Sekolah Kehidupan ala Pandemi: Berjalan di Labirin Bersama Tuhan
Kecemasan hidup saat Covid-19 kembali mengamuk membuat kata optimis menjadi kehilangan makna. Semua peristiwa kedukaan dan adanya ragam varian baru Covid-19 yang nyata di hadapan kita, membuat kata harapan tidak lagi laku. Kata itu ada “bunyinya” hanya bila kita mampu memaknai ulang semua kondisi dengan mindset yang lebih sehat.
Pada sebuah gelas yang berisi air setengah persis, kita cenderung melabel sudah setengah kosong. Menyebutnya demikian tentu tidak salah, tetapi ada yang lebih baik. Kita dapat melabel telah terisi setengah penuh. Jadi, pemaknaan secara positif dari peristiwa sulit, membuat kita mampu belajar darinya dan akhirnya berhasil mengatasi.
Menarik membaca buku Pdt. Prof. Joas Adiprasetya: Labirin Kehidupan: Spiritualitas Sehari-hari bagi Peziarah Iman. Buku tersebut ditulis sebelum masa pandemi (2016), namun konteksnya sangat relevan dengan kondisi saat ini. Labirin adalah susuran jalan penuh lorong berliku. Dari atas, bentuknya menyerupai kotak simpang siur dengan celah tak beraturan. Namun bila arah yang dipilih benar, kita bisa menuju 1 titik jalan keluar. Ketika masuk ke dalam labirin, kita akan cenderung kebingungan. Bahkan ada kalanya harus memutar balik karena salah arah dan mendapati tembok tanpa celah terbuka. Akan tetapi, berjalan di dalam labirin yang berputar-putar, bisa terasa bermakna apabila dijalani dengan setia setiap detiknya. Kuncinya telaten dan setia! Inilah wujud nyata dari Spiritualitas Sehari-hari. Spiritualitas yang bukan sebatas ritual ibadah, tetapi sebuah semangat hidup, hasil dari penghayatan dan rasa syukur atas hidup sehari-hari bersama Allah pada setiap momen, suka ataupun duka.
Marilah kita memupuk spiritualitas pemenang dengan mindset seperti berikut ini.
1. Kita, manusia biasa, hidup bersama Allah yang luar biasa. Allah Bapa memelihara seluruh semesta dalam tatanan sempurna, tiada yang luput dari pemeliharaan-Nya. Di dalam Kristus kita adalah pribadi yang dimam- pukan mengerti pimpinan Roh. Dunamis (Kuasa Roh Tuhan yang memam- pukan) akan terus memimpin kita untuk mau dan mampu melakukan yang ter- baik. Hidup berpusat pada Allah, bukan pada diri sendiri, akan memampukan kita membawa perubahan.
2. Hidup berdamai dengan Kematian. Sadarlah bahwa kematian tidak terelakkan, tanpa berusaha menyangkalnya. Karenanya, cara terbaik mempersiapkan kematian adalah dengan menjalani kehidupan sebaik mungkin. Mazmur 23:4 mengungkapkan, “Sekalipun aku ber jalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku”…. Sebuah kemerdekaan batin, di saat duka terkelam sekalipun, untuk mampu menapak maju.
3. Keseharian kita akan selalu diisi oleh peristiwa tunggal dengan 2 dimensi di dalamnya: Ujian & Pencobaan Sebuah peristiwa selalu punya dua dimensi. Ujian dari Tuhan untuk menum- buhkan iman, atau pencobaan dari iblis untuk menjatuhkan iman. Hiduplah berpegang pada Allah agar tidak jatuh ketika dicobai. Hasilnya, mampu bersyukur atas manisnya hidup karena sadar anugerah Tuhan. Tetap bersukacita di dalam pahitnya hidup, karena percaya Tuhan tetap bertahta di dalamnya.
4. Bekerja adalah berdoa, tak dipisahkan! Pada saat kita melakukan keseharian kita sebagai doa, sebenarnya kita sedang menyapa Allah di setiap detik kehidupan kita. Berkarya bukan hanya tindakan menghasilkan sesuatu, tetapi juga ekspresi iman. Ada ucapan syukur ataupun ratapan, ada pengakuan iman ataupun harapan.
5. Spiritualitas Pelari Maraton: Ketabahan dan Ketekunan Keteguhan sikap untuk terus bertahan dengan sikap aktif yang bersedia berjalan maju memperjuangkan keyakinan. Iman pelari marathon yang mungkin tidak cepat lajunya, namun konstan dan tak sudi berhenti jika belum sampai pada tujuan. Pun tidak berlindung di balik punggung orang lain saat menghadapi badai, tetapi berjuang melawannya.
Selamat mempraktekkan Spiritualitas Sehari-hari ketika berjalan di labirin kehidupan ala pandemi. Miliki semangat hidup di dalam masa sulit saat ini. Tuhan memberkati. Amin. (SAR)