Pasangan yang Seimbang
Ayat renungan: Kejadian 2:18-24 dan Markus 10:2-16.
Sering kita mendengar ungkapan : “Di balik kesuksesan seorang laki-laki, selalu ada wanita hebat yang mendukungnya”. Laki–laki sekalipun secara Phisik terlihat lebih kuat dari wanita, sebenarnya dia cukup lemah untuk menghadapi persoalan dan tantangan kehidupan sendirian jika tanpa wanita sebagai pasangan dan penolongnya. Secara umum ungkapan ini berlaku bagi siapapun laki-laki. Artinya keberhasilan seorang laki laki sebenarnya merupakan hasil kerjasama dan dukungan yang setia dan tanpa kenal lelah dari seorang wanita. Pasangan yang seimbang, saling mengisi, memberi dalam suka dan duka. Sejauh mana kebenaran ungkapan ini, mari kita renungkan bersama.
Sejarah penciptaan manusia dalam Adam dan Hawa merupakan cikal bakal rencana Tuhan atas kehidupan rumah tangga. Adam sebagai laki-laki secara umum tidak bisa hidup sendiri, membutuhkan wanita sebagai pasangan yang seimbang sehingga rencana Allah untuk menjadikan manusia berkembang biak menjadi mungkin terwujud. Laki–laki dan perempuan memiliki peran dan kedudukan yang seimbang satu dibanding yang lainnya. Laki-laki tidak lebih tinggi, tidak lebih berkuasa dari wanita. Perempuan memiliki peran dan fungsi yang setara dengan peran laki–laki dalam keluarga. Kadar ketergantungan dalam cinta dan kasih di antaranya idealnya harus seimbang, rasa cinta, rasa kasih baik dari laki–laki maupun wanita pasangannya seharusnya setara. Dengan menyadari hal ini seharusnya dan idealnya tidak ada rumah tangga yang mengalami prahara yang mengguncang rumah tangga. Rasa cemburu, possesif, riak-riak dalam rumah tangga karena beda pendapat seharusnya bukan menjadi penyebab timbulnya perpecahan atau bahkan perceraian. Tetapi lebih indah jika disikapi sebagai bumbu penyedap untuk semakin harmonisnya kehidupan rumah tangga. Untuk semakin mengerti, semakin memahami apa yang sebenarnya menjadi sikap, pendapat atau bahkan kebiasaan serta value yang sudah terbentuk dalam diri masing masing sebelumnya. Seperti misalnya, laki-laki biasanya cukup ceroboh dan kurang rapi dalam memperlakukan dan merawat barang-barang keperluan sehari-hari dalam rumah tangga. Cara menyimpan sepatu, membersihkan lantai, merapikan tempat tidur wanitalah ahlinya, sebaliknya memasang lampu, memperbaiki mobil, mengangkat gallon air bagiannya laki–laki pastinya. Artinya benar terbukti di sini bahwa laki-laki memang membutuhkan pasangan yang sepadan sebagai penolong.
Pada tahap selanjutnya kelahiran anak-anak sebagai anugerah Allah dalam rumah tangga pun merupakan bukti bahwa keluarga ada sepenuhnya karena peran yang seimbang antara suami (laki-laki) dan istri (wanita). Tidak mungkin seorang anak lahir hanya dari seorang laki-laki atau hanya dari seorang ibu tanpa ayah. Betapa proses kerjasama yang seimbang ini seharusnya terus menyadarkan kita bahwa setiap bagian, proses dan peristiwa dalam rumah tangga adalah sepenuhnya karena peran dan kerja sama yang seimbang dari suami dan istri. Rasa bangga secara sectoral akan peran penting masing masing menjadi tidak relevan lagi untuk diungkapkan, seperti misalnya: “aku kan capek cari uang sebagai suami”, atau “aku kan capek merawat rumah sebagai istri”. Anak-anak membutuhkan teladan yang baik tentang kerja sama dan keharmonisan sehingga mereka menyadari bahwa mereka disayangi tidak hanya oleh peran ayah atau hanya oleh peran ibu, tetapi oleh keduanya secara seimbang. Pada akhirnya rumah sebagai surga di mana mereka tinggal, tumbuh dan berkembang benar–benar mereka rasakan. Kita pun bersama-sama (orangtua bersama anak anak) siap menggapai harapan masa depan dan pasti jadi berkat. Amiin. (JAP)