Yesus Guru yang Baik
Dalam Bahasa Jawa, dikenal adanya istilah Kerata Basa. Kerata Basa adalah frasa yang dibentuk untuk mengartikan sebuah kata dengan menganggap kata itu sebagai sebuah akronim. Kerata Basa dapat ditujukan untuk permainan kata atau menjadi jenis etimologi rakyat. Salah satu contohnya adalah Kerata Basa “Guru” = digugu lan ditiru (diteladani dan ditiru). Namun apakah guru yang akronimkan sebagai digugu lan ditiru itu masih berlaku dalam kehidupan masyarakat saat ini? Rasanya di era saat ini cukup susah menemukan orang yang benar-benar bisa dipercaya sekaligus diikuti sebagai guru sejati.
Yang paling sering ditemui adalah orang-orang yang pandai dalam mengajar secara keilmuan kepada anak didik (biasanya di sekolah atau Lembaga Pendidikan) namun di luar secara tingkah laku dan perbuatan tidak dapat menjadi suri tauladan, bahkan cenderung bertolak belakang dengan kepandaian yang dimilikinya. Sedangkan seorang yang dinamakan guru, bermakna lebih luas dari sekedar mengajar atau menyampaikan ilmu pengetahuan, dia juga harus bisa memberi contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai orang Kristen kita menjadikan Yesus Kristus sebagai role model utama untuk diteladani dalam menjalani kehidupan kita di dunia ini, sebagaimana di dalam Yohanes 13:13-15 “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu ; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.”
Pada awal tabun 90-an, Matt Friedeman (The Master Plan of Teaching, 1990) mengetengahkan hasil kajiannya mengenai keteladanan Yesus sebagai guru.
- Yesus adalah Allah yang menjelma menjadi manusia dan sebab itu Ia seratus persen manusiawi. Apakah artinya ini? Sebagai guru kita harus meneladani Yesus Sang Guru dalam hal kuasa dan hikmat yang berasal dari Roh Allah. Kebergantungan Yesus yang amat sempurna kepada Allah Bapa itu harus mewarnai pola pikir dan sikap kita jika ingin berhasil dalam tugas mengajar atau mendidik. Selain itu, teladan Yesus sebagai manusia sejati yang rela belajar, harus mendorong kita untuk rela berlatih, belajar mengembangkan diri dalam karunia yang Allah berikan guna mengajar orang lain.
- Yesus tahu apa yang diperbuat-Nya dan mengerti bagaimana melaksanakan. Yesus pun berkarya atas dasar tujuan yang jelas, yakni membina murid agar mengerti serta mengalami kekudusan Allah. Murid diajar-Nya agar menyadari diri sebagai hamba. Murid pun diajar agar hidup dalam relasi kasih dengan sesamanya. Sebagai guru, kita adalah hamba yang melayani sesama, serta mengarahkan mereka berdamai dengan Allah.
- Cara Yesus melaksanakan tugas-Nya sebagai Guru amat mengagumkan. Yesus me- mang unik namun Dia menjadi sama dengan murid-murid-Nya dan dengan orang- orang lain yang dilayani-Nya. Dia membaca apa kebutuhan mereka, pergumulan serta tingkat pengertian mereka. Dia “menjadi satu” dengan berita yang disampaikan. Teladan Yesus dalam kerelaan menjadi sama dengan orang yang dilayani ini, menurut Friedeman merupakan perkara yang harus berkembang dalam hati seorang guru jika ia hendak membawa pembaruan.
- Yesus senantiasa mengarahkan murid mencapai target dalam hal apapun yang diperbuat mereka. Relasi di antara murid merupakan komunikasi itu sendiri. Artinya, relasi tidak hanya sebatas kata, ucapan dan peristiwa sewaktu-waktu. Dalam mengajar, Yesus membuat murid-murid aktif. Dia mengajar sambil berjalan dan berbuat. Dia pun mengajar melalui perbuatan nyata seperti mujizat, diskusi dan tanya jawab. Dia senantiasa memberi dorongan untuk bertindak. Friedeman menyimak teladan ini harus mendasari nilai hidup dan pemikiran guru. Artinya, dalam perbuatan mendidik maupun mengajar, guru harus menekankan kebersamaan, keaktifan dengan tujuan jelas.
- Yesus tidak saja mendekati dan melayani orang banyak melainkan juga memberi perhatian bagi kelompok kecil hingga ke pribadi lepas pribadi. Menurut Friedeman, strategi membawa perubahan tidak dapat dilakukan hanya dengan satu pendekatan. Setiap kesempatan berinteraksi dengan manusia apakah pribadi atau kelompok bahkan dengan massa, mesti diupayakan dengan baik dan tepat. Dewasa ini guru juga dapat mempunyai kelompok inti dan kelompok kecil yang dapat ia jadikan sebagai pembawa pengaruh besar dalam artian positif.
Sebagai pengikut-Nya kita pun wajib meneladani kehidupan Tuhan Yesus. “Barang- siapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup” (1Yoh. 2:6). (KKR)