WITH GREAT POWER COMES GREAT RESPONSIBILITY
WITH GREAT POWER COMES GREAT RESPONSIBILITY
Para penggemar Spiderman pasti cukup akrab dengan kalimat di atas. Kalimat bijak tersebut merupakan nasehat yang diberikan oleh Ben Parker atau Uncle Ben kepada Peter Parker saat ia menyadari adanya perubahan dalam diri keponakannya itu. Akibat gigitan laba-laba yang terpapar radio aktif, Peter Parker remaja yatim piatu yang jenius tapi lugu, dan sering menjadi korban bullying berubah menjadi seorang remaja dengan kemampuan fisik yang luar biasa. Ia mampu bergerak sangat cepat, jauh lebih cepat dibandingkan kebanyakan orang, tubuhnya menjadi sangat lentur dan kuat, dan tangannya mampu mengeluarkan jaring laba-laba. Peter Parker mencoba merahasiakan hal ini. Tapi sebagai orang yang mengenal dan merawat Peter sejak kanak-kanak, Uncle Ben dapat merasakan adanya perubahan tersebut. “With the great power comes great responsibility” demikian nasehat Uncle Ben kepada Peter yang kemudian di kenal sebagai Spiderman.
Kata responsibility (tanggung-jawab) dapat diartikan sebagai tugas atau kewajiban untuk melakukan suatu perkejaan atau kegiatan. Dengan kata lain, Uncle Ben hendak mengingatkan bahwa dengan bertambahnya kemampuan (power) yang dimilikinya, Peter dituntut untuk mau memikul tanggung-jawab yang lebih besar, melakukan lebih banyak tugas dengan lebih baik ketimbang kebanyakan orang. Selain itu ada prinsip akuntabilitas dalam nasehat Uncle Ben yaitu bahwa pada akhirnya Peter harus mampu mempertanggung-jawabkan kepada pihak yang memberikan kepercayaan kepadanya untuk memiliki dan menggunakan power atau kemampuannya tersebut. Tanpa akuntabilitas, power rawan untuk disalahgunakan dan tanggung jawab (responsibility) rawan untuk diabaikan.
Tidak dijelaskan darimana Uncle Ben (atau dalam hal ini Stan Lee pencipta tokoh Spiderman) mengutip kalimat bijak tersebut, akan tetapi sebagian besar penulis sepakat bahwa nasehat Uncle Ben sejalan dengan apa yang dinyatakan dalam Lukas 12 : 48 Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut”. Kalimat tersebut merupakan kalimat penutup dari perumpamaan mengenai “pengurus rumah” yang disampaikan Yesus kepada para murid.
Pada perumpamaan itu Yesus bercerita mengenai para hamba yang diberi tugas untuk mengurus rumah selama tuannya pergi. Ketika tuannya kembali dan menemukan hambanya yang setia menjalankan tugasnya dengan baik maka “tuannya itu akan mengangkat dia menjadi pengawas segala miliknya” (Lukas 12 : 42-44). Akan tetapi, jikalau hamba itu jahat dan berkata di dalam hatinya : Tuanku tidak datang-datang, lalu ia mulai memukul hamba laki-laki dan hamba-hamba perempuan, dan makan minum dan mabuk, maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak disangkakannya , dan pada saat yang tidak diketahuinya, dan akan membunuh dia dan membuat dia senasib dengan orang-orang yang tidak setia (Lukas 12:45– 46)
Adapun hamba yang tahu akan kehendak tuannya, tetapi tidak mengadakan persiapan, atau tidak melakukan apa yang dikehendaki tuannya, ia akan menerima banyak pukulan. (Lukas 12 : 47). Tetapi barang siapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. (Lukas 12 : 48a).
Yesus kemudian menutup perumpamaan ini dengan berkata “Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut”
Pesan dari perumpamaan ini cukup jelas bahwa Tuhan telah mempercayakan kita dengan sesuatu (mungkin harta, kekuasaan, waktu, talenta dan karunia-karunia lainnya ) yang berbeda-beda satu dengan yang lain dan dalam jumlah yang mungkin juga berbeda. Bersama dengan apa yang dipercayakan-Nya tersebut, ada tanggung-jawab/tugas (responsibility) yang dibebankan kepada kita. Kita diminta untuk mau menerima tugas/tanggung jawab tersebut dan menggunakan setiap sumber daya, talenta dan karunia untuk menjalankan tugas/tanggung-jawab kita (seperti hamba yang setia yang menjalankan tugasnya dengan baik). Kita diminta untuk tidak menyalahgunakan apa yang telah dipercayakan-Nya (seperti hamba yang memukul hamba laki-laki dan hamba-hamba perempuan, dan makan minum dan mabuk) atau menyia-nyiakan apa yang telah dipercayakan-Nya tersebut (seperti hamba yang tahu akan kehendak tuannya, tetapi tidak mengadakan persiapan, atau tidak melakukan apa yang dikehendaki tuannya).
Bahkan saat kita tidak tahu apa yang Tuhan kehendaki, adalah menjadi tugas kita untuk mencari tahu mengenai tugas kita. Dalam perumpamaan yang disampaikan, juga merupakan tugas seorang hamba untuk mengetahui keinginan tuannya. Tuhan akan secara jelas memperlihatkan kepada kita apa yang Ia minta (Mika 6:8). Kita harus meminta hikmat-Nya untuk mengetahui bagaimana kita dapat menggunakan apa yang telah dipercayakan-Nya dan berkomitmen untuk menggunakannya dengan baik. Dan pada akhirnya kita diminta untuk mampu mempertanggung-jawabkan tindakan-tindakan kita.
Seringkali kita beranggapan bahwa hanya orang kaya yang “di beri banyak”. Akan tetapi sesungguhnya kita semua telah “diberi banyak” (1 Korintus 4:7). Kita telah dikaruniakan berkat yang berkelimpahan dari Tuhan. (Efesus 1:3-10; 3:16-21; Roma 5:8-11; 8:14-17), Firman Tuhan dan Roh Kudus (Yohanes 14:16-21; 16:13; Roma 12:6). Dan untuk itu, maka setiap kita “Layanilah seorang akan yang lain, sesuai karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah.” (1 Petrus 4:10).
Dalam sebuah renungan, The Perfect Gift, Julie Ackerman Link bercerita mengenai suasana perayaan Natal di kotanya. Setiap tahun di sebuah taman di kotanya diperlihatkan bagaimana Natal dirayakan di seluruh penjuru dunia. Bagian yang menjadi favorit Julie adalah bagian yang memperlihatkan bagaimana masyarakat desa di Perancis menyambut kelahiran Yesus. Berbeda dengan scene perayaan Natal tradisional yang biasanya memperlihatkan para gembala dan orang majus dengan persembahan emas, kemenyan dan mur, pada bagian Perancis itu diperlihatkan masyarakat pedesaan mempersembahkan roti, anggur, keju, bunga dan barang-barang lainnya yang dapat mereka hasilkan/produksi sebagai ungkapan syukur atas kelahiran Yesus. Bagi Julie hal ini merupakan simbol dari kesadaran masyarakat pedesaan Perancis tersebut bahwa apa yang mereka miliki berasal dari Tuhan, bahwa mereka dapat menghasilkan barang-barang tersebut hanya karena Tuhan. Dan karena itu mereka mempersembahkan kembali kepada Tuhan. Julie kemudian mengajak para pembaca untuk melakukan hal yang sama pada masa Natal ini.
Tuhan telah mempercayakan kita dengan sesuatu (mungkin harta, kekuasaan, waktu, talenta dan karunia-karunia lainnya ) yang berbeda-beda satu dengan yang lain dan dalam jumlah yang mungkin juga berbeda, dan kita diajak untuk mempersembahkan kembali apa yang kita dapatkan dari Tuhan kepada Tuhan. Hal itu dilakukan dengan mau memikul tanggung jawab dan tugas sebagai umat-Nya dan menggunakan apa yang telah dipercayakan-Nya untuk menjalankan tugas dan tanggung-jawab kita.
-ITS dari berbagai sumber-