Teman sejati adalah teman sependeritaan
Teman sejati adalah teman sependeritaan
(Markus 2:1-12)
Manusia adalah makhluk sosial, tidak dapat hidup sendiri dan butuh relasi persahabatan. Mendapatkan seorang sahabat, teman sejati memang tidak mudah, pasti ada dimensi persamaan (kepribadian, nilai hidup, perilaku, minat), dimensi kedekatan (sering berjumpa, saling mengerti, menolong, memahami), dan dimensi kecocokan. Hidup lebih berarti jika memiliki sahabat. Karena sahabat adalah tempat curhat, ketika air mata berlinang ketika sedih atau sukacita.
Satu hal yang patut kita syukuri bahwa kita memiliki sahabat sejati yaitu TuhanYesus. Dan itu sudah dibuktikan-Nya. Namun secara manusia kita juga membutuhkan sahabat seorang manusia.
Menarik melihat persahabatan sejati dari keempat orang dalam kisah orang lumpuh disembuhkan ini.Apa keistimewaannya? Ada 4 karakteristik:
1. Kepedulian
Tidak egois menjadi karakteristik dari keempat orang itu. Membawa teman yang sakit lumpuh kepada Yesus dengan menerobos kerumunan orang banyak dan menurunkannya melalui atas atap. Ini menunjukkan adanya penyangkalan diri. Bisa saja mereka tidak peduli kepada sahabatnya yang lumpuh, mereka bisa pergi sendiri, datang dan mendengarkan pengajaran Tuhan Yesus sehingga mereka mendapat berkat. Kepedulian akan sesama terasa sangat indah tatkala seseorang tidak memperhitungkan pengorbanan yang telah dilakukannya. Sebaliknya, apabila seseorang memperhitungkan pengorbanan yang dilakukannya karena ia pernah menolong, maka pertolongannya bukanlah menjadi pertolongan yang tulus. Melainkan memperhitungkan untung rugi.
2. Semangat dan kerjasama
Dalam sebuah team kerja, semangat saja tidak cukup tanpa kerjasama yang baik. Keempat orang ini memiliki rasa belas kasihan dan kepeduliaan yang sama. Kesuksesannya tidak akan tercapai bila hanya satu atau dua orang yang memegang tandu, sementara yang lain berpangku tangan. Kesuksesan juga tidak akan tercapai bila keempat orang itu tidak memiliki kerjasama, sebab bila ada salah seorang saja bersikeras hendak ke arah kanan, sementara semuanya menuju ke kiri, tentu akan terjadi kekacauan. Semangat dan kerjasama menciptakan suatu keharmonisan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.Saat iniorang cenderung untuk berperan sendiri (one man show) menghasilkan satu yang hebat. Sekuat dan sesemangat apapun seseorang, namun bila tidak didukung oleh orang lain, maka suatu saat pasti akan rubuh. Seperti ijuk sapu lidi, jika hanya satu ijuk maka gampang sekali dipatahkan.
3. Keyakinan dan tekad yang sama
Keyakinan bahwa hanya Yesus yang dapat menyembuhkan menjadi dasar kepercayaan dan tekad yang bulat. Keempat orang itu bisa saja putus asa, apalagi ketika menghadapi jalan buntu.
4. Prioritas yang tegas dan sama
Jalan buntu, namun tidak menutup kemungkinan untuk keempat orang ini berputus asa. Satu-satunya jalan yang harus mereka tempuh adalah naik ke atas atap. Bentuk rumah orang Palestina pada waktu itu memungkinkan orang untuk naik ke atas atapnya. Karena biasanya ada semacam lubang untuk sinar masuk ke dalam rumah. Resiko yang diambil oleh keempat orang ini cukup besar, namun bagi mereka tentu lebih berharga nyawa teman ini. Itu sebabnya mereka lebih memprioritaskan kesembuhan temannya, daripada rasa malu, dan juga kemungkinan merusak rumah orang lain.
Tilam diturunkan dengan tali dari atas atap.Semua orang menoleh. Mereka tidak lagi memperhatikan Yesus. Pengajaran Yesus terputus dan terganggu. Apa reaksi Tuhan Yesus? Yesus menerima gangguan itu. Ia terkesima dengan apa yang terjadi. Ia memberikan pujian tentang iman. Iman siapakah yang dipuji? Markus mencatat, “ketika Yesus melihat iman mereka…” (2:5) Perhatikan bentuk jamak kata “mereka”, Yesus memuji iman kawan-kawan orang lumpuh itu. Yesus menilai perbuatan mereka sebagai perbuatan imani.
Mereka menatap dan menunggu di atas. Yesus juga memperhatikan wajah mereka. Mereka mungkin takut, sebab mereka tahu telah mengganggu Yesus. Namun di wajah mereka juga tampak dambaan untuk belas kasihan agar kawan mereka bisa disembuhkan. Mereka memiliki kesetiaan yang tulus. Lalu Yesus melihat ke bawah dan menatap wajah orang lumpuh itu yang harap-harap cemas dengan ketidakberdayaannya. Sungguh beruntung, ia mempunyai sahabatyang menggotong dia, memberi semangat dan pengharapan. Hidup terasa bermakna lagi. Tanpa sahabatnya, orang lumpuh itu hanya bisa terkulai seorang diri di rumah. Inilah indahnya persahabatan.
Bersikap sebagai sahabat adalah karunia. Seorang sahabat adalah dia yang mampu menerima kita apa adanya. Hanya orang yang berjiwa besar yang mampu bersikap bersahabat. Bersih dari iri dengki, tidak mempunyai pikiran untuk menjegal, menjatuhkan, dan beritikad baik. Yang diinginkannya terjadi adalah hal yang terbaik untuk kepentingan kita. Kualitas bersahabat seperti itu tidak terdapat pada setiap teman. Kita bisa mempunyai 100 teman, namun teman yang sejati bisa dihitung dengan jari.
Persahabatan memang indah. Hal itu pasti juga dirasakan oleh orang lumpuh itu. Mungkin sampai puluhan tahun kemudian ia tetap mengenang mereka yang terengah-engah menggotong dia ke atas atap. Tangan-tangan itu, yang kuat, berbelas kasih, tangan-tangan para sahabat. Kini orang lumpuh itu sembuh. Ia telah mengalami mujizat penyembuhan. Namun sebelum itu ia sudah mengalami mujizat yang lain, yaitu mujizat persahabatan.
(ssu)