Mengubahku”, semoga itu terjadi didalam diri kita, umat di GKI Kota Wisata. Cerita saya di atas, diberi judul “Natal yang Mengubahku”, saya tidak berani mengikuti tema natal, karena saat itu rasanya bukan natal yang manis, tetapi natal yang pahit. Meskipun dari kepahitan tersebut telah membentuk saya menjadi anak yang pemberani. Ya, tidak semua yang pahit akan terus pahit, terkadang yang pahit menjadi obat untuk memperbaiki seseorang.
Semoga dari cerita diatas dapat menjadi motivasi buat rekan-rekan yang mempunyai anak kecil, jangan takut melepaskan anak untuk acara-acara gereja. Pastinya semua kegiatan tersebut akan ikut membentuk anak dalam meniti kehidupan selanjutnya. Jika di gereja diajar berani ke depan, tentunya juga akan berguna di kehidupan bermasyarakat dan pekerjaan, bahwa berbicara di depan orang banyak adalah suatu hal yang harus bisa dilakukan setiap orang. Seberapa besar talenta anak, seberapa pintarpun dia, jika tidak bisa menyampaikannya kepada orang lain maka tidak akan ada yang tahu kemampuan-nya.
Kejadian itu pula yang membuat saya mengajarkan anak dari kecil untuk terus ikut berpartisipasi di acara-acara sekolah minggu, karena yakin bahwa kegiatan di sekolah minggu akan membentuk karakter dan kemampuan yang berguna didalam kehidupannya.
Sekolah Hari Minggu dan Ibadah Malam Natal tahun 1980 telah mengubahku. Tuhan Yesus memberkati kita. Amin.
(meA)