Sejarah pembentukan Alkitab
Sejarah Pembentukan Alkitab
Pengantar
Alkitab adalah firman Allah. Namun Alkitab tidak diturunkan secara harfiah begitu saja dari sorga, melainkan Allah melibatkan manusia secara aktif untuk menuliskan firmanNYA tersebut. Mengetahui sejarah pembentukan Alkitab menjadi sebuah buku seperti yang kita kenal saat ini, akan membantu kita untuk memahami bagaimana kuasa Allah bekerja dalam proses pembentukan itu, karena jika bukan kuasaNYA, sepertinya tidak mungkin akan hadir Alkitab sebagaimana yang kita kenal saat ini.
Alkitab yang kita kenal saat ini, pada awalnya merupakan tulisan – tulisan yang terpisah – pisah berdasarkan rentang waktu dan jaman penulisannya. Alkitab bertumbuh sebagai bagian dari proses seleksi yang disebut kanonisasi (berasal dari kata “kanon”). Kanon dapat diartikan sebagai standar atau ukuran atau daftar dari tulisan – tulisan berwibawa.
Alkitab Ibrani sumber Perjanjian Lama
Sebelum ditulis, kisah – kisah tentang Allah dan hubungannya dengan manusia, dikisahkan turun temurun secara lisan, yang disebut sebagai tradisi lisan. Setelah manusia mengenal tulisan sekitar tahun 1800 SM, maka kisah – kisah lisan tadi mulai dituangkan dalam tulisan. Tulisan paling tua dalam Alkitab Ibrani, mungkin berasal dari tahun 1400 SM – 1300 SM. Diduga, kitab Kejadian ditulis pada tahun 1400 SM pada jaman Musa. Meski ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa kitab Kejadian ditulis ulang jauh setelah Musa meninggal. Sementara kitab yang paling muda dalam Alkitab Ibrani ditulis sekitar abad kedua SM, seperti kitab Daniel. Jadi perhatikan bahwa rentang waktu penulisan Akitab Ibrani membutuhkan waktu tidak kurang dari 1000 tahun.
Pada abad ketiga SM, para sarjana Yahudi di kota Aleksandria, Mesir, menerjemahkan Alkitab Ibrani kedalam bahasa Yunani, yang memang pada saat itu merupakan bahasa yang dipakai oleh orang Yahudi yang hidup di sekitar wilayah Laut Tengah. Alkitab terjemahan ini dikenal sebagai Septuaginta (biasanya disingkat dengan LXX), yang berarti tujuh puluh. Diceritakan ada 72 sarjana Yahudi yang menerjemahkan Alkitab Ibrani kedalam bahasa Yunani. Mereka menyelesaikannya selama 72 hari. Septuaginta ini dipakai oleh orang Yahudi yang tersebar di seluruh wilayah kekuasaan Romawi.
Sekitar tahun 100 M, sekelompok sarjana Yahudi bertemu di Yamnia, sebuah pusat studi Yahudi di bagian barat Yerusalem. Para sarjana itu mendiskusikan kitab – kitab mana saja yang dapat dimasukan ke dalam Alkitab Ibrani.Hasilnya, komunitas Yahudi mensepakati bahwa ada 39 kitab yang diterima dalam daftar kitab suci (kanon) mereka. Kitab – kitab ini disebut sebagai kitab “Protokanonika” (daftar pertama). Lalu ada tujuh kitab yang disebut sebagai kitab “Deuterokanonika” (daftar kedua). Saat ini, sebagian besar gereja Protestan menggunakan 39 kitab “protokanonika”, dan menyebutnya sebagai Perjanjian Lama.Sedangkan gereja Roma Katolik, gereja – gereja Anglikan dan gereja – gereja Otodoks Timur, menambahkan kitab – kitab “deuteroknonika” ke dalam Perjanjian Lama mereka. Kitab – kitab “deutorkanonika” yang dimasukan mereka ke dalam Perjanjian Lama adalah Tobit, Yudit, 1 Makabe, 2 Makabe, Kebijaksanaan Salamo, Sirakh dan Barukh. Kitab Daniel dalam Alkitab Katolik dan Ortodoks Timur memasukan tambahan yang kadang – kadang dicetak dengan judul “Doa Azarya dan Nyanyian Tiga Pemuda”, “Susana” dan “Bel dan Sang Naga”.
Perjanjian Baru, Kisah Tentang Kristus dan Para MuridNYA yang Pertama.
Perjanjian Baru terdiri dari 27 kitab. Berbeda dengan Perjanjian Lama, gereja – gereja Protestan, Roma Katolik dan Ortodoks Timur, menerima keduapuluh tujuh kitab tersebut ke dalam kitab Perjanjian Baru mereka, baik secara urutan maupun nama – namanya.
Yesus dan para murid adalah orang Yahudi yang menggunakan bahasa Aram dan memakai Alkitab Ibrani. Rasul Paulus dan jemaat Kristen mula – mula menggunakan bahasa Yunani. Keduapuluh tujuh kitab yang sekarang ada dalam Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani yang merupakan bahasa resmi kekaisaran Romawi saat itu. Kitab – kitab yang ditulis rasul Paulus merupakan kitab – kitab paling tua dalam Perjanjian Lama. Yang paling tua, adalah kitab I Tesalonika, yang diperkirakan ditulis pada tahun 50 M. Kitab – kitab Injil (Matius, Markus, Lukas dan Yohanes) ditulis antara tahun 60 M sampai dengan tahun 100 M.
Selama hampir 300 tahun (100 – 400 M), para pemimpin jemaat dan konsili – konsili perdana berdiskusi tentang kitab – kitab mana saja yang diakui sebagai kitab suci dalam Perjanjian Baru dan setara dengan Alkitab Ibrani. Sampai akhirnya pada tahun 367 M, uskup Atanasius yang merupakan uskup di kota Aleksandria, mengusulkan 27 kitab, yang menurutnya harus diakui berwibawa oleh jemaat – jemaat Kristen. Kitab – kitab yang diusulkan tersebut itulah yang saat ini kita kenal sebagai kitab – kitab Perjanjian Baru dalam Alkitab kita.
Penutup
Perhatikan bahwa rentang waktu penulisan kitab – kitab yang kita kenal dalam Alkitab kita saat ini, memakan waktu sekitar 1500 tahun (dari tahun 1400 SM – 100 M). Bahkan proses pembentukannya menjadi Alkitab seperti yang kita kenal saat ini, membutuhkan waktu sekitar 1800 tahun (1400 SM – 367 M). Sungguh, jika bukan karena kuasa Allah yang bekerja, maka mustahil terjadi pembentukan Alkitab yang membutuhkan waktu hampir 2000 tahun lamanya. Luar biasanya, meski proses penulisan kitab – kitab itu terbentang dalam ribuan tahun, namun jika kita membaca secara teliti keseluruhan Alkitab, terlihat sangat jelas tentang kisah kasih Allah kepada manusia yang saling bertautan dari satu kitab ke kitab lainnya. Dengan mengetahui proses pembentukan Alkitab ini, menolong kita untuk tidak mudah digoyahkan dengan pendapat yang mengatakan bahwa kitab orang Kristen yang ada saat ini telah diselewengkan (Efesus 4 : 14).
(PSI)
Catatan :
Sumber utama tulisan ini adalah “Alkitab Edisi Studi”, terbitan LAI