Yang ada pada kami disini hanya lima roti dan dua ikan
“ Yang Ada Pada Kami di Sini Hanya Lima Roti dan Dua Ikan.”
(Matius 14 : 13 – 21)
Kita semua pasti sudah cukup akrab dengan kisah Yesus memberi makan lima ribu orang. Kisah ini dapat ditemui dalam keempat Injil. Selain dalam Injil Matius, kisah yang sama juga dimuat dalam ketiga Injil lainnya yaitu pada Injil Markus pasal 6, Lukas pasal 9, dan Yohanes pasal 6, tentunya dengan beberapa perbedaan. Nampak jelas para penulis Injil mempertimbangkan kisah ini sebagai suatu peristiwa yang penting. Terkait jumlah orang yang hadir pada saat itu, Injil Matius mengatakan bahwa ”yang ikut makan kira-kira lima ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan” (Mat 14:21). Karena hal tersebut maka beberapa penulis memperkirakan, bahwa jumlah orang yang ikut makan saat itu berkisar antara lima belas hingga dua puluh ribu orang.
Orang-orang itu berasal dari berbagai latar belakang dan sedang dalam perjalanan dari tanah/daerah asalnya nya untuk mencari penghidupan ditempat lain. Mereka pergi meninggalkan daerah asalnya karena wabah kelaparan dan kesulitan ekonomi serta tekanan hukum. Mereka adalah orang-orang yang dianggap sampah masyarakat, para buruh harian dan orang-orang yang telah melihat mujizat yang dilakukan Yesus. Dalam kesukaran hidup seperti, kehadiran Yesus dengan karya dan mujizatnya Nya memberikan secercah harapan. Tetapi diantara mereka, adapula orang-orang Yahudi yang sedang dalam perjalanan menuju Yerusalem untuk merayakan Paskah. Orang-orang itulah yang diberi makan dan dikenyangkan oleh Yesus dengan melakukan mujizat terhadap lima roti dan dua ikan (Dian Penuntun Edisi 14 hal. 104)
Sesungguhnya terdapat beberapa pesan yang dapat ditangkap dari kisah ini. Yang pertama adalah kepedulian . Injil Matius menggambarkan bahwa situasi saat itu sudah sedemikian sunyi dan hari mulai menjelang malam (Mat 14:15). Yesus dan para murid dan tentunya juga semua orang yang telah mengikuti mereka untuk mendengarkan pengajaran dan mendapatkan kesembuhan, telah merasa lelah. Murid-murid meminta Yesus untuk menyuruh orang-orang itu pergi mencari tempat penginapan dan makanan di desa-desa sekitar (Luk 9 :12). Menanggapi permintaan para murid, Yesus malah menjawab “ Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan” (Mat 14:16). Disinilah letak pesan pertama yaitu kepedulian, bahwa Yesus peduli terhadap masalah yang dihadapi oleh para pengikutnya. Dan Ia ingin para murid memiliki kepedulian yang sama.
Bukan hanya itu, Yesus melalui mujizat-Nya melengkapi dan memampukan para murid untuk mewujudnyatakan kepedulian menjadi suatu tindakan berbagi. Dapat dipastikan para murid sebelumnya terkejut mendengar perintah Yesus. Mereka merasa tidak mampu dan tidak memiliki cukup makanan dan sumber daya lainnya untuk memberi makan ribuan orang yang hadir saat itu ”Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan” (Mat 14 : 17). ”….tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?” (Yoh 6 :9)
Yesus meminta para murid menyerahkan kepada-Nya lima roti dan dua ikan tersebut. Dan terjadilah hal yang menakjubkan, yaitu bagaimana Yesus memakai sesuatu yang kecil/sedikit , dalam kasus ini adalah lima roti dan dua ikan menjadi berkat bagi ribuan orang yang hadir pada saat itu. Melalui kuasa-Nya jumlah makanan yang sedikit tersebut mampu mecukupi dan mengenyangkan ribuan orang yang hadir. Bahkan masih tersisa dua belas bakul penuh makanan.
Sesungguhnya terdapat beberapa penafsiran terhadap kisah ini. Dua diantaranya dijelaskan berikut ini. Yang pertama, mujizat yang terjadi adalah bahwa lima roti dan dua ekor ikan tidak habis ketika dipecah-pecahkan oleh Yesus, hingga semua orang disana dapat makan hingga kenyang. Dan bukan itu saja, seperti yang telah disampaikan sebelumnya masih tersisa dua belas bakul penuh berisi makanan. Dengan kata lain melalui kuasa-Nya Yesus memang melipat gandakan kuantitas dari makanan tersebut. Yang kedua yaitu bahwa mujizat terjadi di dalam hati setiap orang yang berkumpul disana. Berdasarkan tafsiran, orang-orang yang hadir saat itu adalah orang-orang yang sedang melakukan perjalanan. Karena hal itu, maka sangat mungkin mereka membawa bekal yang cukup bagi diri mereka. Ketika orang-orang tersebut melihat peristiwa yang terjadi, hati mereka kemudian digerakkan oleh kasih persaudaraan dan sukacita untuk saling berbagi dan memberikan berkat. Mereka mau membuka bekal dan berbagi dengan orang yang ada di sekitar mereka (Dian Penuntun Edisi 14 hal. 107)
Apapun tafsirannya, kisah Yesus memberi makan ribuan orang, mengajar kita untuk tidak berhenti berbuat baik, hanya karena kita merasa apa yang kita miliki tidak cukup untuk berbuat. Kita diajar untuk mau menghargai apa yang kita miliki, sekecil atau sedikit apapun itu, dan menggunakannya untuk menjadi berkat bagi sesama. Dalam kehidupan, kita sering memutuskan untuk tidak melakukan apa-apa, karena merasa bahwa apa yang kita miliki terlalu kecil dan terlalu sedikit untuk menjawab berbagai persoalan dan tantangan yang kita hadapi. Hal ini terjadi karena pikiran kita hanya berpusat pada diri kita.
Kita gagal melihat keberadaan Tuhan yang dengan kuasa-Nya mampu melakukan berbagai mujizat yang sering kita anggap mustahil. Hal yang sama terjadi dengan para murid. Mengacu pada peristiwa yang sama, Injil Yohanes menceritakan bagaimana reaksi para murid, khususnya Filipus dan Andreas, terhadap permintaan Yesus. Para murid walaupun telah berada bersama-sama Yesus, yang telah mendengar ajaran-Nya dan melihat kuasa-Nya, namun ketika berhadapan langsung dengan persoalan dan tantangan, masih mengandalkan kemampuan dan hikmat manusianya.
Sesungguhnya banyak cerita yang sama dengan kisah ini terjadi di sekitar kita, dimana kuasa Tuhan mengubah usaha kecil, yang bagi sebagian orang merupakan hal yang remeh, menjadi berkat bagi banyak orang. Mungkin sebagian besar dari kita pernah mendengar kisah mengenai Hattie May Wiatt seorang gadis miskin yang hidup sekitar tahun 1800-an di Amerika yang memiliki harapan akan adanya sebuah gedung gereja yang mampu menampung lebih banyak anak sekolah minggu, Dalam keterbatasannya ia mengumpulkan uang sebesar 57 sen selama dua tahun untuk mewujudkan impiannya. Hal itu terungkap saat Hattie meninggal dunia. Ketulusan Hattie kemudian menggerakan begitu banyak orang untuk mewujudkan harapannya itu. Dan kini di Philadelphia telah berdiri Temple Baptist Church sebuah gereja dengan kapasitas duduk untuk 3300 orang, Temple University tempat ribuan mahasiswa sedang belajar, Good Samaritan Hospital dan sebuah bangunan khusus untuk Sekolah Minggu dengan ratusan pengajar, semuanya itu untuk memastikan agar jangan sampai ada satu anak pun yang tidak mendapat tempat di Sekolah Minggu. Dan semua itu berawal dari 57 sen.
Juga, jika kita sering meyaksikan acara Kick Andy yang ditayangkan secara rutin oleh sebuah TV swasta, disana terdapat banyak cerita mengenai orang-orang, dengan segala keterbatasan yang dimilki, mampu melakukan usaha-usaha yang menjadi berkat yang besar bagi sesamanya. Lebih dekat lagi, sejarah GKI Kota Wisata yang sekarang memiliki lebih dari enam ratus jemaat dan banyak simpatisan berawal dari sebuah persekutuan kecil yang terwujud dari usaha dan kepedulian dari sebagian rekan-rekan kita dengan segala keterbatasannya. Dan hanya karena kuasa Tuhan kita bisa sampai pada tahap ini.
Kisah Yesus memberi makan lima ribu orang, kiranya menginspirasi kita dalam kegiatan pelayanan. Mungkin banyak harapan yang kita miliki dan kita yakini dapat menjadi berkat bagi sesama dan lingkungan, akan tetapi dilain sisi, ada keraguan untuk bergerak akibat minimnya sumber daya yang kita miliki, Melalui kisah ini, kita diingatkan untuk mau melangkah dan bertindak. Mulailah dengan apa yang kita miliki sekecil apapun itu. Lakukanlah dengan sungguh-sungguh. Jika Tuhan berkenan, melalui mujizat-Nya, Ia akan merubah hal yang kecil/biasa menjadi luar biasa. Sebaliknya, apa yang kita miliki, seberapa besarpun itu, tidak akan pernah menjadi mujizat jika kita hanya mengenggamnya dan mencengkeramnya erat-erat. Sedikit berarti banyak jika Tuhan ada didalamnya …Little is much when God is in it
(ITS dari berbagai sumber)