Value or Valuables
Value or Valuables?
Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. (Ulangan 6: 5-7)
Jika pada kita tanyakan manakah yang lebih penting untuk kita wariskan kepada generasi penerus kita, Nilai hidup (Value) ataukah harta benda (Valuables) apakah jawaban kita? Tentu saja sebagai seorang Kristen alias pengikut Kristus kita semua akan menjawab nilai hidup, yang tentunya berdasarkan atas firman Tuhan. Tetapi apakah kita benar-benar telah memberikan contoh atau ajaran tentang nilai hidup itu kepada anak-anak kita?
Beberapa hari yang lalu saya menyaksikan acara di televisi tentang sepuluh video yang paling banyak diunduh di youtube. Salah satu video tersebut sangat menarik perhatian saya. Video tersebut adalah video yang diambil dalam sebuah acara pernikahan di suatu daerah di Amerika Serikat. Acara berlangsung pada siang hari Pada saat acara berlangsung tiba-tiba langit menjadi gelap dan terdengar tanda peringatan akan terjadinya tornado. Tornado tersebut sudah tampak dari lokasi pesta.
Pada saat itu sang pengantin pria tampak bimbang, dia harus memutuskan apakah dia akan meneruskan pesta tersebut dengan resiko tornado mungkin akan melewati lokasi pesta, ataukah dia akan menunda pernikahan yang berarti pengantin wanita belum menjadi istrinya, karena pemberkatan pernikahan belum dilakukan. Pada akhirnya pria tersebut memilih untuk tetap melanjutkan pemberkatan pernikahan dan ternyata tornado tersebut tidak melewati lokasi tersebut, dan mereka bisa mempunyai foto pernikahan yang unik dengan berlatar belakang tornado.
Yang menarik adalah jawaban dari pengantin pria ketika diwawancarai, Reporter menanyakan apakah dia tidak takut dan kenapa dia memilih untuk tetap melanjutkan acara tersebut? Pria tersebut menjawab, tentu saja dia takut, tapi dia lebih memilih pengantin wanita yang akan hidup bersamanya sekitar 60 tahun lagi dibanding tornado yang berlangsung dalam beberapa saat saja.
Seperti pria tersebut, seringkali kita dihadapkan pada kondisi untuk memilih tindakan kita. Apakah yang akan menjadi dasar pilihan kita? Manfaat sesaat saja untuk menambah harta benda kita ataukah tetap menjaga nilai-nilai hidup sesuai firman Tuhan yang akan berguna untuk waktu yang lama?
Beberapa cerita di bawah ini akan membuka pandangan kita, bagaimana kadang-kadang hal-hal yang kita anggap biasa dan tidak berdampak ternyata memberikan pengaruh yang kuat dalam menanamkan nilai hidup pada generasi penerus kita.
1. Seorang anak sedang pergi ke taman bermain dengan ayahnya. Pada saat akan membeli karcis, sang ayah membaca daftar harga. Tertulis bahwa harga karcis adalah USD 35, anak-anak 6 tahun ke bawah USD 20, dan di bawah 2 tahun gratis.
Sang ayah berfikir, anaknya baru saja merayakan ulang tahun ke 7 nya, dan badannya cenderung lebih kecil dibanding anak-anak sebayanya. Jika dia mengatakan bahwa anaknya berumur 6 tahun tentu penjual karcis tersebut akan percaya dan dia bisa mendapatkan harga yang lebih murah. Akhirnya dia memutuskan untuk membeli karcis anaknya dengan harga 6 tahun. Sang anak sempat akan mengingatkan ayahnya bahwa dia berumur 7 tahun, tapi sang ayah dengan cepat meminta dia untuk diam saja. Sang anak merasa bingung, dia bertanya-tanya dalam dirinya, apakah ayahnya lupa ataukah ayahnya berbohong? Dia merasa bahwa tidak mungkin jika ayahnya lupa, karena mereka baru saja merayakan ulang tahunnya, tetapi tidak mungkin juga ayahnya berbohong karena ayahnya selalu mengajarkan padanya untuk tidak berbohong. Dia memendam pertanyaan ini dalam dirinya sampai mereka sampai di rumah, dengan tidak sabar dia menanyakan kepada ayahnya kenapa ayahnya mengatakan bahwa umurnya 6 tahun. Sang ayah menjawab supaya mereka membayar dengan harga lebih murah USD 15. Sang anak tertegun mendengar jawaban ayahnya dan berkata, “Jadi apakah kejujuran hanya seharga USD 15 ayah? Sang ayah terkejut mendengar jawaban anaknya dan merasa menyesal, hanya demi uang USD 15 dia telah merusak arti kejujuran.
2. Sebuah keluarga sedang makan bersama di meja makan, sepasang suami istri dan 2 orang anaknya yang masih kecil. Tetapi disebuah pojokan di ruang makan itu, terdapat meja dan kursi kecil dan seorang kakek duduk disana. Semua makanan dan nasi terhidang di meja besar, sedangkan sang ibu memberikan semangkuk nasi dan sepiring kecil yang berisi bermacam-macam lauk untuk sang kakek. Saat mereka sedang makan, sang anak yang merasa kasihan kepada sang kakek bertanya kepada ayahnya, “Ayah, kenapa kakek harus duduk sendiri di meja kecil itu? Kasihan dia. Aku bisa duduk bersama dengan adik disisi ini, dan kakek bisa duduk di tempat adik. “ Sang ayah menjawab, “Tidak perlu, dia sudah tidak bisa bekerja lagi, biarkan dia duduk di sana.” Sang anak tampak bimbang tapi tidak berani membantah sang ayah. Tetapi kemudian dia berkata, Jadi nanti kalau ayah sudah tidak bisa bekerja lagi, ayah akan duduk di meja kecil itu bersama kakek? Sang ayah merasa terkejut dan tertampar pipinya, dia lupa bahwa dia akan menjadi tua dan akan mengalami hal yang sama jika dia tidak mengajarkan menghormati orang tua pada anaknya.
3. Seorang pemuda yang baru saja kembali dari medan perang di Vietnam menelepon ibunya untuk mengabarkan bahwa dia akan segera kembali ke rumah. Ibunya sangat gembira mendengar anaknya masih selamat dan segera kembali ke rumah. Sebelum menutup teleponnya sang anak berkata kepada sang ibu. “Oh ya bu, saya ingin bertanya, saya punya teman yang juga kembali dari Vietnam, dia sudah tidak punya keluarga, dan salah satu kakinya putus terkena ranjau, apakah boleh dia tinggal bersama kita? Sang ibu menjawab, “ Jangan anakku, orang yang cacat susah untuk mencari pekerjaan, dia hanya akan membebani keluarga kita saja. Sang anak sangat sedih mendengar jawaban sang ibu tetapi tidak berani memaksa sang ibu untuk menerimanya. Beberapa hari kemudian sang ibu mendapat kabar bahwa sang anak telah bunuh diri di kamar hotelnya dan ternyata sang anak cacat, hanya mempunyai satu kaik. Ternyata dia ingin tahu bagaimana penerimaan ibunya jika tahu dia cacat, dan karena sang ibu menganggap rendah orang cacat, dia memilih untuk mengakhiri hidupnya daripada harus menjadi beban. Betapa kadang kita seperti sang ibu, tidak peduli kepada yang lebih lemah dan membutuhkan pertolongan kita, karena hal tersebut tidak menimpa kita. Tetapi jika kita bisa merasakan jika saja hal tersebut bisa saja terjadi pada diri kita, kita harus belajar lebih berempati kepada orang lain.
Tidak mudah untuk selalu memilih yang benar sesuai dengan firman Tuhan, tetapi kita harus selalu berusaha untuk dpat memberikan warisan nilai hidup yang benar kepada penerus kita. Tuhan juga telah menganugerahkan Roh Kudus kepada kita untuk melindungi dan menjaga kita untuk tetap di jalanNya. Marilah kita tetap setia mendengar tuntunan Roh Kudus dan membaca firmannya. Semoga kita dapat mewariskan hal-hal yang baik kepada penerus kita. (NAP)