Pilih Mana: Bahagia atau Beruntung?
Saat perayaan tahun baru, ucapan “Semoga Bahagia dan Beruntung” marak diucapkan. Menjadi sebuah pertanyaan, mana yang lebih dahulu, bahagia melahirkan keberuntungan atau keberuntungan melahirkan kebahagiaan? Ini mirip dengan pertanyaan: Mana yang lebih dulu muncul, telur atau ayam? Sebagian menjawab ayam, lainnya menjawab telur, dengan alasannya masing-masing. Pun demikian dengan Kebahagiaan dan Keberuntungan. Sebagian berkata, kondisi beruntung membuat orang merasa terberkati dan memunculkan rasa Bahagia. Lainnya berkata, Bahagia adalah kondisi awal bila kita ingin beruntung. Bila kondisi hati Bahagia, semua yang kita lakukan akan cenderung melahirkan keberuntungan. Mana yang lebih tepat?
Prinsip menarik diajarkan Yesus saat Kotbah di Bukit (Mat. 5-7). Matius 5:1-12, Yesus bicara tentang delapan kondisi bahagia yang selalu dipasangkan dengan kondisi yang dipersepsikan lemah/tidak beruntung: miskin, dukacita, kelemah-lembutan, lapar, haus, murah hati, suci hati, damai, dianiaya karena kebenaran. Sangat kontras dengan kondisi super hero yang powerful/superior. Jadi, apakah berarti kita harus lemah tak berdaya agar kita bahagia? Bukan demikian! Perikop ini bicara tentang mindset sejati dari pengikut Kristus. Kerendahan hati total dan kebergantungan sepenuhnya kepada Allah, Sang Segala Maha, sumber hidup kita. Hati yang terhibur akan tuntunan Tuhan; terus haus dan lapar akan kebenaran Firman Tuhan. Sikap tanggap rasa, sabar, selalu terkendali dan murah hati ketika berinteraksi dengan siapapun sesama kita. Pembawa damai, teguh dalam kebenaran sekaligus berduka ketika muncul kondisi ketidakbenaran. Bila semuanya kita terapkan, kita akan mempunyai kualitas hidup yang disebut berbahagia.
Di dalam lanjutan Kotbahnya, Yesus memasangkan Hidup berbahagia itu dengan perintah: “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Mat. 6:33). Kerajaan Allah di sini adalah suasana damai sejahtera dan sukacita yang datangnya dari Allah. Ayat ini menunjukkan kaitan erat antara Hidup Benar dengan Hidup Bahagia dan Beruntung. Bila diurutkan, prosesnya menjadi seperti ini:
- Hidup Benar: Hidup dengan kualitas hidup yang mencerminkan Kerajaan Allah & Kebenarannya.
- Hidup Bahagia: Hidup Benar di hadapan Allah akan memunculkan rasa Bahagia yang sesungguhnya.
- Hidup dalam Anugerah Tuhan, Sang Pemelihara: Hidup Benar dan Bahagia membuat kita fokus kepada Tuhan, bukan kepada kebutuhan, karena kita percaya semuanya akan ditambahkan oleh Allah Maha Kuasa, sang sumber berkat, pemenuh kebutuhan di dalam kehendak-Nya
Menarik bukan? Ternyata sumber kebahagiaan, bukanlah keberuntungan. Sebaliknya, sumber keberuntungan tidak semata-mata karena kebahagiaan. Keduanya adalah hasil. Sumbernya adalah KERAJAAN ALLAH DAN KEBENARANNYA. Jadi, Pilihlah itu, maka kita akan dapatkan bonus Kebahagiaan dan Keberuntungan. Marilah kita bersama-sama menata-ulang fokus hidup kita menggunakan prinsip “GOD BLESS YOU”:
- GOD: Beriman bahwa Tuhan Maha Kuasa bertahta dalam keseluruhan hidup. Fokuslah hanya kepada-NYA; di mana pun, kapan pun.
- BLESS: Mindset Hidup Kristiani untuk menjalani hidup dengan hati dan pikiran yang penuh syukur dan keiklasan. Yakin sepenuhnya bahwa Tuhan hadir dalam keseluruhan hidup. Berdoa dan pasrahkan hidup kepada Tuhan, Sang Pemelihara.
- YOU: Upaya untuk menghadirkan potensi terbaik yang Tuhan karuniakan sebagai rasa syukur. Tingkatkan kemampuan, gunakan setiap kesempatan karena di situlah karya Tuhan hadir.
Mindset ini akan menghadirkan kualitas hidup Kerajaan Sorga di dalam dunia keseharian kita. Hidup yang menghidupi panggilan kita dengan spiritualitas yang nyata. Menemukan arti bahagia yang sesungguhnya, dan yakin penuh bahwa Tuhan memelihara kehidupan kita. Refleksi buat kita. Amin (SAR)