Sudahkah saya memiliki hati yang berbelarasa kepada sesama?
Acara reality show di TV Swasta berupa kegiatan “bagi-bagi rezeki” seperti memberi uang, membagikan sembako, membayar utang, memperbaiki rumah yang kumuh dan beberapa contoh lainnya, merupakan acara yang cukup diminati dan mendapat apresiasi dari masyarakat karena dianggap realistis dan dekat dengan persoalan nyata yang dihadapi masyarakat kita, yaitu kemiskinan dan keterabaian. Biasanya subyek “orang miskin” tersebut akan menunjukkan ekspresi lugunya yang merasa surprise atas kedatangan sang “penolong” yang mempunyai hati untuk berbela rasa, berbelas-kasihan dan memerhatikan sesama.
Memang kalau kita mau membuka mata, maka setiap saat dengan mudah kita bisa melihat berbagai keprihatinan yang muncul dalam masyarakat di sekitar kita, seperti kemiskinan, kelaparan, pengangguran, kriminalitas, kesenjangan sosial, dan lainnya. Ketika melihat situasi tersebut, bagaimana sikap kita?Apakah berdiam diri saja atau mau terlibat dalam berbela rasa untuk mewujudkan pemulihan bagi mereka yang terdampak?
Pada minggu keempat Bulan Misi ini, kita kembali diingatkan betapa Sang Gembala kita Yesus Kristus telah memperlihatkan kasih dan kepedulian- Nya kepada orang banyak yang berbondong-bondong mengikuti-Nya ketika sedang berusaha menyendiri ke seberang danau Galilea bersama murid-murid- Nya. Seperti tertulis dalam Markus 6:34 “Ketika mendarat, Yesus melihat orang banyak berkerumun, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka.” Lebih lanjut lagi dalam Markus 6:56 kita melihat bela rasa Yesus Kristus yang dengan kuasa-Nya bertindak menyembuhkan banyak orang yang menderita sakit penyakit. Sikap bela rasa Yesus Kristus kepada setiap orang yang menderita merupakan dasar dari seluruh karya-Nya.
Selanjutnya melalui Efesus 2:11-22 kita sebagai gereja diajak untuk saling menghargai perbedaan dan melihat perbedaan itu sebagai keragaman yang memperkaya, bahkan kekuatan untuk saling melengkapi, karena kita semua adalah sama. Kita harus selalu berusaha menghancurkan dinding pemisah karena perbedaan suku, perbedaan status ekonomi, perbedaan kedudukan, perbedaan usia, perbedaan jenis kelamin dan perbedaan lainnya. Semua orang harus bergerak untuk membangun persaudaraan dan kepedulian sebagai bagian dari kehidupan umat manusia di mana kita semua adalah saudara.
Bercermin pada bela rasa Sang Gembala di atas, kita sebagai gereja dipanggil menjadi alat Tuhan untuk mempersaksikan kasih Kristus di tengah dunia. Gereja dipanggil untuk merayakan dan mewartakan kepada dunia tentang Tuhan yang tetap hidup dan hadir. Umat Allah diminta untuk terlibat dalam menjamin kelangsungan hidup sesama dengan turut memberikan dukungan, perhatian dan kasih. Berbelas kasihan atau berbela rasa kepada sesama manusia sebenarnya adalah salah satu panggilan kita sebagai orang Kristen. Dalam Matius 25:40 Tuhan Yesus berkata, “Segala sesuatu yang telah kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”
Lalu bagaiamana dengan kita? GKI Kota Wisata mencanangkan “Kepedulian Sosial tanpa Batas” sebagai tema Bulan Misi 2024 dan akan melaksanakan Program Mission Trip sesi-2 ke Laubaleng, Kabupaten Karo Sumatera Utara dengan membagikan 3.000 Alkitab berbahasa Karo dan pelayanan kontekstual lainnya. Ini kesempatan bagi kita untuk berbela rasa, mendukung melalui apapun yang kita bisa lakukan kepada sesama yang membutuhkan. Jangan sampai ketika sudah berlimpah dengan berkat Tuhan, kita menjadi sombong, kikir dan tidak peduli. Ibu Theresia mengatakan, “Tidak semua orang dapat melakukan hal yang besar, namun setiap orang dapat melakukan hal kecil dengan cinta yang besar.” (KTA)