Peka dan hidup dalam pembaruan
Peka dan Hidup dalam Pembaruan
Umat Kristen di Indonesia, terutama dari kalangan Tionghoa pasti ingat pada suatu era sekitar tahun 1935-1940-an. Pada saat itu, kehidupan keKristenan sedang hangat membara, dan salah satu hal yang membakar kehidupan rohani Kristen peranakanTionghoa – Indonesia saat itu adalah api kebangunan rohani yang dinyalakan oleh John Sung yang begitu fenomenal pada saat itu. John Sung, seorang Tionghoa yang mengenyam beberapa pendidikan tinggi di Amerika Serikat dipakai Tuhan untuk menghidupkan api kebangunan rohani di Tiongkok,saat itu Tiongkok sedang mengalami pembaruan revolusioner yang mengagumkan. Sesudah memulai penginjilan dan kebangunan rohani di Tiongkok, ia lalu mulai bergerak ke negeri sekitarnya termasuk Asia tenggara.
Pada tahun 1939, ia beberapa kali dating ke Indonesia. Orang datang berduyun-duyun sampai gedung gereja melimpah ruah. Itulah Dr. John Sung dari Tiongkok yang membuat ratusan ribu orang Indonesia padatahun 1935-1939 menerima Injil Kristus. Kesehatan hamba Tuhan yang setia ini makin lama makin buruk. Waktu di Surabaya ia berkotbah sambil berlutut untuk meringankan sakitnya.
Pada pukul 7.07 pada tanggal 18 Agustus, John Sung menghembuskan nafas terakhirnya. Ia dipanggil Tuhan pada usia 42 tahun. Orang-orang Kristen di Tiongkok dan Taiwan, bahkan Indonesia hari ini berhutang banyak kepada pelayanan Sung; ia adalah salah satu karunia terbesar Tuhan bagi Asia, ia sering disebut sebagai Obor Allah di Asia.
Kisah pelayanan John Sung salah satu contoh seseorang yang hidupnya peka pada panggilanNya dan kemudian menyediakan diri untuk diperbarui menjadi manusia baru dalam tanganNya dan kehendakNya. Walaupun John Sung mempunyai gelar akademis yang tinggi dan kalau ia mau mempunyai banyak kesempatan untuk menjadi ” kaya ” secara dunia ; tetapi John Sung memilih untuk membuang ijasah dan medali yang diperolehya, lalu menyerahkan diri pada tangan Tuhan untuk menjadi pelayanTuhan.
Alkitab juga mencatat beberapa orang yang mempunyai kepekaan dalam hidupnya dan kemudian kepekaan itu menyebabkan mereka mengalami pembaruan hidup. Sebut diantaranya Zakheus, seorang pemungut cukai. Ketika ia mendengar Yesus dating ke daerahnya, dengan serta merta ia berusaha untuk melihat Yesus, dan bahkan dengan cara yang ekstrim, ia memanjat naik ke atas pohoh hanya sekedar melihat Sang JuruSelamat yang kisahnya sudah didengarnya selama ini. Dan apa yang terjadi, kita tahu kemudian , Zakheus menjadi seorang yang diubah menjadi murah hati dan sungguh-sungguh meninggalkan kehidupan yang lama lalu menjadi pengikut Yesus.
Pada minggu-minggu adventus ini, minggu penantian, kita perlu membuka hati kita selebar-lebarnya, kita perlu kepekaan diri untuk menangkap dan memahami apa yang menjadi kehendakNya dalam kehidupan dan pelayanan kita. Bukan suatu kebetulan, adanya minggu adven ini membawa diri kita pada kesempatan untuk merenung diri tentang apa yang telah Allah lakukan dengan mengaruniakan AnakNya yang tunggal turun kedalam dunia, dalam wujud bayi kudus di Kota Betlehem.
Allah yang begitu mengasihi kita – orang-orang yang penuh dosa ini – memberikan Anugerah Keselamatan dan Damai Sejahtera , kita diberi kesempatan untuk memperbarui hidup, supaya genaplah apa yang dituliskan oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Roma pasal 12: 1-2 yang berkata demikian : Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalahi badahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.
Tuhan memberkati kita semua. ( ALZ )