Rencana Allah dan Rencana Manusia
“Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.”
(Ams. 3:5-6)
Dalam buku kumpulan khotbahnya, pendeta Eka Darmaputera menuliskan, selama menjadi pendeta, pertanyaan yang banyak disampaikan dalam PA, ceramah, katekisasi, atau percakapan pribadi adalah Apakah ketetapan Tuhan itu ada? Apakah Tuhan benar-benar sudah punya rencana atas masing-masing kita? Sebelum saya lahir, misalnya, apakah Tuhan sudah menetapkan pada jam sekian, menit sekian, detik sekian, saya berdiri di hadapan jemaat untuk berkhotbah seperti yang sering saya lakukan?
Apabila Tuhan telah memiliki rencana yang begitu detail, begitu rinci, lalu apa artinya segala usaha dan perencanaan kita? Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang sangat sulit untuk dijawab. Bahkan, mustahil untuk dijawab sampai tuntas. Ketika kita berbicara tentang Allah, bagaimana mugkin kita yang sangat terbatas hendak menangkap dan memahami segala sesuatu tentang Allah yang tidak terbatas? Sebenarnya tak seorang pun dapat menjelaskan dan menjawab pertanyaan tersebut secara tuntas dan penuh. Misalnya, ada pertanyaan: Mengapa ada orang yang dilahirkan miskin dan cacat? Apakah Tuhan menghendakinya? Apakah Tuhan telah menetapkannya untuk cacat? Jika Tuhan menetapkan seseorang lahir dalam keadaan cacat, betapa mengerikannya Tuhan kita. Tetapi, jika bukan Tuhan yang menetapkan seseorang lahir dalam keadaan cacat, bagaimana hal itu bisa terjadi? Itu adalah bagian dari misteri. Bagian dari rahasia hidup yang barangkali tidak akan bisa kita jawab dan ketahui sepenuhnya.
Sebagai manusia kita cenderung ingin tahu. Akan tetapi, sebagai makhluk, Tuhan tidak memperkenaankan kita mengetahui segala sesuatu. Tuhan tidak memberikan kita ketidakterbatasan, sehingga kita bisa memahami segala sesuatu. Bahkan tertulis di Alkitab bahwa justru berbahaya apabila kita yang terbatas ingin mengetahui tentang yang tidak terbatas. Bukankah manusia jatuh ke dalam dosa ketika manusia ingin mengetahui apa yang diketahui Tuhan dengan memakan buah pengetahuan yang baik dan yang buruk?
Dalam keterbatasan kita sebagai manusia, ada dua hal yang ingin disampaikan Tuhan dalam Alkitab. Pertama, Allah punya rencana. Allah kita bukan Allah yang senang ongkang-ongkang kaki di surga. Tetapi, Allah kita adalah Allah yang memerhatikan kita. Allah yang senantiasa bekerja dan merencanakan segala sesuatu. Dalam Mazmur 34:16-20, pemazmur mengatakan bahwa segala sesuatu yang direncanakan Allah untuk kebaikan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia, bukan untuk mencelakakan manusia.
Kedua, Alkitab mengatakan bahwa Tuhan memiliki rencana, dan kita juga boleh punya rencana. Dia memberi kebebasan sepenuhnya kepada kita untuk memiliki rencana. Dalam kitab Amsal 16:3-4 tertulis, “Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan, maka terlaksanalah segala rencanamu. Tuhan membuat segala sesuatu untuk tujuannya masing-masing, bahkan orang fasik dibuat-Nya untuk hari malapetaka.” Dikatakan bahwa kita harus menyerahkan perbuatan kita kepada Tuhan, maka segala rencana kita akan terlaksana. Manusia bisa saja menggunakan kebebasannya –yang diberikan Allah– untuk merencanakan sesuatu yang tidak sesuai atau berlawanan dengan rencana Allah. Kita memiliki kebebasan penuh untuk melakukan apa saja, tetapi kalau kita mau selamat, mau sejahtera, mau menerima kebaikan, kita harus menyerahkan perbuatan kita kepada Tuhan. Artinya, cocokkanlah, sesuaikanlah apa yang kamu rencanakan dengan apa yang Tuhan rencanakan.
Marilah kita bersandar penuh kepada Tuhan dan tidak mengandalkan pengertian kita sendiri. Akui Dia dalam segala rencana kita supaya Ia meluruskan jalan kita, dan pada akhirnya kita bisa berjalan seturut dengan rencana-Nya. Tuhan memberkati.
Diambil dari: Buku kumpulan khotbah pdt. Eka Darmaputera,
“Pengharapan Memberi Keberanian”