Siapakah Sesamamu?
“Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat. 5:43-44).
Alkisah seorang Yahudi yang turun dari Yerusalem ke Yerikho, ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu, ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu, ketika ia melihat orang itu, ia pun melewatinya dari seberang jalan. Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan ke tempat itu, dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Orang Samaria itu membalut luka-lukanya, lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginap- an dan memintanya untuk merawat si korban sampai ia kuat kembali.
Kisah ini adalah kisah yang sangat terkenal yang diceritakan oleh Tuhan Yesus sendiri untuk menjelaskan arti sesama manusia (Luk. 19:25–37). Perumpamaan “Orang Samaria yang baik hati” ini dikenal sebagai “The Good Samaritan”. Saking terkenalnya perumpamaan ini, mereka yang menolong orang yang tidak dikenal sering dinamakan the good Samaritan. Di negara barat seperti Australia dan Canada malahan ada hukum (Good Samaritan laws) yang melindungi secara hukum mereka yang menolong orang lain jika korban kemudian tidak tertolong dan keluarganya tidak terima. Dengan demikian, mereka yang bermaksud baik untuk menolong orang lain yang mengalami kecelakaan, tidak perlu kuatir untuk dituntut di pengadilan jika ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.
Dalam kenyataannya, menjadi sesama manusia untuk orang lain itu tidak mudah. Apa sebabnya? Manusia sejak dilahirkan mengalami berbagai pengalaman hidup, baik yang indah maupun yang kurang menyenangkan. Karena suasana lingkungan, faktor budaya, dan pengalaman pribadi, orang cenderung untuk mempunyai perasaan bahwa orang-orang tertentu adalah orang-orang yang kurang baik atau lebih rendah derajatnya. Apalagi, jika faktor politik dan kepercayaan ikut dimasukkan, orang mudah sekali untuk membenci orang-orang tertentu. Bagi mereka yang kurang kita senangi mungkin mudah muncul perasaan bahwa mereka adalah orang-orang yang jahat, yang dibenci Tuhan. Karena itu, mungkin ada juga “perasaan syukur” jika orang-orang yang kurang kita senangi itu kemudian mengalami bencana. Memang, secara naluri manusia yang berdosa mudah untuk mengasihi orang yang serupa, tetapi membenci mereka yang berbeda.
Dalam ayat di atas Yesus menjelaskan bahwa jika dunia mengajarkan kita harus mengasihi orang-orang yang pantas untuk dikasihi, Ia memerintahkan kita untuk mengasihi semua orang, termasuk musuh-musuh kita; dan kita harus juga berdoa bagi mereka yang menganiaya kita. Yesus sendiri melakukannya ketika Ia berdoa untuk mereka yang menyalibkan-Nya.
Yesus berkata: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Dan mereka membuang undi untuk membagi pakaian-Nya (Luk. 23: 34).
Firman Tuhan mengingatkan kita bahwa sebagai pengikut-Nya, kita harus menyatakan kasih-Nya kepada semua orang. Seperti Allah yang sudah mengirimkan Yesus Kristus ke dunia agar semua orang yang percaya bisa diselamatkan, kita tidak boleh membatasi kasih kita kepada keluarga dan teman kita, atau ke- pada orang yang sesuku, sebangsa atau seiman saja. Kita tidak dapat membatasi kasih kita kepada orang-orang yang kelihatannya dikasihi Tuhan. Memang bagi siapapun, adalah lebih mudah untuk mengasihi orang-orang yang kelihatannya baik dan mengasihi kita, tetapi itu bukanlah yang diperintahkan Yesus kepada kita.
Seperti Allah mengasihi seisi dunia, kitapun harus bisa mengasihi semua orang tanpa memandang apapun. Amin. (Dari berbagai sumber-DHM)